Warga setempat sepakat meminta Pemda DKI Jakarta untuk membongkar jembatan tersebut.
"Memang di sini sering banget digunakan sebagai akses tawuran. Jadi lewatnya di sini kalau mereka tawuran. Apalagi di sini sepi enggak ada yang jaga,” kata Husnan, Ketua Rukun Warga 06 Kelurahan Kampung Rawa, Johar Baru, Kamis (15/4/2021).
Jembatan tersebut dibangun di atas Kali Sentiong untuk menghubungkan wilayah pemukiman di Kelurahan Kampung Rawa dan pemukiman di Kelurahan Tanah Tinggi.
Namun, Husnan menyebut, warga jarang memanfaatkan fasilitas tersebut karena sudah ada jembatan lain. Jembatan ini pun akhirnya kerap digunakan pemuda untuk akses tawuran.
“Memang yang JPO ini enggak ada yang jaga. Terus minim penerangan. Kalau JPO yang lain itu banyak warga yang jaga dan ada ada posnya, jadi bisa diminimalisasi dan diansitisipasi bila ada indikasi tawuran,” kata Husnan.
Menurut Husnan, warga sudah resah dengan ulah kelompok pemuda yang selalu terlibat tawuran. Untuk itu, warga meminta Pemkot Jakarta Pusat membongkar jembatan itu.
Ia menyebut, permintaan pembongkaran terhadap jembatan tersebut sudah disepakati oleh pengurus dari tiga RW. Namun, ia menyayangkan sampai saat ini belum ada tindak lanjut dari Pemkot.
"Dulu di sini pernah ditembok warga, tapi justru dirobohkan oleh para pemuda yang suka tawuran. Desakan pembongkaran JPO ini sudah diusulkan sejak Wali Kota Jakarta Pusat dijabat Bayu Meghantara,” katanya.
Anggota Forum Kewaspadaan Dini Masyakarat (FKDM) Kampung Rawa, Dwinanto, juga berharap pemerintah segera membongkar JPO yang selama ini dijadikan akses tawuran itu.
“Kalau dibongkar ya minimal bisa mengurangi tawuran. Di bulan puasa ini intensitas tawuran cukup meningkat,” kata Dwinanto.
Terkendala prosedur
Meski demikian, harapan warga agar jembatan itu dibongkar belum bisa terwujud dalam waktu dekat karena ada prosedur panjang yang harus dilalui.
Kepala Seksi Jembatan dan Jalan Suku Dinas Bina Marga Jakarta Pusat Yudha Catur Suhartanto menegaskan, pembongkaran jembatan itu tak bisa langsung dilakukan dengan mudah.
"Pembongkaran JPO itu tidak mudah. Karena harus dilakukan penghapusan aset dulu baru bisa dibongkar," ucap Yudha saat dihubungi, Kamis (15/4/2021).
Untuk penghapusan aset, ada prosedur panjang. Sudin Bina Marga Jakarta Pusat harus bersurat terlebih dulu ke Suku Badan Pengelolaan Aset Jakarta Pusat.
"Sejak Maret 2021 sudah dikirim suratnya tapi belum ada jawaban ke depannya," kata Yudha.
Plt Kepala Suku Badan Pengelolaan Aset Jakarta Pusat, Gigih, mengatakan, pihaknya sudah menerima surat permohonan penghapusan aset itu. Pihaknya pun segera menindaklanjuti surat itu dengan memanggil warga yang mengusulkan penghapusan aset.
"Kami akan memanggil semua pihak yang mengajukan penghapusan aset JPO Kali Sentiong," ujar Gigih.
Menurut Gigih, pihaknya akan mengkaji dan memperdalam lagi terkait alasan warga meminta pembongkaran JPO itu. Setelah itu, pihaknya akan meneruskan permintaan penghapusan aset ini kepada Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan.
Setelah Gubernur DKI Jakarta menerbitkan izin penghapusan aset, maka akan digelar tahapan lelang melalui Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL).
"Proses penghapusan aset rampung hingga proses lelang diperkirakan memakan waktu paling cepat 3 hingga 4 bulan ke depan," ujarnya.
Bahkan prosesnya bisa lebih lama jika lelang tahap pertama tidak ada yang ditetapkan sebagai pemenang. Sebab, harus dilakukan lelang ulang.
Tawuran di Johar Baru
Camat Johar Baru Nurhelmi Savitri mengakui bahwa tawuran antar pemuda kerap terjadi di wilayahnya sejak dulu. Namun ia sendiri mengaku tidak pernah tahu apa yang menjadi penyebab dari aksi tawuran tersebut.
"Kalau ditanya penyebabnya, dari dulu sampai sekarang enggak ada penyebabnya. Penyebabnya lagi pengen tawuran aja kali," kata Nurhelmi.
Terakhir, aksi tawuran terjadi pada Minggu (4/4/2021). Aksi tawuran terjadi di dua lokasi, yakni di Jalan Pulo Gundul dan di Jalan Bala Dewa. Aksi kedua tawuran dapat diredam dengan gas air mata dari petugas kepolisian. Namun, para pemuda yang terlibat tawuran itu langsung kabur dan tak diproses lebih lanjut oleh pihak kepolisian.
"Durasi tawuran enggak lama, paling 5-10 menit selesai. Lalu polisi datang pakai gas air mata. Jadi enggak kayak di tempat lain yang lama. Kita mah sebentar," ujar Nurhelmi.
Meski demikian, Nurhelmi mengklaim intensitas tawuran di Johar Baru saat ini sudah jauh berkurang dibandingkan dulu. Menurut dia, penurunan mulai terjadi saat ia sudah menjabat sebagai camat pada Februari 2019.
"Jelas menurun. Dulu waktu saya lurah sehari bisa lima kali. Sekarang sebulan 3 kali paling tawurannya," ujar dia.
Nurhelmi menyebut turunnya intensitas tawuran karena kesadaran masyarakat yang sudah mulai membaik. Jajaran Kecamatan, TNI dan Kepolisian juga berupaya mengandeng para tokoh agama dan tokoh masyarakat setempat.
https://megapolitan.kompas.com/read/2021/04/16/06025871/jembatan-yang-jadi-akses-pemuda-tawuran-di-johar-baru