Penetapan kedua tersangka ini merupakan titik terang dari penantian panjang perkara yang telah bergulir sejak April 2021.
Sejak saat itu, pihak Kejari Depok menyatakan telah meminta keterangan puluhan saksi, mulai dari anggota Damkar Depok hingga pejabat tertinggi di dinas tersebut.
Perkara ini terungkap ketika seorang anggota Damkar Depok Sandi Butar Butar mengunggah kritiknya melalui media sosial pada pertengahan April 2021.
Potret dirinya sambil memegang poster dengan tulisan tangan itu kemudian viral.
Dua poster itu bertulisan permohonan kepada Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) dan Presiden Joko Widodo.
Dalam poster itu, Sandi memohon Kemendagri dan Jokowi menindak para ASN di Dinas Damkar Depok yang telah mengorupsi uang belanja peralatan.
“Bapak Kemendagri tolong, untuk tindak tegas pejabat di Dinas Pemadam Kebakaran Depok. Kita dituntut kerja 100 persen, tapi peralatan di lapangan pembeliannya tidak 10 persen, banyak digelapkan," demikian bunyi poster pertama.
“Pak Presiden Jokowi tolong usut tindak pidana korupsi, Dinas Pemadam Kebakaran Depok," demikian bunyi poster kedua.
Sandi menduga, Dinas Damkar Depok membeli peralatan yang tak sesuai spesifikasi. Ia kemudian menjelaskan motif dan tujuannya melakukan hal itu.
"Saya hanya memperjuangkan hak dan memang apa adanya, kenyataan, fakta di lapangan untuk pengadaan barang Damkar itu hampir semua tidak sesuai spek yang kami terima, tapi kami dituntut bekerja 100 persen, tapi barang-barang yang kami terima itu tidak 100 persen,” kata Sandi saat itu, sebagaimana dikutip Tribun Jakarta.
"Kami tahulah (sebagai) anggota lapangan, kami tahu kualitas, seperti harga selang dia bilang harganya jutaan rupiah, akan tetapi selang sekali pakai hanya beberapa tekanan saja sudah jebol,” lanjut dia.
Selain pengadaan perlengkapan yang tak sesuai spesifikasi, Sandi juga mengaku tak menerima hak-hak finansial secara penuh.
“Hak-hak kami, pernah merasakan anggota disuruh tanda tangan Rp 1,8 juta, menerima uangnya setengahnya Rp 850.000. Itu dana untuk nyemprot (disinfektan) waktu zaman awal Covid-19," kata dia.
Akibat aksi beraninya, Sandi menerima intimidasi dan ancaman dari sejumlah pihak. Sandi mengaku telah dilayangkan surat peringatan tanpa keterangan yang jelas.
"Saya pertanyakan, surat tegurannya itu dalam hal apa, apakah kinerja, karena saya merasa dan juga absensi saya full. Kinerja saya sesuai dengan apa yang dikomandokan. Saya selalu melaksanakan," tutur Sandi.
Selain dalam bentuk surat, Sandi juga mengaku menerima intimidasi langsung dari salah satu bosnya, yang tak ia sebutkan identitasnya.
Saking niatnya, kata Sandi, pejabat Damkar Depok itu bahkan berkeliling ke beberapa lokasi UPT di Depok.
Pejabat itu memaksa anggota Damkar lain untuk menandatangani pernyataan agar tidak mendukung aksi Sandi.
"Mereka menyuruh anak-anak (para petugas pemadam kebakaran) untuk tanda tangan dan anak-anak itu dipaksa untuk tanda tangan. Di depannya ada tulisan tidak mendukung aksi saya," kata Sandi.
"Ada beberapa anak-anak yang tidak mau tanda tangan dan ada yang mau tanda tangan karena dipaksa mereka," ujar dia.
Tak hanya itu, di sebuah pertemuan di rumah komandan regunya, Sandi juga mengaku ditawari uang damai oleh seorang bendahara.
"Di situ saya ketemu. Di situ dia menawarkan sejumlah uang. Danru saya tahu dia menawarkan, tapi saya tetap enggak mau. Saya bilang tetap, saya tetap lurus, ini hak anak-anak," kata Sandi.
Pertama, perkara dugaan tindak pidana korupsi belanja seragam dan sepatu PDL pada 2017 dan 2018.
Pada perkara ini, ditetapkan satu tersangka berinisial AS selaku Sekretaris Dinas Damkar Kota Depok saat itu.
"AS bertanggung jawab dalam urusan pengadaan barang dan jasa. Yang bersangkutan ini menjabat sebagai PPK, pejabat pembuat komitmen saat itu," kata Kuncoro.
Kuncoro menduga ada kerugian sekitar Rp 250 juta dalam perkara pengadaan seragam dan sepatu tersebut.
"Adapun estimasi kerugian dalam perkara ini, kurang lebihnya Rp 250 juta. Saat ini sedang didalami. Sebentar lagi kita bawa ke pengadilan," jelas Kuncoro.
Kedua, perkara dugaan tindak pidana korupsi pemotongan upah atau penghasilan tenaga honorer pada periode 2016 hingga 2020.
Seseorang yang menjabat sebagai Bendahara Pengeluaran Pembantu di Dinas Damkar Depok saat itu, berinisial A, juga ditetapkan sebagai tersangka.
Dalam perkara ini, Kuncoro menaksir ada kerugian sebesar Rp 1,1 miliar.
"Estimasi kerugian Rp 1,1 miliar. Sementara ini yang kita mintai pertanggungjawaban untuk pemotongan upah ini baru satu orang, yakni Bendahara Pengeluaran Pembantu," kata Kuncoro.
Meski sudah mengantongi dua tersangka, pihaknya tidak menutup kemungkinan akan menetapkan tersangka baru dalam waktu dekat.
“Dalam waktu dekat, mungkin akan ada penambahan, karena kita sedang mendalami alat bukti lagi terkait dengan perkara ini. Saat ini sedang proses,” tuturnya.
Adapun tersangka AS disangkakan Pasal 2 atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Jo UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 KUHP.
Sementara itu, tersangka A disangkakan Pasal 2 atau Pasal 3 atau Pasal 9 UU Nomor 31 Tahun 1999 jo UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
https://megapolitan.kompas.com/read/2021/12/31/07441381/perjuangan-sandi-bongkar-korupsi-damkar-depok-diancam-tolak-uang-damai