JAKARTA, KOMPAS.com - Sejak dibangun oleh kolonial Belanda di tahun 1730-an, Pasar Tanah Abang sudah menjadi daya tarik bagi berbagai kelompok jagoan, atau sering disebut preman.
Berkumpulnya ratusan bahkan ribuan pedagang di pasar tekstil terbesar se-Asia Tenggara ini membuat pemerintah "angkat tangan" dalam mengelola kebersihan, kerapian, dan keamanan pasar.
Di situ lah celah bagi para jago untuk masuk dan "menata" pasar. Mereka memperoleh banyak uang atas jasa keamanan, parkir, dan kebersihan dari para pedagang.
Kelompok preman dari berbagai etnis dan wilayah pun mulai memperebutkan kekuasaan atas Tanah Abang.
Di antara kelompok yang tersohor adalah kelompok Timor Timur yang dipimpin oleh Rozario Marshall atau Hercules.
Kelompok ini berkuasa cukup lama di Tanah Abang sebelum akhirnya kekuasaan mereka direbut oleh kelompok Betawi yang dipimpin Muhammad Yusuf Muhi alias Ucu Kambing pada medio akhir 1990an.
BBC.com menyebut bentrokan yang terjadi antara 'penguasa jalanan' itu sebagai perebutan kekuasaan paling brutal dan begitu keras.
'Restu' dari otoritas
Keberadaan preman di Pasar Tanah Abang bisa dibilang telah melalui restu dari otoritas daerah.
Catatan Historia.id, pemerintah yang mulai kehilangan kendali atas keamanan pasar yang mulai ramai di tahun 1970-an menyerahkan urusan tersebut kepada salah satu jago tersohor, Haji Bidun.
Kehadiran pemerintah di Pasar Tanah Abang menjadi sebatas pengatur. Keamanan berada di tangan para jago.
Namun, jago yang semestinya menjaga keamanan pasar lama-kelamaan menimbulkan keresahan karena memeras pedagang. Mereka pun tumbuh menjadi 'penguasa jalanan' yang ditakuti, seperti kelompok Hercules.
Saat krisis ekonomi terjadi di akhir 1990an, kebencian terhadap pemerasan oleh "orang luar" muncul.
Kelompok asli Jakarta yang dipimpin Ucu Kambing memiliki keberanian dan kekuatan mengusir Hercules yang sudah malang melintang di Tanah Abang.
Menurut BBC.com, kelompok Ucu mendapat restu dari pemerintah kota saat itu yang dipimpin Gubernur Sutiyoso. Dalam gerakan anti-premannya, Sutiyoso kerap menggunakan istilah 'pribumi versus lainnya'.
Guru Besar Kriminologi Universitas Indonesia, Adrianus Meliala, mengungkapkan dalam konteks Tanah Abang, premanisme sudah mendarah daging di semua sendi kehidupan pasar.
Menggunakan cara-cara yang bersifat semi illegal dianggap sebagai hal yang benar dan sah, imbuhnya.
"Di sana seakan-akan berlaku hukum yang lain. Contoh misalnya ketika pedagang-pedagang di blok tidak merasa didatangi pembeli, lalu mereka merasa dengan seenaknya keluar dan mulai berjualan di pinggir jalan. Itu kan sebetulnya cikal bakal dari prilaku premanisme. Artinya, menghalalkan segala cara untuk satu tujuan," jelasnya.
https://megapolitan.kompas.com/read/2021/05/04/05230171/dari-hercules-hingga-ucu-kambing-saat-tanah-abang-jadi-rebutan-kelompok