Salin Artikel

Ini Alasan Dirut PD Sarana Jaya Dinonaktifkan usai Tersandung Kasus Korupsi

JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Utama Perumda Pembangunan Sarana Jaya berinisial YCP telah dinonaktifkan dari posisinya setelah tersandung kasus korupsi.

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) masih melakukan penyidikan dugaan korupsi pembelian tanah di beberapa untuk Program DP Rp 0 Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI oleh Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) DKI.

Nama YCP menjadi salah satu yang diduga terlibat dalam kasus korupsi tersebut.

Atas dasar tersebut, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan telah menonaktifkan YCP sebagai Dirut PD Sarana Jaya.

Menurut Plt Kepala BP BUMD Provinsi DKI Jakarta Riyadi, penonaktifan itu berdasarkan Keputusan Gubernur Nomor 212 Tahun 2021 tentang Penonaktifan Direktur Utama dan Pengangkatan Direktur Pengembangan Sebagai Pelaksana Tugas Direktur Utama Perumda Pembangunan Sarana Jaya.

"Pak Gubernur saat itu langsung mengambil keputusan untuk menonaktifkan yang bersangkutan. Atas kasus tersebut, Yoory akan mengikuti proses hukum dengan menganut asas praduga tak bersalah," ujar Riyadi dalam keterangan tertulis, Senin (8/3/2021).

Ditambahkan Riyadi, saat ini YCP hanya dinonaktifkan karena masih menunggu kepastian hukum.

"Ini kan keputusan hukumnya belum ada. Ini masih proses penyidikan," ujar Riyadi, dilansir dari Antara, Senin.

"Kalah belum diputus salah, masa ditindak? Kan belum. Jadi nanti nunggu ada kepastian hukum, makanya sifatnya nonaktif saja," jelasnya.

Posisi YCP selama dinonaktifkan akan diganti oleh Direktur Pengembangan Perumda Pembangunan Sarana Jaya Indra Sukmono Arharrys sebagai pelaksana tugas.

Indra akan mengemban tugas sebagai Plt Dirut Pembangunan Sarana Jaya paling lama tiga bulan terhitung setelah ditetapkan dengan opsi dapat diperpanjang.

YCP diketahui menjabat sebagai Dirut Perumda Pembangunan Sarana Jaya sejak 2016 setelah meniti karier di sana sejak 1991.

Belum ingin paparkan detail kasus korupsi

Sementara itu, Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri mengatakan, KPK tengah melakukan penyidikan setelah ditemukan adanya bukti permulaan yang cukup.

Bukti yang dimaksud adalah penggelembungan pembelian tanah seluas 41.921 meter persegi yang berada di kawasan Munjul, Keluruhan Pondok Ranggon, Cipayung ,Jakarta Timur, tahun 2019.

"Benar, setelah ditemukan adanya dua bukti permulaan yang cukup, saat ini KPK sedang melakukan kegiatan penyidikan dugaan tindak pidana korupsi terkait pengadaan tanah di Munjul, Kelurahan Pondok Rangon, Kecamatan Cipayung, Kota Jakarta Timur, Provinsi DKI Jakarta Tahun 2019," kata Ali kepada Kompas.com, Senin (8/3/2021).

Meski demikian, Ali belum bisa menyampaikan detail kasus tersebut.

"Saat ini tim penyidik KPK masih menyelesaikannya tugasnya lebih dahulu," ujar Ali.

Dia pun menegaskan bahwa pada waktunya, KPK pasti akan memberitahukan kepada masyarakat tentang konstruksi perkara, alat bukti, serta siapa saja pihak yang telah ditetapkan sebagai tersangka beserta pasal sangkaannya.

"Namun demikian, sebagai bentuk keterbukaan informasi, kami memastikan setiap perkembangan penanganan perkara ini akan kami sampaikan kepada masyarakat," ucap Ali.

https://megapolitan.kompas.com/read/2021/03/08/17400381/ini-alasan-dirut-pd-sarana-jaya-dinonaktifkan-usai-tersandung-kasus

Terkini Lainnya

Dukung Penertiban Jukir Liar, Pegawai Minimarket: Kadang Mereka Suka Resek!

Dukung Penertiban Jukir Liar, Pegawai Minimarket: Kadang Mereka Suka Resek!

Megapolitan
Diduga Mengantuk, Sopir Angkot di Bogor Tabrak Pengendara Sepeda Motor hingga Tewas

Diduga Mengantuk, Sopir Angkot di Bogor Tabrak Pengendara Sepeda Motor hingga Tewas

Megapolitan
Pengendara Motor Tewas Usai Ditabrak Angkot di Bogor

Pengendara Motor Tewas Usai Ditabrak Angkot di Bogor

Megapolitan
Soal Jakarta Tak Lagi Jadi Ibu Kota, Ahok : Harusnya Tidak Ada Pengangguran

Soal Jakarta Tak Lagi Jadi Ibu Kota, Ahok : Harusnya Tidak Ada Pengangguran

Megapolitan
Keterlibatan 3 Tersangka Baru Kasus Tewasnya Taruna STIP, dari Panggil Korban sampai 'Kompori' Tegar untuk Memukul

Keterlibatan 3 Tersangka Baru Kasus Tewasnya Taruna STIP, dari Panggil Korban sampai "Kompori" Tegar untuk Memukul

Megapolitan
Puncak Kasus DBD Terjadi April 2024, 57 Pasien Dirawat di RSUD Tamansari

Puncak Kasus DBD Terjadi April 2024, 57 Pasien Dirawat di RSUD Tamansari

Megapolitan
Ahok : Buat Tinggal di Jakarta, Gaji Ideal Warga Rp 5 Juta

Ahok : Buat Tinggal di Jakarta, Gaji Ideal Warga Rp 5 Juta

Megapolitan
Ahok: Saya Mendorong Siapa Pun yang Jadi Gubernur Jakarta Harus Serahkan Nomor HP Pribadi ke Warga

Ahok: Saya Mendorong Siapa Pun yang Jadi Gubernur Jakarta Harus Serahkan Nomor HP Pribadi ke Warga

Megapolitan
Susul PKS dan Golkar, Partai Nasdem Gabung Koalisi Usung Imam-Ririn di Pilkada Depok 2024

Susul PKS dan Golkar, Partai Nasdem Gabung Koalisi Usung Imam-Ririn di Pilkada Depok 2024

Megapolitan
Masih Ada 7 Anak Pasien DBD yang Dirawat di RSUD Tamansari

Masih Ada 7 Anak Pasien DBD yang Dirawat di RSUD Tamansari

Megapolitan
Viral Video Sekelompok Orang yang Diduga Gangster Serang Warga Bogor

Viral Video Sekelompok Orang yang Diduga Gangster Serang Warga Bogor

Megapolitan
PKS dan Golkar Berkoalisi, Dukung Imam Budi-Ririn Farabi Jadi Pasangan di Pilkada Depok

PKS dan Golkar Berkoalisi, Dukung Imam Budi-Ririn Farabi Jadi Pasangan di Pilkada Depok

Megapolitan
Cerita Pinta, Bangun Rumah Singgah demi Selamatkan Ratusan Anak Pejuang Kanker

Cerita Pinta, Bangun Rumah Singgah demi Selamatkan Ratusan Anak Pejuang Kanker

Megapolitan
Soal Jakarta Tak Lagi Jadi Ibu Kota, Ahok: Jangan Hanya Jadi Kota Besar, tapi Penduduknya Tidak Kenyang

Soal Jakarta Tak Lagi Jadi Ibu Kota, Ahok: Jangan Hanya Jadi Kota Besar, tapi Penduduknya Tidak Kenyang

Megapolitan
Jukir Minimarket: Kalau Dikasih Pekerjaan, Penginnya Gaji Setara UMR Jakarta

Jukir Minimarket: Kalau Dikasih Pekerjaan, Penginnya Gaji Setara UMR Jakarta

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke