JAKARTA, KOMPAS.com - Perseteruan antara Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan dengan aktivis Haris Azhar dan Koordinator KontraS Fatia Maulidiyanti masih berlanjut.
Haris dan Fatia ditetapkan sebagai tersangka dan baru saja menjalani pemeriksaan oleh penyidik Ditreskrimsus Polda Metro Jaya pada Selasa (21/3/2022) kemarin.
Pantauan Kompas.com, Haris bersama kuasa hukumnya tiba di Mapolda Metro Jaya sekitar pukul 11.00 WIB. Sedangkan Fatia datang pukul 13.00 WIB, lebih awal dari jadwal yang ditentukan.
Haris tampak santai meski hendak menjalani pemeriksaan sebagai tersangka. Sesekali ia meminum kopi yang dibawanya sambil berjalan ke ruang penyidik.
Senada dengan Haris, Fatia pun terlihat santai dan bahkan mengaku siap menjalani pemeriksaan di Gedung Ditreskrimsus Polda Metro Jaya.
Upaya pembungkaman dan kriminalisasi
Haris menyebutkan, ada tindakan politis dan upaya pembungkaman yang dilakukan kepolisian terhadap dia dan Koordinator KontraS Fatia Maulidiyanti saat menetapkan sebagai tersangka.
"Ini politis, ini upaya untuk membungkam, baik membungkam saya, membungkam masyarakat sipil, dan sekaligus ini menunjukkan bahwa ada diskriminasi penegakan hukum," ujar Haris di Mapolda Metro Jaya,
Sementara itu, Fatia menyebutkan bahwa penetapan dirinya dan aktivis Haris Azhar sebagai tersangka merupakan bentuk kriminalisasi yang dilakukan oleh pejabat negara.
"Ini kan bentuk kriminalisasi dari pejabat publik yang sebetulnya tidak terjadi hanya sekali," ujar Fatia kepada wartawan.
Menurut Fatia, upaya kriminalisasi dan pembungkaman ini kerap menimpa pihak-pihak yang mengkritik maupun menyuarakan adanya pelanggaran hak asasi manusia (HAM) kepada pemerintah.
"Terjadi juga kepada beberapa korban, pembela HAM yang aktif menyuarakan kritiknya, masukan kepada negara," kata Fatia.
Minta Jokowi soroti kriminalisasi
Fatia pun meminta Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyoroti banyaknya kasus kriminalisasi tersebut, bukan malah melanggengkan praktik itu.
"Semestinya Presiden (Joko Widodo) menyoroti fenomena ini dan tidak sibuk mengkriminalisasi aktivis," ucap Fatia.
Selain itu, menurut Fatia, Jokowi juga seharusnya fokus menyoroti permasalahan yang terjadi di Papua.
"Tapi (Presiden harusnya) sibuk urusi Papua agar Papua tidak konflik terus," kata dia.
Fatia pun berpandangan bahwa kepolisian terbukti melakukan tindakan represif jika menahan dia dan aktivis Haris Azhar atas kasus yang dilaporkan untuk pejabat negara.
"Kalau ditahan kan terbukti adanya represifitas, saya sih terima-terima saja. Tapi yang jadi urusan adalah bagaimana sebetulnya akuntabilitasnya itu sendiri," tutur Fatia.
Tak ditahan usai pemeriksaan
Haris dan Fatia selesai menjalani pemeriksaan pada Senin (21/3/2022) malam sekitar pukul 19.45 WIB. Keduanya tak ditahan dan langsung keluar dari gedung Ditreskrimsus Polda Metro Jaya.
Kepada wartawan, Haris mengaku ditanyai puluhan pertanyaan terkait dengan konten Youtubenya dengan Fatia yang menyebut-nyebut nama Luhut.
"Banyak pertanyaannya, mungkin lebih dari 30. Kalau saya banyak bicara soal YouTube. Siapa yang upload, siapa yang pencet tombol," ujar Haris di Polda Metro Jaya, Jakarta, Senin (21/3/2022).
Menurut Haris, tidak ada pertanyaan terkait dengan riset yang menjadi bahan pembahasan dengan Fatia, hingga mengungkap adanya keterlibatan Luhut dalam bisnis tambang di Papua.
"Enggak ada materi soal materi riset. Tapi kami menjelaskan dan akhirnya jawaban kami soal riset bisa masuk ke berita acara," kata Haris.
Meski begitu, kata Haris, ada satu pernyataan yang mengarah kepada perusahaan tambang di Papua.
"Ada satu pertanyaan soal perusahaan tambang dan kami sudah jelaskan semua bukan hanya dari riset tapi juga bahan dasar dari riset itu untuk ditulis," ungkap Haris.
Duduk perkara kasus pencemaran nama Luhut
Kasus dugaan pencemaran nama baik ini berawal dari unggahan video diskusi di kanal YouTube pribadi milik Haris Azhar. Diskusi tersebut dilakukan bersama Fatia.
Kala itu, pada 20 Agustus 2021, Haris mengunggah video berjudul 'Ada Lord Luhut di Balik Relasi Ekonomi-Ops Militer Intan Jaya, Jenderal BIN Juga Ada'.
Dalam video tersebut keduanya mengungkapkan nama-nama penguasa yang diduga "bermain" dalam bisnis tambang di Intan Jaya, Papua. Salah satunya adalah Luhut.
Merespons hal itu, Luhut melayangkan somasi kepada Haris dan Fatia. Sang Menteri meminta keduanya meminta maaf karena telah menuding Luhut lewat unggahan video tersebut.
Namun, Luhut merasa kedua aktivis itu tidak mengindahkan somasi yang dilayangkan dan tidak menyampaikan permintaan maaf.
Sampai akhirnya Luhut melaporkan Haris dan Fatia ke Polda Metro Jaya atas kasus dugaan pencemaran nama baiknya. Luhut juga menggugat keduanya senilai Rp 100 miliar terkait tudingan tersebut.
Sementara itu, kuasa hukum Fatia, Julius Ibrani, mengatakan bahwa somasi yang dilayangkan Luhut telah dijawab oleh kliennya dan Haris.
Menurut Julius, kata "bermain" merupakan cara Fatia untuk menjelaskan secara sederhana kajian yang dibuat Kontras dan sejumlah LSM soal kepemilikan tambang di Intan Jaya.
"Kata ‘bermain' itu ada konteksnya, yaitu kajian sekelompok NGO (non-governmental organization). Kajian itu yang kemudian dijelaskan Fatia dalam bahasa yang sederhana,” ujar Julius.
Setelah menerima laporan Luhut, kepolisian beberapa kali berupaya memediasi pihak Luhut dengan Haris dan Fatia. Namun, mediasi tersebut gagal karena kedua belah pihak tidak kunjung bertemu.
Penyidik akhirnya melakukan gelar perkara dan menaikkan status perkara kasus pencemaran nama baik itu ke tahap penyidikan pada 6 Januari 2022.
Pemeriksaan Haris dan Fatia pun dilakukan, sampai akhirnya ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus pencemaran nama baik Luhut pada Jumat (18/3/2022) malam.
https://megapolitan.kompas.com/read/2022/03/22/09580781/ketika-haris-azhar-dan-fatia-kontras-jadi-tersangka-merasa-dibungkam-dan