JAKARTA, KOMPAS.com - Malangnya nasib seorang anak berusia tiga tahun dan dua adik kembarnya berusia 1,5 tahun di kawasan Cengkareng, Jakarta Barat.
Ketiga balita itu mendapat perlakukan kasar dari orang yang seharusnya melindungi mereka di tempat yang seharusnya paling aman, yakni rumah.
Mereka diduga menjadi korban tindak kekerasan dari dua pengasuhnya sendiri selama beberapa bulan terakhir. Penganiayaan itu diduga dilakukan di dalam rumah hingga lingkungan sekitar.
Pada Rabu (16/3/2022), di sebuah taman bermain di dekat kediaman para korban, warga memergoki ketiga balita itu tengah dikasari oleh pengasuh mereka. Aksi itu langsung direkam secara diam-diam oleh warga.
Tampak anak-anak itu dicubit hingga diseret saat disuapi makan. Anak yang berusia tiga tahun juga ditampar.
Korban menjadi cenderung kasar
Ibu korban, VE alias BF (28), mengatakan bahwa pascakejadian tersebut, ketiga anaknya bertingkah cukup berbeda. Anak kembar VE yang berusia 1,5 tahun menjadi lebih sensitif dan sering ketakutan.
"Anak-anak itu jadi lebih sensitif sama orang. Anak saya yang kecil itu dia kalau ada suara keras itu nangis," kata VE saat ditemui di Mapolsek Cengkareng, Senin.
Selain itu, menurut VE, anak kembarnya sering menangis jika melihat wanita selain dirinya.
Sementara itu, anak sulungnya yang berusia tiga tahun pernah dipergoki tengah memukul. Padahal, kata VE, anak tersebut sebelumnya tidak pernah main tangan.
"Kalau yang besar seperti ada trauma jadi lebih sensitif. Kalo seumpamanya salah satu ada (adiknya) yang nangis, kakaknya itu ikut mukul," kata VE dengan raut wajah bersedih.
VE mengatakan akan memeriksakan psikologis anak-anaknya dalam rangka menyembuhkan trauma yang mereka hadapi.
Selain itu, VE mengaku akan mendampingi ketiga anaknya tanpa bantuan pengasuh.
"Sementara kita rawat sendiri sama orangtua saya," pungkas dia.
Pasca peristiwa itu, Seto Mulyadi selaku Ketua Umum Lembaga Perlindungan Anak Indonesia (LPAI) datang menemui ketiga korban.
Pria yang akab dipanggil kak Seto itu mengatakan bahwa ketiga balita itu terlihat mulai percaya diri. Hal itu terlihat dari tawa canda mereka.
"Pertemuan dengan korban ini kami lihat sudah mulai tumbuh rasa percaya diri, sudah mulai tumbuh senyumnya, tertawanya, dan ini yg kami dorong untuk terus menciptakan lingkungan yang kondusif," ungkap Seto setelah bertemu korban selama satu jam.
Seto akan terus memantau perkembangan psikologis ketiga korban. Ia pun bersedia jika diminta untuk melakukan perawatan psikologis terhadap korban.
"Kami dari LPAI sangat peduli dengan mereka. Kalau nanti kami mendapat undangan untuk memberikan treatment psikologisnya, kami juga siap," pungkas Seto.
Sementara itu, Seto menilai kasus ini merupakan bukti pentingnya kepedulian lingkungan sekitar terhadap kekerasan pada anak.
"Kami mau memberi apresiasi setinggi-tingginya kepada warga yang sudah peduli. Mereka merekam, kemudian memviralkan aksi (kekerasan) tersebut. Sehingga kemudian bisa segera dilakukan penindakan," kata Seto.
Ia pun meminta masyarakat untuk lebih peka dan peduli terhadap kejadian-kejadian yang menimpa anak-anak, khususnya terkait kekerasan terhadap anak.
"Kami mohonkan kepada masyarakat untuk menyadari, bahwa melindungi anak itu butuh orang sekampung. Perlu pemberdayaan dan kepedulian masyarakat," kata Seto.
Seto menjelaskan ciri-ciri anak yang tengah mengelami kekerasan.
"Kalau anak yang tadinya ceria tapi tiba-tiba merenung. Mohon peduli bahwa sedang terjadi sesuatu. Perilaku itu bisa menunjukan adanya gangguan kesehatan fisik, atau bisa jadi gangguan psikis," jelas Seto.
https://megapolitan.kompas.com/read/2022/03/23/09325321/saat-kondisi-psikologis-balita-korban-penganiayaan-art-terganggu