Salin Artikel

Selidiki Dugaan Kartel, Polisi Cek Adanya Kesepakatan Harga Antarkrematorium

JAKARTA, KOMPAS.com - Polisi masih mendalami dugaan kerja sama antarkrematorium yang berada di sekitar wilayah Jakarta untuk menaikkan harga kremasi jenazah terkait Covid-19.

Pendalaman ini dilakukan setelah menyeruaknya isu kartel kremasi di Jakarta.

"Kita masih dalami apa benar atau tidak ada sangkut paut antar sesama krematorium atau sesama agen pelayan kematian, apakah ada kesepakatan untuk harga atau untuk membatasi slot kremasi," jelas Kanit Krimum Polres Jakarta Barat AKP Avrilendy kepada wartawan Jumat (30/7/2021).

Hingga kini, Avrilendy menjelaskan bahwa pihaknya telah memeriksa sedikitnya 10 saksi. Namun, hasil sementara, belum ditemukan kesepakatan antar sesama krematorium, rumah duka, maupun agen pelayan kematian.

Karena itu, polisi belum menemukan adanya kartel kremasi. Yang ada, kata Avrilendy, adalah makelar yang mengambil keuntungan masing-masing.

"Jadi yang ada makelar atau bisa dibilang calo. Tapi makelar ambil untung ini belum ada aturan pidana yang ngatur," jelas Avrilendy.

Sebelumnya, sebuah pesan berantai berjudul 'Diperas Kartel Kremasi' viral di media sosial.

Korban bernama Martin mengungkapkan lonjakan harga kremasi yang harus dikeluarkan di masa pandemi Covid-19 bisa mencapai Rp 80 juta.

Dalam pesan tersebut, Martin, warga Jakarta Barat, mengatakan bahwa ibunya meninggal dunia pada 12 Juli 2021. Dinas Pemakaman DKI Jakarta membantu mencarikan kremotrium untuk ibunya.

"Kemudian kita dihampiri orang yang mengaku Dinas Pemakaman menyampaikan bahwa paket kremasi Rp 48,8 juta, jenazah bisa segera dikremasi di Karawang, dan harus cepat karena RS lain juga ada yang mau ambil slot ini," tulis orang bernaama Martin dalam pesan tersebut.

Martin mengaku terkejut dengan biaya yang disebutkan petugas. Pasalnya, enam minggu sebelumnya, kakak Martin meninggal dunia dan dikremasi dengan biaya tak sampai Rp 10 juta. Dua minggu setelahnya, besan dari kakak Martin dan anak perempuannya juga meninggal dunia akibat Covid-19. Saat itu biaya yang dikeluarkan sebesar Rp 24 juta per orang.

"Bagaimana harga bisa meroket begini tinggi dalam waktu singkat?" kata Martin.

Martin mencoba menghubungi beberapa krematorium di wilayah Jabodetabek. Namun, sebagian besar tidak mengangkat telepon darinya. Sementara sebagian yang mengangkat telepon mengatakan krematorium sudah penuh.

Martin mencoba menghubungi pihak yang dulu mengurus kremasi kakaknya. Namun, pihak tersebut mengatakan biaya telah melonjak seperti yang dikatakan petugas yang mengaku dari Dinas Pemakaman.

"Kemudian dia juga tawarkan Rp 45 juta, jenazah juga bisa segera dikremasi tapi besok di Cirebon. Dari teman kami juga mendapat beberapa kontak yang biasa mengurus kremasi. Ternyata slot bisa dicarikan tapi ada harganya, bervariasi dari Rp 45 juta sampai Rp 55 juta," tutur Martin.

Sementara, pihak rumah sakit mendesak Martin dan keluarga untuk segera memindahkan jenazah. Lantaran terdesak, keluarga memilih untuk melakukan kremasi di Karawang, yakni krematorium yang ditawarkan oleh petugas yang mengaku dari Dinas Pemakaman.

Sayangnya, petugas mengatakan bahwa slot kremasi di Karawang sudah diambil orang lain. Namun, petugas mengatakan bahwa kawannya akan mencarikan tempat lain. Tak lama, petugas tersebut mengabarkan bahwa ia mendapat slot kremasi untuk lima hari ke depan, di krematorium pinggir kota dengan biaya Rp 65 juta.

"Segera kami mengerti bahwa kartel telah menguasai jasa mengkremasi sanak family korban C-19 dengan tarif 45 sd 65 juta," kata Martin.

Martin sekeluarga memutuskan untuk mengkremasi jenazah kakaknya di Cirebon, Jawa Barat. Keesokan harinya, Martin sekeluarga tiba di Cirebon sekitar pukul 09.30 WIB. Sementara, mobil jenazah ibu Martin sudah sampai pada pukul 07.00 WIB. Martin sekeluarga kemudian mengecek isi peti jenazah yang dibawa mobil tersebut.

"Ternyata di dalam mobil jenazah tersebut ada peti jenazah lain, rupanya satu mobil sekaligus angkut dua jenazah," kata Martin.

Sambil menunggu giliran kremasi, Martin berbincang dengan pengurus kremasi. Pihak pengurus kremasi mengatakan bahwa hanya ada satu harga kremasi, yakni Rp 2,5 juta.

Namun,biaya tambahan memang dikenakan ketika harus melakukan prosedur Covid-19. Pasalnya, harus ada pengadaan alat pelindung diri (APD), penyemprotan dan lain-lain. Tetapi, biaya tambahan hanya beberapa ratus ribu rupiah saja.

"Betapa nyamannya kartel ini 'merampok' keluarga yang berduka, karena biaya peti dan biaya mobil jenazah (satu mobil dua jenazah) harusnya tidak sampai Rp 10 juta," kata Martin.

Bersamaan dengan pesan berantai itu, beredar pula foto nota pembayaran pelayanan yang diterbitkan Rumah Duka Abadi dengan tagihan biaya kremasi sejumlah Rp 45 juta. Di foto tersebut, tertulis 'Kremasi di Karawang'.

Dalam nota yang beredar itu tertera total tagihan dari rumah duka sebesar sebesar Rp 80 juta. Rinciannya untuk peti jenazah Rp 25 juta, transportasi Rp 7,5 juta, kremasi Rp 45 juta, dan pemulasaraan Rp 2,5 juta.

Namun, pihak Rumah Duka Abadi  membantah telah menetapkan tarif kremasi jenazah sebesar Rp 45 juta. Rumah duka itu menyatakan tidak memiliki layanan kremasi jenazah.

"Bisnis kami itu ambulans, peti, dan rumah persemayaman. Tidak ada kremasi," kata Business Development Rumah Duka Abadi, Indra Paulus, Senin (19/7/2021).

Indra menyatakan benar bahwa nota itu dikeluarkan pihaknya. Namun, layanan kremasi jenazah dilakukan pihak ketiga, bukan oleh pihaknya. Pihaknya hanya membantu dalam menghubungkan pihak keluarga jenazah dengan krematorium.

https://megapolitan.kompas.com/read/2021/07/30/17031081/selidiki-dugaan-kartel-polisi-cek-adanya-kesepakatan-harga

Terkini Lainnya

Heru Budi Diminta Tegur Wali Kota hingga Lurah karena RTH Tubagus Angke jadi Tempat Prostitusi

Heru Budi Diminta Tegur Wali Kota hingga Lurah karena RTH Tubagus Angke jadi Tempat Prostitusi

Megapolitan
Keberatan Ditertibkan, Juru Parkir Minimarket: Cari Kerjaan Kan Susah...

Keberatan Ditertibkan, Juru Parkir Minimarket: Cari Kerjaan Kan Susah...

Megapolitan
BPSDMP Kemenhub Bentuk Tim Investigasi Usut Kasus Tewasnya Taruna STIP

BPSDMP Kemenhub Bentuk Tim Investigasi Usut Kasus Tewasnya Taruna STIP

Megapolitan
Status Taruna STIP yang Aniaya Junior Bakal Dicopot

Status Taruna STIP yang Aniaya Junior Bakal Dicopot

Megapolitan
Duka di Hari Pendidikan, Taruna STIP Tewas Dianiaya Senior

Duka di Hari Pendidikan, Taruna STIP Tewas Dianiaya Senior

Megapolitan
Mahasiswanya Tewas Dianiaya Senior, Ketua STIP: Tak Ada Perpeloncoan, Murni Antar Pribadi

Mahasiswanya Tewas Dianiaya Senior, Ketua STIP: Tak Ada Perpeloncoan, Murni Antar Pribadi

Megapolitan
Fakta-fakta Kasus Pembunuhan Mayat dalam Koper di Cikarang

Fakta-fakta Kasus Pembunuhan Mayat dalam Koper di Cikarang

Megapolitan
Bagaimana jika Rumah Potong Belum Bersertifikat Halal pada Oktober 2024? Ini Kata Mendag Zulhas

Bagaimana jika Rumah Potong Belum Bersertifikat Halal pada Oktober 2024? Ini Kata Mendag Zulhas

Megapolitan
Tewasnya Mahasiswa STIP di Tangan Senior, Korban Dipukul 5 Kali di Bagian Ulu Hati hingga Terkapar

Tewasnya Mahasiswa STIP di Tangan Senior, Korban Dipukul 5 Kali di Bagian Ulu Hati hingga Terkapar

Megapolitan
Fenomena Suhu Panas, Pemerintah Impor 3,6 Juta Ton Beras

Fenomena Suhu Panas, Pemerintah Impor 3,6 Juta Ton Beras

Megapolitan
Pengemudi HR-V yang Tabrak Bikun UI Patah Kaki dan Luka di Pipi

Pengemudi HR-V yang Tabrak Bikun UI Patah Kaki dan Luka di Pipi

Megapolitan
Bakal Cek Tabung Gas, Zulhas: Benar Enggak Isinya 3 Kilogram?

Bakal Cek Tabung Gas, Zulhas: Benar Enggak Isinya 3 Kilogram?

Megapolitan
Mendag Tegaskan Rumah Potong Ayam Harus Bersertifikat Halal Oktober 2024, Tidak Ada Tawar-tawar Lagi

Mendag Tegaskan Rumah Potong Ayam Harus Bersertifikat Halal Oktober 2024, Tidak Ada Tawar-tawar Lagi

Megapolitan
Mobil Mahasiswa Tabrak Bus Kuning UI, Saksi: Penumpangnya 3, Cowok Semua

Mobil Mahasiswa Tabrak Bus Kuning UI, Saksi: Penumpangnya 3, Cowok Semua

Megapolitan
Kebengisan Pembunuh Wanita Dalam Koper: Setubuhi dan Habisi Korban, lalu Curi Uang Kantor

Kebengisan Pembunuh Wanita Dalam Koper: Setubuhi dan Habisi Korban, lalu Curi Uang Kantor

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke