JAKARTA, KOMPAS.com - Nama Achmad Soebardjo kembali mencuat saat rumah miliknya di kawasan Cikini Raya, Jakarta Pusat, muncul di iklan penjualan rumah.
Rumah yang berdiri di atas tanah seluas hampir 3.000 meter persegi itu dibanderol dengan harga Rp 200 miliar.
Pemilik dari rumah itu bernama lengkap Raden Achmad Soebardjo Djojoadisoerjo. Ia merupakan Menteri Luar Negeri Republik Indonesia yang pertama.
Lebih dari itu, Achmad Soebardjo, yang lahir di Karawang, Jawa Barat, pada 23 Maret 1896, merupakan salah satu pendiri bangsa.
Ia terlibat dalam penyusunan naskah proklamasi bersama Soekarno dan Mohammad Hatta.
Tugas berat menjadi Menlu pertama
Pasca menyatakan diri merdeka pada 17 Agustus 1945, Indonesia segera memilih orang-orang untuk menjalankan tugas pemerintahan.
Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) mengadakan rapat di Pejambon, Jakarta Pusat. Hasilnya, Soekarno dan Mohammad Hatta ditunjuk sebagai presiden dan wakil presiden.
Untuk menjalankan republik, Kabinet Soekarno-Hatta dilengkapi sepuluh departemen dan enam menteri negara. Tugas mereka adalah memastikan seluruh elemen negara berjalan baik.
Dicatat Mohammad Hatta dalam Untuk Negeriku: Sebuah Otobiografi, semua posisi menteri diisi oleh tokoh-tokoh yang ahli dibidangnya.
Salah satunya adalah Achmad Soebardjo yang menduduki kursi departemen luar negeri (deplu), seperti dilansir Historia.id.
Ternyata bukan perkara mudah untuk menjalankan tugas menteri di negara yang baru terbentuk.
Di dalam otobiografinya, Soebardjo menceritakan bagaimana dia menghadapi kesukaran memenuhi kewajiban di departemen yang dipimpinnya.
Terutama saat harus menghadapi kenyataan bahwa ia belum memiliki kantor beserta alat-alat penunjang tugas. Bahkan pegawai pun tidak ada. Soebardjo benar-benar memulainya dari nol.
Mencari pegawai dengan memasang iklan
Achmad Soebardjo memulai tugasnya dengan memasang iklan di Asia Raya untuk mencari pegawai.
Dia memasang iklan: “Siapakah yang ingin menjadi pegawai Departemen Luar Negeri?”.
Rupanya hanya dalam beberapa hari, ia langsung mendapat 10 orang pelamar. Seluruhnya diterima bekerja.
Lima orang dipekerjakan sebagai sekretaris, lima lainnya diberi tugas mengatur administrasi.
Selesai dengan soal kepegawaian, Soebardjo segera mencari tempat untuk dijadikan kantor. Dia memakai sebuah rumah di Cikini Raya untuk menjadi kantor sementara.
Rumah itulah yang saat ini dijual oleh ahli waris Soebardjo.
Bagi Soebardjo, keberadaan departemen luar negeri sangat penting dan merupakan sebuah hal yang mendesak.
Kekalahan Jepang bisa menjadi gerbang masuknya kembali Belanda ke Indonesia. Penting untuk tidak lengah dalam situasi tersebut.
Melalui departemen luar negeri, kata Soebardjo dalam Kesadaran Nasional: Sebuah Otobiografi, bangsa ini harus bergerak cepat masuk ke lingkaran politik internasional.
Penting untuk mencari sebanyak-banyaknya negara yang bersedia membantu memberi kemerdekaan sesungguhnya bagi Indonesia.
Indonesia yang belum memiliki perwakilan di luar negeri harus memanfaatkan koneksi tokoh-tokoh mereka dengan tokoh penting di negara lain.
Untuk tugas administrasi, departemen luar negerilah yang mempersiapkannya.
“Segera setelah Departemen Luar Negeri mulai menunaikan kewajibannya, kami menghadapi soal-soal yang memerlukan penyelesaian dengan cepat dan tepat. Hal demikian membawa kami ke dalam keadaan di mana kami memecahkan soal demi soal asal saja dapat diselesaikan. Tapi kita tidak melupakan dasar dan tujuan revolusi kita,” ungkap Soebardjo.
(Historia.id/ M. Fazil Pamungkas)
Tulisan ini telah terbit di Historia.id dengan judul "Tugas Berat Ahmad Subardjo".
https://megapolitan.kompas.com/read/2021/04/14/08281241/cerita-achmad-soebardjo-mencari-pegawai-pertama-deplu-dengan-memasang