Salin Artikel

Sejarah Hari Ini: 9 Maret 1978, Peresmian Jagorawi Sebagai Jalan Tol Pertama di Indonesia

JAKARTA, KOMPAS.com - Tepat pada hari ini pada 1978 atau 43 tahun yang lalu, Tol Jagorawi diresmikan sehingga menjadi tonggak dalam sejarah pembangunan jalan tol di Indonesia.

Diresmikan oleh Presiden Soeharto pada 9 Maret 1978, Tol Jagorawi menjadi jalan bebas hambatan pertama di Indonesia.

"Jalan Tol Jagorawi merupakan jalan terbaik yang kita miliki," kata Soeharto saat meresmikan tol tersebut di kawasan Pondok Gede, Jakarta Timur, dilansir dari soeharto.co.

Nama tol itu merupakan akronim dari area yang dihubungkan jalan tersebut, yakni Jakarta-Bogor-Ciawi. Saat itu, tol ini memiliki panjang 59 kilometer.

Wacana yang sempat ditolak

Dilansir dari Historia, ide jalan tol pertama kali dicetuskan oleh Wali Kota (sekarang disebut Gubernur) Jakarta saat itu, Sudiro, pada 1955.

Sudiro memimpin Kotapraja Jakarta pada 1953-1960.

Usulan Sudiro kala itu adalah jalan berbayar yang kelak dapat membantu pemerintah Kotapraja Jakarta mendapatkan dana tambahan untuk pembangunan.

“Pemerintah Daerah Kota Praja Jakarta Raya berusaha keras, karena pengeluarannya terus meningkat, padahal subsidi dari pemerintah pusat tetap terbatas,” begitu catatan Soebagijo IN dalam buku Sudiro Pejuang Tanpa Henti.

Bersama Badan Pemerintah Harian Kotapraja Jakarta, Sudiro secara resmi mengajukan usulan itu ke Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Sementara (DPRDS).

Ide itu mencuat berbarengan dengan pembangunan jalan raya yang sekarang dikenal sebagai Jalan Sudirman-MH Thamrin, dengan anggaran yang sangat besar.

Soebagijo mencatat, usulan Sudiro itu ditolak keras oleh DPRDS.

“Di jembatan panjang, pada ujung jalan MH Thamrin itulah, diusulkan untuk didirikan tempat guna pemungutan toll bagi tiap kendaraan bermotor yang lewat di situ. Usul ini ditentang keras oleh DPRDS,” papar Soebagijo.

Alasan penolakan tersebut, lanjut Soebagijo, adalah jalan tol dinilai akan mengganggu menghambat lalu lintas.

Selain itu, penarikan tarif tol dianggap kuno karena pemungutan uang untuk penggunaan jalan sudah diterapkan pada zaman kolonial Belanda.

Gara-gara macet dan bantuan dari asing

Ide Sudiro itu kembali bergaung masih di era pemerintahan Presiden Soekarno, tepatnya di awal 1966. Namun, kembali, usulan menguap begitu saja.

Empat tahun kemudian, berdasarkan catatan Harian Kompas edisi 5 Maret 2018, Menteri Pekerjaan Umum (PU) dan Tenaga Listrik Sutami mengusulkan ide yang sama ke Presiden Suharto.

Sutami meminta agar pemerintah membangun jalan bypass Jakarta-Bogor karena kemacetan yang terasa seiring bertambahnya jumlah kendaraan.

Kala itu, tercatat ada 220.000 kendaraan yang lalu lalang melintasi jalan raya Jakarta.

Selain itu, sekitar 9.000 kendaraan melintasi jalan penghubung Jakarta-Bogor per harinya.

Gagasan itu lantas mulai dipikirkan, termasuk soal biaya.

Mengingat jalan tol itu diharapkan bisa menopang angkutan barang dan orang dalam jumlah besar serta dalam kecepatan tinggi, pembangunannya diperkirakan butuh biaya Rp 7,6 miliar.

Dalam buku Sang Pelopor Jalan Tol: 40 Tahun Jasa Marga, rencana pembangunan tol itu bersamaan dengan wacana dibangunnya pabrik semen berkapasitas 1,2 juta ton per tahun di Cibinong, Bogor.

Pembangunan pabrik itu didanai penanam modal dari Amerika Serikat, Kaiser Cement.

Lantaran lokasi pabrik jauh dari jalan arteri, mereka meminta Pemerintah Indonesia menyediakan akses yang memadai untuk menyalurkan prodeksi.

Sehingga, perwakilan Kaiser Cement, Nick P Petroff, membantu pemerintah untuk melobi Pemerintah AS demi mendapatkan dana pinjaman.

Pinjaman pun diberikan melalui Badan untuk Pembangunan Internasional Amerika Serikat (USAID) sebesar 28,6 juta dolar AS dengan masa pengembalian 30 tahun dan bunga 3 persen.

Harian Kompas edisi 28 Desember 1973, menulis, Pemerintah Indonesia menganggarkan 10,3 juta dolar AS (30 persen) dan 22,8 juta dolar (70 persen) dari AS untuk pembangunan tol Jagorawi.

Anggaran pemerintah dan pinjaman luar negeri itu diserahkan kepada PT Jasa Marga sebagai penyertaan modal.

Kontroversi

Akhirnya, pada 1974, pembangunan jalan tol Jagorawi pun dimulai. Pemerintah menunjuk kontraktor asing, Hyundai Construction Co dari Korea Selatan, dengan konsultan supervisi Ammann-Whitney & Trans Asia Engineering Associates Inc dari AS.

Penggunaan kontraktor asing itu sempat menuai kontroversi. Sejumlah pihak mengkritik karena pemerintah dianggap mengesampingkan peran anak bangsa.

Salah satunya adalah Prof. Dr. Ir. Rooseno Soerjohadikoesoemo yang pernah menjadi Menteri PU dan Menteri Perhubungan era pemerintahan Soekarno.

Mengutip laman Gabungan Perusahaan Kontraktor Nasional (Gabpeknas), Rooseno kecewa karena menurutnya masih banyak insinyur di dalam negeri yang mampu mengerjakan pembangunan Tol Jagorawi.

Meski begitu, Soeharto menekankan bahwa banyak orang Indonesia juga terlibat dalam pembangunan tol itu.

"Walaupun kontraktornya dari luar negeri, namun tidak sedikit pula pikiran dan tenaga kita yang ikut serta menyelesaikan jalan yang istimewa itu," tutur Soeharto.

Pada 9 Maret 1978, ruas jalan Jakarta (Cawang)-Cibinong sepanjang 27 km diresmikan Presiden Soeharto sebagai jalan tol pertama di Indonesia.

Setahun kemudian, ruas Cibinong-Bogor dan Bogor-Ciawi pun diresmikan Soeharto.
Untuk pelaksanaan operasional tol tersebut dibentuklah PT Jasa Marga (Persero) Cabang Jagorawi.

Pada akhirnya, Tol Jagorawi yang berawal dari 59 kilometer, kini panjang jalan tol telah menjadi ribuan kilometer. Sebab, jalan tol berkembang menjadi salah satu urat nadi perekonomian Indonesia.

https://megapolitan.kompas.com/read/2021/03/09/05400021/sejarah-hari-ini--9-maret-1978-peresmian-jagorawi-sebagai-jalan-tol

Terkini Lainnya

Usul Heru Budi Bangun “Jogging Track” di RTH Tubagus Angke Dinilai Tak Tepat dan Buang Anggaran

Usul Heru Budi Bangun “Jogging Track” di RTH Tubagus Angke Dinilai Tak Tepat dan Buang Anggaran

Megapolitan
Polisi Sebut Pembunuh Wanita Dalam Koper Tak Berniat Ambil Uang Kantor yang Dibawa Korban

Polisi Sebut Pembunuh Wanita Dalam Koper Tak Berniat Ambil Uang Kantor yang Dibawa Korban

Megapolitan
Ketimbang “Jogging Track”, RTH Tubagus Angka Diusulkan Jadi Taman Bermain Anak untuk Cegah Prostitusi

Ketimbang “Jogging Track”, RTH Tubagus Angka Diusulkan Jadi Taman Bermain Anak untuk Cegah Prostitusi

Megapolitan
Mahasiswa STIP Tewas Dianiaya Senior, Keluarga Minta Keadilan dan Tanggung Jawab Sekolah

Mahasiswa STIP Tewas Dianiaya Senior, Keluarga Minta Keadilan dan Tanggung Jawab Sekolah

Megapolitan
Mahasiswa STIP Tewas Diduga Dianiaya Senior, Keluarga Temukan Banyak Luka Lebam

Mahasiswa STIP Tewas Diduga Dianiaya Senior, Keluarga Temukan Banyak Luka Lebam

Megapolitan
Taruna STIP Tewas Dianiaya Senior, Keluarga Sebut Korban Tak Punya Musuh

Taruna STIP Tewas Dianiaya Senior, Keluarga Sebut Korban Tak Punya Musuh

Megapolitan
Otopsi Selesai, Jenazah Taruna STIP yang Tewas Dianiaya Senior Akan Diterbangkan ke Bali Besok

Otopsi Selesai, Jenazah Taruna STIP yang Tewas Dianiaya Senior Akan Diterbangkan ke Bali Besok

Megapolitan
Jadi Tempat Prostitusi, RTH Tubagus Angke Diusulkan untuk Ditutup Sementara dan Ditata Ulang

Jadi Tempat Prostitusi, RTH Tubagus Angke Diusulkan untuk Ditutup Sementara dan Ditata Ulang

Megapolitan
Heru Budi Diminta Tegur Wali Kota hingga Lurah karena RTH Tubagus Angke Jadi Tempat Prostitusi

Heru Budi Diminta Tegur Wali Kota hingga Lurah karena RTH Tubagus Angke Jadi Tempat Prostitusi

Megapolitan
Keberatan Ditertibkan, Juru Parkir Minimarket: Cari Kerjaan Kan Susah...

Keberatan Ditertibkan, Juru Parkir Minimarket: Cari Kerjaan Kan Susah...

Megapolitan
BPSDMP Kemenhub Bentuk Tim Investigasi Usut Kasus Tewasnya Taruna STIP

BPSDMP Kemenhub Bentuk Tim Investigasi Usut Kasus Tewasnya Taruna STIP

Megapolitan
Status Taruna STIP yang Aniaya Junior Bakal Dicopot

Status Taruna STIP yang Aniaya Junior Bakal Dicopot

Megapolitan
Duka pada Hari Pendidikan, Taruna STIP Tewas Dianiaya Senior

Duka pada Hari Pendidikan, Taruna STIP Tewas Dianiaya Senior

Megapolitan
Mahasiswanya Tewas Dianiaya Senior, Ketua STIP: Tak Ada Perpeloncoan, Murni Antarpribadi

Mahasiswanya Tewas Dianiaya Senior, Ketua STIP: Tak Ada Perpeloncoan, Murni Antarpribadi

Megapolitan
Fakta-fakta Kasus Pembunuhan Mayat Dalam Koper di Cikarang

Fakta-fakta Kasus Pembunuhan Mayat Dalam Koper di Cikarang

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke