Kedua dilaporkan oleh Ketua Majelis Jaringan ProDemokrasi (ProDem) Iwan Sumule ke Polda Metro Jaya pada Selasa (16/11/2021).
Laporan itu teregistrasi dengan nomor LP/B/5734/XI/2021/SPKT/POLDA METRO JAYA.
"Laporan ProDem terhadap Luhut Binsar Pandjaitan dan Erick Thohir akhirnya diterima oleh Polda Metro Jaya," ujar Iwan kepada wartawan di Polda Metro Jaya, Selasa.
Iwan menjelaskan, Luhut dan Erick diduga telah melakukan tindak kolusi dan nepotisme karena terlibat dalam bisnis tes PCR pada masa pandemi Covid-19.
Kedua menteri tersebut, lanjut Iwan, memiliki saham di PT Genomik Solidaritas Indonesia (GSI) yang mendapat proyek pengadaan tes terkait Covid-19.
"Dasar hukumnya adalah Undang-Undang nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme," ungkap Iwan.
"Sudah jelas bahwa Luhut sebagai penyelenggara negara, tapi kemudian dia berada dalam perusahaan yang mendapat proyek PCR," sambungnya.
Menurut Iwan, laporan tersebut sebelumnya ditolak Polda Metro Jaya pada Senin (15/11/2021), karena sempat terjadi miskomunikasi antara pelapor dengan petugas kepolisian.
Alhasil, Iwan diminta untuk mengajukan surat pemberitahuan terlebih dahulu apabila ingin membuat laporan kepolisian tersebut.
"Kita berdebat soal dasar hukumnya. Penerima laporan berpikir kami melaporkan Luhut dan Erick dalam persoalan korupsi. Sementara yang kami laporkan dugaan pelanggaran pidana terkait dengan Kolusi dan Nepotisme," pungkasnya.
Sebelumnya, Luhut menanggapi santai soal rencana pelaporan dirinya dan Erick Thohir terkait bisnis tes PCR untuk Covid-19 oleh Jaringan Aktivis ProDem ke Polda Metro Jaya.
Menurut Luhut, tudingan bisnis PCR yang akan dilaporkan itu harus berdasarkan alat bukti yang jelas dan bisa dipertanggungjawabkan.
"Kita juga harus belajar untuk bicara tuh dengan data, jangan pakai perasaan atau rumor gitu. Itu kan kampungan, kalau orang bicara pakai katanya-katanya," kata Luhut di Polda Metro Jaya, Senin (15/11/2021).
Luhut mengaku siap diaudit terkait tudingan keterlibatannya dalam bisnis PCR.
"Capek-capekin aja kalau hanya untuk mencari popularitas. Paling diaudit langsung selesai. Saya sudah bilang diaudit saja segera," ungkap Luhut.
Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD sebelumnya mempersilahkan aparat penegak hukum untuk mengusut ada tidaknya tindak pidana terkait bisnis tes PCR.
"Saya tak bermaksud membela LBP dan Erick, saya hanya menjelaskan konteks kebutuhan ketika dulu kita diteror dan dihoror oleh Covid-19, dan ada kebutuhan gerakan masif untuk mencari alat tes dan obat," ujar Mahfud.
"Silakan terus diteliti, dihitung, dan diaudit. Masyarakat juga punya hak untuk mengkritisi. Nanti akan terlihat kebenarannya," kata dia.
Di samping itu, Mahfud menjelaskan bahwa kontroversi penanganan Covid-19 di Indonesia sudah muncul sejak awal, terutama ketika Pemerintah mengeluarkan Perppu Nomor 1 Tahun 2020.
Pada waktu itu ada tudingan bahwa Perppu itu dibuat untuk mengkorupsi dan mengambil keuangan negara dengan menggunakan hukum.
Padahal, alasan pemerintah waktu itu jelas untuk menangani pandemi Covid-19 secara konsisten terhadap UUD 1945.
"Menurut hukum keuangan, pemerintah bisa dianggap melanggar UU jika belanja APBN mengalami defisit anggaran lebih dari 3 persen dari PDB. Nah, waktu itu untuk menanggulangi Covid-19 diperkirakan akan terjadi defisit lebih dari 3 persen, sehingga untuk melakukan tindakan cepat, pemerintah membuat Perppu," kata Mahfud.
https://megapolitan.kompas.com/read/2021/11/16/17285821/luhut-dan-erick-thohir-dilaporkan-ke-polisi-soal-bisnis-pcr-dianggap