Salin Artikel

Kisah Penyintas Covid-19, Kehilangan Kakak hingga Puji Syukur Bisa Bernapas

Dia termasuk orang yang paling percaya Covid-19 itu ada karena mengolah data penambahan kasus Covid-19 di sebuah lembaga pemerintahan di Jabodetabek.

Menginput dan melihat data harian kasus Covid-19 bertambah, membuat dia sadar kalau Covid-19 tidak lagi berada di Wuhan, China sana saat kemunculannya.

Tetapi corona kini sudah mulai merambah ke daerah tempat dia tinggal di wilayah Kota Tangerang, Provinsi Banten.

Menyadari hal itu, Mualim tidak berdiam diri. Pada awal kemunculan pandemi, Mualim sadar betul perilaku hidup sehat menjadi salah satu upaya untuk mencegah dirinya terpapar Covid-19.

Di awal pandemi, dia mulai giat berolahraga. Bersepeda menjadi hobi barunya. Dari rumahnya di Kota Tangerang, Mualim bisa gowes sejauh 50 kilometer ke daerah Bogor.

"Ada 50 kiloan, belum sampai 100 kilo, bolak balik ke rumah," kata Mualim saat dihubungi melalui telepon, Rabu (27/1/2021).

Tidak hanya itu, dia bersama rekan-rekan kantornya rutin latihan futsal dengan tetap menjaga protokol kesehatan.

Tapi tidak ada yang menyangka, corona itu datang menyambangi hidupnya. Mualim merasa dia terpapar Covid-19 dari salah satu rekan kantornya yang merupakan orang tanpa gejala (OTG).

Setelah sempat kontak empat hari dengan orang yang berstatus OTG, dia mulai merasa demam dan tidak memiliki stamina untuk beraktivitas.

Gejala awal didiagnosa sebagai gejala tipes. Namun karena kondisinya tidak kunjung membaik, Mualim memilih untuk kembali melakukan pemeriksaan dan dilakukan pengecekan rapid test antigen.

Mualim dinyatakan reaktif kemudian memilih langsung dirawat bersama dengan mereka yang dinyatakan reaktif dalam test rapid antigen tersebut.

"Pertama itu saya justru enggak mikirin diri saya, saya mikirin keluarga. Mana ada anak saya masih kecil umur 4 tahun tuh! Bagaimana nanti kalau anak saya kena," kata Mualim.

Beruntung istri dan anak Mualim dinyatakan tidak ikut terpapar Covid-19.

Menjalani masa kritis

Meski sedikit tenang karena keluarga dinyatakan bebas dari infeksi Covid-19, namun Mualim justru mulai menjalani masa kritis perawatan.

Seminggu pertama saat dirawat di rumah sakit, kondisi Mualim bukan malah membaik tapi justru semakin memburuk. Terlihat dari saturasi oksigen yang semakin rendah.

Napasnya mulai terengah-engah untuk sekadar mempertahankan kesadaran. Dia mulai mengalami halusinasi ringan akibat dari penurunan kadar oksigen dalam darah.

"Pernah halusinasi itu pernah, saya halusinasi sedang ngurusin anak saya begitu," kata Mualim.

Kemudian tim dokter memasang selang oksigen ke Mualim, awalnya selang oksigen yang dipasang melalui lubang hidung.

Namun kadar oksigen dalam darah Mualim tidak mengalmi peningkatan.

Dia mengatakan saat itu saturasi oksigen dalam darahnya berada di antara 88-90. Kemudian selang diganti dan diberikan dalam bentuk masker.

"Akhirnya saya dikasi yang pakai masker itu untuk terus menaikan saturasi oksigen," kata Mualim.

Dia harus berhari-hari menggunakan masker oksigen untuk terus mempertahankan saturasi oksigen hingga mulai membaik.

"Jadi 96, kemudian naik 98," tutur Mualim.

Pada saat kritis itu, Mualim merenungkan nikmat yang diberikan Tuhan pada umat manusia berupa kesehatan untuk bernapas lega.

Dia sempat berjanji pada saat masa kritisnya berlangsung, jika diberikan kesempatan untuk sembuh, Mualim berjanji akan mensyukuri nikmat bernapas lega yang diberikan.

"Kalau Allah kasi kesempatan saya sembuh, saya janji akan jadi hamba-Mu yang paling bersyukur, InsyaAllah," kata dia.

Kehilangan kakak ipar 

Setelah kurang lebih dirawat selama 25 hari di rumah sakit hanya berteman infus dan selang oksigen, Mualim akhirnya sudah bisa kembali ke rumah dan dinyatakan negatif Covid-19.

Saat dia pulang, alangkah terkejutnya mendengar kakak iparnya sudah tidak ada. Sudah terkubur bersama ratusan jenazah pasien Covid-19 di Kota Tangerang.

Alasan dia tidak dikabarkan saat kakak iparnya meninggal karena akan berdampak pada imun saat perawatan penyembuhan Covid-19.

"Kakak saya, sama seperti saya (waktu terinfeksi), dia enggak mau makan, seminggu kemudian enggak ada (meninggal dunia)," kata Mualim.

Sekarang sudah hampir sebulan Mualim kembali ke rumah. Selain Covid-19 mengambil kakak iparnya, Covid-19 juga mengambil berat badan dan hobinya bersepeda.

Pernah Mualim merasa sudah kembali bugar. Melihat sepedanya teronggok di garasi rumah, dia tergoda untuk mencoba bersepeda berkeliling komplek perumahan.

Baru setengah jalan, dia sudah ambruk lagi, minta tolong ke ketua RW yang kebetulan dekat dengan rute pulang saat dia bersepeda.

"Kok keliyengan ya, minggir deh ke rumah Pak RW, Pak RW saya minta anterin ke rumah sampai dipikir saya kena (sakit) jantung," kata Mualim.

Saat wawancara melalui telepon pun, suara Mualim masih terdengar berat dengan berkali-kali mengambil jeda untuk bernapas saat bicara.

Dia juga mengakui, aktivitas berat yang mungkin selama ini dia anggap biasa sudah tidak bisa lagi dia kerjakan dalam waktu dekat setelah terpapar Covid-19.

"Kalau ngomong berdiri saja saya ngos-ngosan, makanya kalau telepon begini, saya harus duduk, atau paling enggak tiduran," kata dia.

Mualim tak tahu sampai kapan stamina untuk gowes sejauh 50 kilometer itu akan kembali lagi pada dirinya yang juga hilang setelah dia terpapar Covid-19.

https://megapolitan.kompas.com/read/2021/01/27/21091101/kisah-penyintas-covid-19-kehilangan-kakak-hingga-puji-syukur-bisa

Terkini Lainnya

DLH DKI Angkut 83 Meter Kubik Sampah dari Pesisir Marunda Kepu

DLH DKI Angkut 83 Meter Kubik Sampah dari Pesisir Marunda Kepu

Megapolitan
Janggal, Brigadir RAT Bunuh Diri Saat Jadi Pengawal Bos Tambang, tapi Atasannya Tak Tahu

Janggal, Brigadir RAT Bunuh Diri Saat Jadi Pengawal Bos Tambang, tapi Atasannya Tak Tahu

Megapolitan
8 Pasien DBD Masih Dirawat di RSUD Tamansari, Mayoritas Anak-anak

8 Pasien DBD Masih Dirawat di RSUD Tamansari, Mayoritas Anak-anak

Megapolitan
Pengelola Imbau Warga Tak Mudah Tergiur Tawaran Jual Beli Rusunawa Muara Baru

Pengelola Imbau Warga Tak Mudah Tergiur Tawaran Jual Beli Rusunawa Muara Baru

Megapolitan
UPRS IV: Banyak Oknum yang Mengatasnamakan Pengelola dalam Praktik Jual Beli Rusunawa Muara Baru

UPRS IV: Banyak Oknum yang Mengatasnamakan Pengelola dalam Praktik Jual Beli Rusunawa Muara Baru

Megapolitan
9 Jam Berdarah: RM Dibunuh, Mayatnya Dimasukkan ke Koper lalu Dibuang ke Pinggir Jalan di Cikarang

9 Jam Berdarah: RM Dibunuh, Mayatnya Dimasukkan ke Koper lalu Dibuang ke Pinggir Jalan di Cikarang

Megapolitan
Seorang Remaja Tenggelam di Kali Ciliwung, Diduga Terseret Derasnya Arus

Seorang Remaja Tenggelam di Kali Ciliwung, Diduga Terseret Derasnya Arus

Megapolitan
Prakiraan Cuaca Jakarta Hari Ini Kamis 2 Mei 2024, dan Besok: Malam Ini Hujan Petir

Prakiraan Cuaca Jakarta Hari Ini Kamis 2 Mei 2024, dan Besok: Malam Ini Hujan Petir

Megapolitan
[POPULER JABODETABEK] Mobil Terbakar di Tol Japek Arah Cawang | Pembunuh Wanita Dalam Koper di Bekasi Ditangkap

[POPULER JABODETABEK] Mobil Terbakar di Tol Japek Arah Cawang | Pembunuh Wanita Dalam Koper di Bekasi Ditangkap

Megapolitan
Perjuangkan Peningkatan Upah Buruh, Lia dan Teman-temannya Rela ke Jakarta dari Cimahi

Perjuangkan Peningkatan Upah Buruh, Lia dan Teman-temannya Rela ke Jakarta dari Cimahi

Megapolitan
Cerita Suratno, Buruh yang Khawatir Uang Pensiunnya Berkurang karena UU Cipta Kerja

Cerita Suratno, Buruh yang Khawatir Uang Pensiunnya Berkurang karena UU Cipta Kerja

Megapolitan
Pembunuh Perempuan Dalam Koper Tak Melawan Saat Ditangkap Polisi di Palembang

Pembunuh Perempuan Dalam Koper Tak Melawan Saat Ditangkap Polisi di Palembang

Megapolitan
Said Iqbal Minta Prabowo Hapus UU Cipta Kerja Klaster Ketenagakerjaan

Said Iqbal Minta Prabowo Hapus UU Cipta Kerja Klaster Ketenagakerjaan

Megapolitan
Pembunuh Wanita Dalam Koper Sempat Ajak Korban Masuk ke Kamar Hotel di Bandung

Pembunuh Wanita Dalam Koper Sempat Ajak Korban Masuk ke Kamar Hotel di Bandung

Megapolitan
Said Iqbal: Upah Buruh di Jakarta yang Ideal Rp 7 Juta Per Bulan

Said Iqbal: Upah Buruh di Jakarta yang Ideal Rp 7 Juta Per Bulan

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke