Salin Artikel

Cara Rezim Soeharto Meredam Gelombang Protes atas Pembangunan TMII

JAKARTA, KOMPAS.com - Pembangunan Taman Mini Indonesia Indah (TMII), yang kini menjadi salah satu obyek wisata favorit Ibu Kota, ternyata dulu sempat mendapat penolakan dari kalangan mahasiswa dan intelektual.

Ini terjadi lantaran proyek yang digagas oleh istri Presiden Soeharto, Tien Soeharto, pada 1971 itu dinilai hanya menghambur-hamburkan uang semata, dilansir dari historia.id.

"Sama sekali tak bisa dikatakan bahwa proyek MII memang menduduki tempat teratas dalam skala prioritas pembangunan sehingga begitu urgen untuk diwujudkan sekarang juga,” catat Mahasiswa Indonesia, 9 Januari 1972.

MII atau Miniatur Indonesia Indah adalah nama yang dulu disematkan pada TMII. Pembangunan MII diproyeksikan akan memakan dana hingga Rp 10,5 miliar.

Kelompok mahasiswa di berbagai daerah kemudian melancarkan beragam aksi protes menentang pembangunan MII.

Salah satu kelompok tersebut, yakni Gerakan Penyelamat Uang Rakyat menyambangi sekretariat Yayasan Harapan Kita (YHK) dan membentangkan spanduk “Sekretariat Pemborosan Uang Negara” pada 23 Desember 1971.

YKH sendiri didirikan oleh Tien Soeharto pada 1968. Yayasan ini berperan dalam pembangunan berbagai sarana kesehatan, pendidikan, dan kebudayaan di Indonesia.

Penyerangan mahasiswa oleh kelompok bersenjata

Tak lama setelah aksi bentang spanduk, sekelompok orang sekonyong-konyong muncul membawa senjata tajam dan menyerang anggota Gerakan Penyelamat Uang Rakyat.

Satu orang anggota Gerakan Penyelamat Uang Rakyat lunglai terkena bacokan.

Kemudian, suara tembakan terdengar. Kaca sekretariat YHK pecah dan seorang lagi anggota Gerakan Penyelamat Uang Rakyat roboh. Peluru bersarang di pahanya.

Penyerangan terhadap anggota Gerakan Penyelamat Uang Rakyat tersebut lantas menambah gelombang protes mahasiswa terhadap rencana pembangunan MII.

Antara lain dari organisasi Perhimpunan Mahasiswa Katolik Indonesia, Himpunan Mahasiswa Islam, Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia, dan Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia.

Empat organisasi mahasiswa tersebut turun ke jalan, menuntut polisi mengusut penyerangan terhadap anggota Gerakan Penyelamat Uang Rakyat, dan meminta pemerintah menimbang ulang proyek MII.

Sekelompok mahasiswa Universitas Indonesia turut menyatakan simpatinya atas kasus penyerangan terhadap anggota Gerakan Penyelamat Uang Rakyat.

Mereka bergerak ke kediaman Tien dan Presiden Soeharto di Jalan Cendana, Jakarta, pada 27 Desember 1971.

Mahasiswa ingin berdialog dengan Tien dan Presiden mengenai rencana pembangunan MII, tetapi keinginan mereka tak terwujud.

Ancaman Soeharto

Memasuki tahun 1972, gerakan-gerakan menentang pembangunan MII kian gencar.

Pendukung gerakan ini pun semakin masif. Kalangan seniman dan intelektual seperti W.S. Rendra, Arief Budiman, H.J.C. Princen (Poncke), dan Mocthar Lubis ikut tergabung dalam aksi protes.

“Taufan protes-protes terhadap proyek mini Indonesia telah berhembus ke segenap penjuru tanah air kita,” tulis Mochtar Lubis di Indonesia Raya, 13 Januari 1972, termuat dalam Tajuk-Tajuk Mocthar Lubis Seri 1.

Aksi-aksi jalanan dan diskusi gerakan penentang MII mulai dapat tanggapan dari presiden, yang menilai aksi protes tersebut tidak substansial, agresif, dan keluar batas.

Soeharto juga menduga ada "Mister X" yang menunggangi protes tersebut dan punya tujuan lain di baliknya.

“Saya tahu bahwa ada kelompok tertentu yang ingin menjadikan proyek yang kami cita-citakan itu sebagai satu issue politik. Mereka mencari kesempatan untuk bisa mengganggu kestabilan nasional,” kata Soeharto pada 6 Januari 1972, dalam Soeharto: Pikiran, Ucapan, dan Tindakan Saya.

Soeharto memperingatkan gerakan penentang MII agar tidak berperilaku di luar batas.

Dia mengancam akan menghantam gerakan itu jika berniat menggulingkan kekuasaannya.

“Yang memakan kedok demokrasi secara berlebih-lebihan akan ditindak. Kalau ada ahli hukum yang mengatakan tidak ada landasan hukum, demi kepentingan negara dan bangsa, saya akan gunakan Supersemar,” kata Soeharto dikutip Mahasiswa Indonesia, 9 Januari 1972.

Tentara bertindak

Ancaman Soeharto kemudian menjadi nyata pada 17 Januari 1972.
Letjen TNI Soemitro, Wakil Panglima Komando Operasi Pemulihan Keamanan dan Ketertiban (Wapangkopkamtib), melarang semua aktivitas gerakan anti-MII.

Petugas juga menahan beberapa tokoh penentang MII seperti Arief Budiman dan Poncke.

“Kenapa dilarang, alasannya adalah karena katanya mereka-mereka itu dengan nyata telah melakukan kegiatan-kegiatan yang dinilai sebagai ancaman serius bagi keamanan dan ketertiban umum, demokrasi menurut UUD '45 serta wibawa pemerintah dan stabilitas pemerintah,” tulis Mahasiswa Indonesia, 23 Januari 1972.

Lampu hijau dari Parlemen

Pelarangan terhadap aktivitas gerakan penentang MII mengalihkan saluran protes ke Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).

Anggota gerakan penentang MII meminta anggota parlemen membahas rencana pembangunan MII.

Rapat pun digelar dengan menghadirkan tokoh-tokoh penentang MII, perwakilan pemerintah dan YHK. Mereka duduk bersama membahas sisi positif dan negatif pembangunan MII selama Maret 1972.

Rapat pembahasan itu berkeputusan bahwa YHK boleh melanjutkan pembangunan MII.

DPR meminta pemerintah membentuk badan pengawas untuk mengawasi aliran dana dan pembangunan MII.

Di dalamnya termasuk tokoh budayawan dan intelektual. Sejak itulah suara protes terhadap MII menjadi senyap.

Batu pertama pembangunan MII diletakkan pada 30 Juni 1972. Dan pada 20 April 1975, MII resmi dibuka dengan nama Taman Mini Indonesia Indah. (Historia.id/ Hendaru Tri Hanggoro)

Artikel di atas telah terbit di Historia.id dengan judul "Gerakan Menentang Pembangunan TMII"

https://megapolitan.kompas.com/read/2021/04/08/16043371/cara-rezim-soeharto-meredam-gelombang-protes-atas-pembangunan-tmii

Terkini Lainnya

Kasus Kecelakaan HR-V Tabrak Bus Kuning UI Diselesaikan Secara Kekeluargaan

Kasus Kecelakaan HR-V Tabrak Bus Kuning UI Diselesaikan Secara Kekeluargaan

Megapolitan
Taruna STIP Dipukul Senior hingga Tewas, Kemenhub Bentuk Tim Investigasi

Taruna STIP Dipukul Senior hingga Tewas, Kemenhub Bentuk Tim Investigasi

Megapolitan
Dedie Rachim Ikut Penjaringan Cawalkot Bogor ke Beberapa Partai, PAN: Agar Tidak Terkesan Sombong

Dedie Rachim Ikut Penjaringan Cawalkot Bogor ke Beberapa Partai, PAN: Agar Tidak Terkesan Sombong

Megapolitan
Kebakaran Landa Ruko Tiga Lantai di Kebon Jeruk, Petugas Masih Padamkan Api

Kebakaran Landa Ruko Tiga Lantai di Kebon Jeruk, Petugas Masih Padamkan Api

Megapolitan
Kronologi Penganiayaan Taruna STIP hingga Tewas, Pukulan Fatal oleh Senior dan Pertolongan yang Keliru

Kronologi Penganiayaan Taruna STIP hingga Tewas, Pukulan Fatal oleh Senior dan Pertolongan yang Keliru

Megapolitan
Dijenguk Adik di RSJ Bogor, Pengemis Rosmini Disebut Tenang dan Tak Banyak Bicara

Dijenguk Adik di RSJ Bogor, Pengemis Rosmini Disebut Tenang dan Tak Banyak Bicara

Megapolitan
Senior yang Aniaya Taruna STIP Panik saat Korban Tumbang, Polisi: Dia Berusaha Bantu, tapi Fatal

Senior yang Aniaya Taruna STIP Panik saat Korban Tumbang, Polisi: Dia Berusaha Bantu, tapi Fatal

Megapolitan
Pengemis yang Suka Marah-marah Dijenguk Adiknya di RSJ, Disebut Tenang saat Mengobrol

Pengemis yang Suka Marah-marah Dijenguk Adiknya di RSJ, Disebut Tenang saat Mengobrol

Megapolitan
BOY STORY Bawakan Lagu 'Dekat di Hati' Milik RAN dan Joget Pargoy

BOY STORY Bawakan Lagu "Dekat di Hati" Milik RAN dan Joget Pargoy

Megapolitan
Lepas Rindu 'My Day', DAY6 Bawakan 10 Lagu di Saranghaeyo Indonesia 2024

Lepas Rindu "My Day", DAY6 Bawakan 10 Lagu di Saranghaeyo Indonesia 2024

Megapolitan
Jelang Pilkada 2024, 8 Nama Daftar Jadi Calon Wali Kota Bogor Melalui PKB

Jelang Pilkada 2024, 8 Nama Daftar Jadi Calon Wali Kota Bogor Melalui PKB

Megapolitan
Satpol PP Minta Pihak Keluarga Jemput dan Rawat Ibu Pengemis Viral Usai Dirawat di RSJ

Satpol PP Minta Pihak Keluarga Jemput dan Rawat Ibu Pengemis Viral Usai Dirawat di RSJ

Megapolitan
Mulai Hari Ini, KPU DKI Jakarta Buka Pendaftaran Cagub Independen

Mulai Hari Ini, KPU DKI Jakarta Buka Pendaftaran Cagub Independen

Megapolitan
Kala Senioritas dan Arogansi Hilangkan Nyawa Taruna STIP...

Kala Senioritas dan Arogansi Hilangkan Nyawa Taruna STIP...

Megapolitan
[POPULER JABODETABEK] Kebengisan Pembunuh Wanita Dalam Koper | Kronologi Meninggalnya Siswa STIP yang Dianiaya Senior

[POPULER JABODETABEK] Kebengisan Pembunuh Wanita Dalam Koper | Kronologi Meninggalnya Siswa STIP yang Dianiaya Senior

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke