Di satu sisi, jalur sepeda permanen yang berbatas beton itu dinilai dapat membuat pesepeda merasa lebih aman dan nyaman.
Namun di sisi lain, pesepeda road bike enggan memakai jalur tersebut karena terlalu kecil.
Komunitas pesepeda road bike kerap kali menggunakan jalur kendaraan bermotor saat melintas di Jalan Sudirman-Thamrin.
Konflik antara pesepeda road bike dengan pengendara kendaraan bermotor akhirnya tak terhindarkan.
Polemik semakin besar setelah Pemprov DKI bersama Kepolisian memutuskan dua kebijakan yang memberi jalur eksklusif kepada pesepeda road bike.
Pertama, Pemprov DKI Jakarta menjadikan Jalan Layang Non-Tol (JLNT) Kampung Melayu-Tanah Abang dua arah sebagai lintasan road bike pada Sabtu dan Minggu pukul 05.00-08.00 WIB.
Kedua, Pemprov DKI mengizinkan pesepeda road bike melintasi jalur kendaraan bermotor di Jalan Sudirman-Thamrin pada Senin-Jumat pukul 05.00-06.30 WIB.
Kebijakan tersebut kemudian dikritik karena dianggap diskriminatif. Pemprov DKI dianggap memberi karpet merah hanya untuk pesepeda road bike.
Kapolri setuju dibongkar
Kontroversi terbaru soal jalur sepeda Sudirman-Thamrin kembali muncul dari pernyataan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo.
Listyo menyatakan setuju apabila jalur tersebut dibongkar sambil mencari solusi terbaik untuk mengatasi persoalan yang timbul akibat adanya jalur khusus itu.
"Prinsipnya, terkait dengan jalur sepeda, kami akan terus mencari formula yang pas, kami setuju untuk masalah (jalur) yang permanen itu nanti dibongkar saja," kata Listyo dalam rapat dengan Komisi III DPR, Rabu (16/6/2021) kemarin.
Ketua Umum PB Ikatan Sport Sepeda Indonesia (ISSI) ini menuturkan, untuk mencari solusi tersebut, Polri akan melakukan studi banding ke beberapa negara terdekat.
Ia menyebut ada beberapa hal yang harus dipertimbangkan antara lain pengaturan rute sepeda baik sepeda yang digunakan untuk bekerja atau berolahraga.
Kemudian, jam pemberlakuan jalur sepeda, pengaturan luas wilayah jalur sepeda, serta daerah-daerah mana saja yang menerapkan jalur sepeda.
"Ini akan kami koordinasikan dengan Kementerian Perhubungan, dengan Pemerintah Daerah DKI. Para kapolda di seluruh wilayah juga melakukan yang sama," kata Listyo.
Harapannya, keberadaan jalur sepeda nantinya tidak akan mengganggu kendaraan-kendaraan lain dan pengguna jalan lainnya.
"Sehingga kemudian jalur sepeda bagi masyarakat tetap ada, jamnya dibatasi, sehingga tidak mengganggu para pengguna atau moda-moda yang lain yang memanfaatkan jalur tersebut," kata dia.
Pernyataan Listyo tersebut merupakan respons atas usulan Wakil Ketua Komisi III DPR Ahmad Sahroni yang meminta agar jalur sepeda permanen dibongkar.
Sahroni berpendapat, jalur itu mesti dibongkar supaya dapat dilalui oleh semua pengguna jalan.
Sedangkan risiko yang dapat terjadi saat berkendara diserahkan ke masing-masing pengguna jalan.
"Mohon kiranya Pak Kapolri dengan jajarannya, terutama ada Korlantas di sini, untuk menyikapi jalur permanen dikaji ulang, bila perlu dibongkar dan semua pelaku jalan bisa menggunakan jalan tersebut. Bilamana ada risiko ditanggung masing-masing di jalan yang ada di Sudirman-Thamrin," kata Sahroni
Politikus Partai Nasdem itu beralasan, adanya jalur sepeda permanen dapat menciptakan diskriminasi antara pengguna sepeda road bike, sepeda lipat, maupun pengguna jalan lainnya.
"Jangan sampai ada isu tentang diskriminasi, baik sepeda road bike dan sepeda seli, sampai terjadi kemarin ada memecah belah perkataan yang tidak pantas disampaikan oleh salah satu komunitas," ujar Pembina komunitas ASC Cycling itu.
Sahroni khawatir, apabila jalur sepeda permanen dipertahankan, komunitas hobi lainnya juga akan meminta dibuatkan jalur khusus kepada pemerintah.
"Jangan sampai jalur permanen nanti semua pelaku hobi motor minta juga kepada pemerintah jalur motor khusus kayak Harley dan Superbike," ujar dia.
UU No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan sudah mengatur dalam Pasal 62 bahwa pemerintah harus memberikan kemudahan berlalu lintas bagi pesepeda.
Pesepeda berhak atas fasilitas pendukung keamanan, keselamatan, ketertiban, dan kelancaran dalam berlalu lintas.
Sementara dalam Pasal 122 UU LLAJ sudah mengatur bahwa pengendara kendaraan tidak bermotor dilarang menggunakan jalur kendaraan lain atau di luar jalur khusus yang sudah disiapkan.
Dengan demikian, pesepeda dilarang melaju di jalur kendaraan bermotor di Jalan Sudirman-Thamrin.
Mengacu UU LLAJ, jika pesepeda gowes di jalur kendaraan bermotor, maka dikenakan sanksi berdasarkan Pasal 229.
Sanksi tersebut berupa kurungan penjara 14 hari atau denda paling banyak Rp 100.000.
Jika jalur sepeda Sudirman-Thamrin dibongkar, maka aturan tersebut tidak berlaku. Pesepeda dapat bebas menggunakan jalur kendaraan bermotor.
Dikritik
Wacana membongkar jalur sepeda permanen itu menuai kritik dari sejumlah kalangan.
Pengamat transportasi dari Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Djoko Setijowarno mengatakan, jalur sepeda terproteksi justru sangat berguna bagi warga yang menggunakan sepeda sebagai alat transportasi.
"Dengan jalur sepeda yang terlindungi, akan menjamin keselamatan pesepeda," kata Djoko kepada Kompas.com.
Menurut Djoko, akan mubazir jika beton yang sudah dipasang di sepanjang jalur Sudirman-Thamrin dibongkar.
Ketimbang dibongkar, Djoko justru menyarankan agar jalur sepeda permanen ditambah.
"Sebenarnya bisa dipilih pembatas yang lebih murah, sehingga bisa dapatkan jalur terlindungi yang lebih panjang lagi," kata dia.
Sementara, pakar transportasi Darmaningtyas mengatakan, infrastruktur berupa jalur sepeda wajib dibangun di Jakarta jika mau mewujudkan kota layak huni.
Ia mengatakan, selama ini pesepeda dan pejalan kaki di Jakarta terkesan terpinggirkan.
Pemerintah semestinya membangun infrastruktur yang layak bagi pesepeda dan pejalan kaki.
"Jakarta memerlukan jalur sepeda kalau mau menuju ke kota layak huni. Yang harus dikurangi untuk kota Jakarta adalah jalur kendaraan bermotor pribadi baik roda dua maupun roda empat," kata Darmaningtyas.
Ketua Tim Advokasi B2W Indonesia Fahmi Saimima mengatakan, bukanlah ranah kepolisian untuk memutuskan apakah jalur sepeda harus dibongkar atau tidak.
"Jalur sepeda ini bukan tupoksi Dewan maupun kepolisian untuk membuat keputusan. Jalur sepeda merupakan ranah milik Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dan Dinas Perhubungan," ujar Fahmi.
Fahmi menegaskan tugas kepolisian adalah sebagai penegak peraturan, salah satunya mendukung kebijakan Dinas Perhubungan.
Masih dievaluasi
Wakil Gubernur DKI Jakkarta Ahmad Riza Patria menyatakan, pihaknya belum mengeluarkan keputusan soal nasib jalur sepeda karena masih melakukan kajian.
"Terkait jalur sepeda semuanya masih dalam proses uji coba pengkajian, Pak Gubernur belum mengeluarkan keputusan," ucap Riza dikutip Tribun Jakarta, Rabu.
Nasib jalur sepeda permanen yang sudah menelan anggaran miliaran rupiah itu disebut masih dikaji agar tidak ada pengguna jalan yang merasa dirugikan.
Namun, Riza tidak secara spesifik menyebutkan rencana ke depan soal nasib jalur sepeda permanen itu.
"Prinsipnya Pemprov DKI akan memberikan pelayanan terbaik bagi semua pihak, bagi pesepeda road bike, non-road bike, pejalan kaki, pengguna sepeda motor, pengguna kendaraan pribadi, apalagi pengguna kendaraan umum," ujar politikus Gerindra itu.
https://megapolitan.kompas.com/read/2021/06/17/09580631/karpet-merah-untuk-road-bike-dan-keinginan-polri-bongkar-jalur-sepeda