Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan menilai usulan perubahan nama jalan dengan nama tokoh Betawi sangat layak untuk dipertimbangkan secara serius.
"Usulan-usulan untuk menggunakan nama jalan dengan nama tokoh Betawi layak dipertimbangkan secara serius dengan berbagai konteks yang harus jadi pertimbangan," kata Anies Baswedan pada kegiatan Webinar Perubahan Nama Jalan di Provinsi DKI Jakarta, Kamis (28/10/2021), seperti dikutip Antara.
Kompas.com telah merangkum profil lima tokoh Betawi yang diusulkan menjadi nama jalan di Ibu Kota.
1. Ismail Marzuki mengganti Jalan Cikini Raya
Ismail Marzuki adalah salah satu komponis besar Indonesia yang telah menghasilkan karya-karya luar biasa seperti Rayuan Pulau Kelapa, Sepasang Mata Bola, dan Halo Halo Bandung.
Sang maestro musik Indonesia itu lahir di Jakarta pada 11 Mei 1914. Ismail Marzuki lahir dari keluarga sederhana. Ayahnya, Marzuki, hanya bekerja sebagai wiraswasta di wilayah Kwitang, Senen, Jakarta Pusat.
Ismail Marzuki tumbuh dalam asuhan ayahnya, dia tidak pernah merasakan hangatnya kasih sayang seorang ibu. Kecintaan Ismail Marzuki pada musik sudah dimulai sejak kecil.
Sebab, sang ayah adalah seorang pemain rebana.
Pada 1923, pria yang akrab disapa Ma'ing itu terdaftar sebagai anggota perkumpulan musik Lief Java yang sebelumnya bernama Rukun Anggawe Santoso.
Dari perkumpulan musuk itulah, bakat musik dan instrument musik Ma'ing semakin terasah. Dia juga mulai mengarang lagu-lagu hingga melahirkan banyak karya besar.
2. H Darip mengganti Jalan Bekasi Timur Raya
Haji Darip yang memiliki nama asli Muhammad Arif adalah salah satu tokoh Betawi yang lama menetap di kawasan Klender, Jakarta Timur.
Beliau dikenal sebagai ulama sekaligus panglima perang untuk mengusir penjajah Jepang dari tanah Betawi.
Pria kelahiran 186 itu memulai dakwah untuk menyiarkan agama Islam dari satu mushala ke mushala yang lain. Haji Darip juga dikenal atas kegigihannya dalam berjuang di garis depan untuk mengusir penjajah Belanda dan Jepang dari tanah Betawi.
3. Mahbub Djunaedi mengganti Jalan Salemba Tengah
Dilansir dari laman nu.or.id, Mahbub Djunaedi adalah ketua umum pertama Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII). Mahmum lahir di Jakarta pada 22 Juli 1933.
Dia dikenal sebagai wartawan-sastrawan, agamawan, organisatoris, kolumnis, dan politikus. Dia kerap melontarkan kritik-kritik sosial dalam tulisannya.
Tulisannya memiliki ciri khas yakni satire dan humoris. Bung Karno bahkan terkesan dengan gaya kepenulisan Mahbub Djunaedi hingga menjulukinya sebagai pendekar pena.
4. Guru Marzuki mengganti Jalan Masjid Jatinegara
KH Ahmad Marzuki bin Mirsod dengan gelar Laqsana Malayang alias Guru Marzuki adalah salah satu ulama Betawi yang berperan penting dalam penyebaran agama islam di Jakarta.
Guru Marzuki adalah keturunan bangsawan Melayu Pattani, sebagaimana nasab melalui ayahnya sampai Sultan Laqsana Malayang, salah satu sultan Melayu di Negeri Pattani Thailand Selatan.
Sementara ibunya berasal dari Pulau Madura dan memiliki garis keturunan dari Maulanan Ishaq, Gresik, Jawa Timur.
Selama menyebarkan agama islam, Guru Marzuki suka berpindah-pindah tempat mulai dari Rawa Bangke (Rawa Bunga) Jatinegara hingga Kampung Muara.
Guru Marzuki memiliki banyak murid yang menjadi ulama terkenal, di antaranya KH Noer Ali, KH Muhammad Tambih Kranji, KH Abdullah Syafi’i, KH Tohir Rohili, KH Hasbiallah, dan Habib Abdurrahman bin Ahmad Assegaf.
5. Habib Ali Kwitang mengganti Jalan Kembang III
Habib Ali Kwitang memiliki nama asli Habib Ali Alhabsyi bin Abdurrahman Alhabsyi. Beliau dikenal sebagai salah satu tokoh penting dalam syiar agama Islam di Jakarta.
Habib Ali Kwitang memiliki banyak murid yang menjadi ulama terkenal dan berperan besar dalam berdakwah, seperti KH Abdullah Syafii, KH Tohir Rohili, dan banyak lainnya.
Beliau mejadikan Masjid Al-Riyadh di kawasan Kwitang, Senen, Jakarta Pusat sebagai pusat penyebaran agama Islam. Masjid tersebut juga berperan dalam menyiarkan kabar Proklamasi Kemerdekaan RI.
https://megapolitan.kompas.com/read/2021/10/29/12361681/simak-profil-5-tokoh-betawi-yang-diusulkan-jadi-nama-jalan-di-jakarta