Secara topografi, Kota Bekasi yang hanya berketinggian 15-29 meter di atas permukaan laut memang "dirancang" sebagai habitat air secara alami.
Hal itu terbukti dari sejarah lanskap wilayah ini yang dulunya didominasi rawa-rawa, tetapi kini sudah disulap jadi lahan terbangun dan mayoritas perumahan.
"Memang dibutuhkan dana yang besar, dibutuhkan waktu yang bertahap. Makanya hanya itu (tangkapan air buatan) jalan satu-satunya," kata pria yang akrab disapa Pepen ketika ditemui wartawan usai mengecek kondisi tanggul Kali Cakung di Perumahan Bumi Nasio Indah, Jatiasih, Senin (22/2/2021).
"Beda dengan Depok yang tinggi, nah kami elevasinya hanya 29 meter di atas permukaan laut, rata-rata sama karena bekas sawah dan rawa," ujarnya.
Tangkapan air yang dimaksud Pepen dapat berupa tandon maupun polder, bisa pula menggunakan sistem embung dan pompa.
Ia berjanji akan memulai pembangunan tangkapan air buatan itu secara bertahap, kendati biaya pembebasan lahan untuk itu menjadi masalah utama yang akan dihadapi.
"Jadi kalau di sini sudah tertampung polder, di depan ada polder lagi, lalu di Graha Indah ada polder satu, di Jatikramat ada, Kota Bintang satu, terus di Duta Indah, di Ngurah Rai satu, ke bawahnya sudah (berkurang debit banjirnya). Jadi sistem tangkap-buang," ujar Pepen.
"Kami berusaha saja. Pasti kami selesaikan bertahap," imbuhnya.
Sebagai informasi, hingga kini ada 37 polder air yang tersebar di Kota Bekasi dengan daya tampung bervariasi.
Namun, pada awal 2020 dan 2021, banjir tetap menerjang banyak perumahan di Kota Bekasi dengan ketinggian maksimum 2-2,5 meter.
https://megapolitan.kompas.com/read/2021/02/22/18575021/wali-kota-sebut-tangkapan-air-buatan-satu-satunya-cara-atasi-banjir