"Yang bersangkutan (BF) telah datang ke Indonesia sejak tanggal 9 Maret 2019, setelah itu berulang mereka keluar masuk Indonesia," kata Kepala Divisi Keimigrasian Kantor Wilayah (Kanwil) Kemenkumham DKI Jakarta, Saffar Muhammad Godam, dalam konferensi pers di Mapolres Jakarta Barat, Kamis (9/9/2021).
Pada 18 Maret 2019, BF meninggalkan Indonesia dengan tujuan Iran. Pada 11 Juni 2019, BF kembali ke Indonesia dengan mengajak rekannya, FS.
Pada 28 Juni 2019, BF meninggalkan Indonesia dengan tujuan Bangkok seorang diri. Tak sampai setahun, yakni 11 Februari 2020, BF kembali ke Indonesia dari Iran.
Tercatat, perjalanan terakhir BF keluar dari Indonesia pada 22 Februari 2020, saat ia kembali ke Iran. Dia lalu kembali ke Indonesia pada 10 Maret 2020 dan menetap sampai ditangkap pada 1 September 2021.
Menurut Godam, kedua orang itu awalnya menggunakan izin tinggal pengguna untuk menetap di Indonesia.
"Kedua orang ini pada awalnya menggunakan izin tinggal pengguna. Pada saat yang terakhir mereka sudah memiliki Kitas atau kartu izin tinggal terbatas dan yang baru saja diberikan dan masih berlaku sampai tahun 2023," ujar Godam.
Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Yusri Yunus menyebutkan, BF dan FS memproduksi 15-20 kilogram sabu setiap bulannya di rumah yang mereka sewa.
Puluhan kilogram sabu tersebut kemudian mereka pasarkan di wilayah Jakarta. Namun, Yusri belum dapat menyampaikan cara pemasaran yang digunakan oleh kedua pelaku.
"Sistem pemasaran mereka itu kami sudah mapping semuanya, mohon maaf kami tidak bisa sampaikan di sini, ini masih dalam pendalaman semuanya," kata Yusri.
Sabu diproduksi dari bahan baku gel yang diterima BF dan FS dari pemasoknya di Turki. Bahan baku gel yang digunakan dikirim via udara. Bahan baku itu dikemas menyerupai makanan.
"Ada modus baru untuk mengelabui, dikirim ke sini bahannya yang sudah setengah jadi, dalam bentuk gel, untuk mengelabui biasanya dia buat di manifesnya untuk makanan," kata Yusri.
Bahan baku tersebut bahkan tidak terdeteksi sinar-x yang digunakan di bandara.
"Bahan baku itu dilapisi oleh benda lain, digulung sehingga tidak lagi terdeteksi oleh x-ray (sinar-x) di bandara. Ini murni pengungkapan dari bawah bukan lagi pengungkapan dari x-ray," kata Dirnarkoba Polda Metro Jaya Kombes Mukti Jaharsa dalam kesempatan yang sama.
Yusri menambahkan, dalam satu kali pengiriman, BF dan FS menerima 55 kilogram bahan baku berbentuk gel dari Turki. Gel itu kemudian diolah menggunakan alat khusus sehingga akhirnya menjadi berbentuk kristal.
Setelah melalui proses kristalisasi, barulah sabu itu siap dipasarkan.
Dari 55 kilogram bahan baku yang diterima pelaku, mereka dapat menghasilkan sekitar lima kilogram sabu siap pakai.
"Dari hasil pemeriksaan ini, bahan baku tidak mengalami proses yang banyak, ini bisa kita sebutkan gel sudah mengandung 80-90 persen methamphetamine (sabu)," ungkap Yusri.
Sabu yang diproduksi dari gel itu merupakan jenis sabu dengan kualitas kelas satu.
Sebelumnya diberitakan, BF dan FS menyulap sebuah rumah di Kelapa Dua, Kabupaten Tangerang, Banten, menjadi pabrik sabu.
"Mereka sewa rumah sudah empat bulan, untuk beroperasinya mereka pindah-pindah," ujar Kasat Narkoba Polres Jakarta Barat Kompol Danang Setiyo pada 6 September.
Rumah itu mereka sewa seharga Rp 16 juta sebulan.
BF dan FS telah ditetapkan sebagai tersangka. Mereka dikenakan Pasal 113 subsider 114 subsider 112 juncto Pasal 132 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.
https://megapolitan.kompas.com/read/2021/09/09/13290801/2-warga-iran-yang-produksi-sabu-di-tangerang-sudah-setahun-lebih-tinggal