JAKARTA, KOMPAS.com - Sidang kasus penabrakan sejoli Handi Saputra (17) dan Salsabila (14) dengan terdakwa Kolonel Inf Priyanto digelar di Pengadilan Militer Tinggi II Jakarta, Cakung, Jakarta Timur, Kamis (31/3/2022).
Dokter forensik Muhammad Zaenuri Syamsu Hidayat dihadirkan sebagai ahli pada sidang kemarin.
Beberapa fakta terungkap dalam persidangan kali ini.
Handi dibuang dalam keadaan hidup
Zaenuri menyatakan, Handi dibuang Priyanto dan dua anak buahnya ke Sungai Serayu, Jawa Tengah, dalam keadaan hidup.
Awalnya, hakim ketua Brigadir Jenderal Faridah Faisal menanyakan isi laporan visum et repertum Handi yang menjadi barang bukti perkara.
"Saya menemukan ada luka-luka atau memar di kepala, retak di tulang kepala. Ada lagi luka tangan kanan," tutur Zaenuri.
"Apakah (Handi) masih bernapas?" tanya Faridah kepada Zaenuri.
Zaenuri pun menjawab bahwa Handi masih bernapas saat dibuang ke Sungai Serayu.
"Berarti masih hidup?" tanya Faridah.
"Masih, tetapi dia tidak sadar," jawab Zaenuri.
Zaenuri mengatakan, Handi dibuang dalam keadaan masih hidup, tetapi tidak sadar. Sebab, air dan pasir sungai hanya masuk ke paru-parunya, tidak sampai ke lambung.
Jika Handi dibuang dalam kondisi sadar, maka air dan pasir tersebut bisa masuk ke lambungnya, imbuh Zaenuri.
"Karena tidak sadar, akhirnya air tidak masuk sampai ke lambung?" tanya Faridah.
"Iya," jawab Zaenuri.
Jasad Handi diotopsi di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Prof Margono, Banyumas, Jawa Tengah, pada 13 Desember 2021, atau lima hari usai kejadian tabrakan di Nagreg, Kabupaten Bandung, Jawa Barat.
Saya orang awam
Priyanto mengaku tidak tahu bahwa Handi masih hidup saat dibuang ke sungai.
"(Handi) saya buang dalam keadaan kaki menekuk karena sudah kaku. Apakah itu bisa dinyatakan dia bisa meninggal atau tidak?" tanya Priyanto kepada Zaenuri.
"Saya tidak bisa memastikan," jawab Zaenuri.
Priyanto juga menyinggung temuan dokter forensik yang menyebut ada sekitar 500 cc air sungai bercampur darah dalam tubuh Handi.
"Tidak bisa dibedakan airnya berapa cc dan darah berapa cc?" tanya Priyanto.
"Tidak bisa dibedakan. Tidak bisa disimpulkan," kata Zaenuri.
Zaenuri juga tidak bisa menyimpulkan pasti waktu kematian Handi.
Sebab, Handi dibuang ke Sungai Serayu, Jawa Tengah, pada 8 Desember 2021 dalam keadaan hidup dan baru diotopsi pada 13 Desember 2021.
"Baik, saya hanya menanyakan itu. Jadi memang saya orang awam, tidak tahu. Saya temukan, kemudian saya buang (Handi) sudah dalam keadaan kaku, ya pikiran saya sudah meninggal. Demikian, Pak. Terima kasih, Yang Mulia," ujar Priyanto.
Handi masih punya peluang hidup
Zaenuri menuturkan, Handi masih memiliki peluang besar untuk hidup jika tidak dibuang ke sungai.
"(Peluang hidup) besar, besar. Karena dia (Handi) hanya retak linier (di otak) saja ya," kata Zaenuri.
Zaenuri mencontohkan, orang yang mengalami pendarahan di otak saja membutuhkan waktu lama untuk meninggal.
"Apalagi ini hanya patah linier saja. Jadi dia kalau cepat dibawa ke rumah sakit bisa tertolong," ujar Zaenuri.
Zaenuri menambahkan, Handi meninggal karena tenggelam.
"Penyebabnya (kematian) tenggelam, tapi tenggelamnya dalam keadaan tidak sadar," ujar Zaenuri.
Ia menduga, ada selisih sekitar enam jam dari kecelakaan terjadi hingga tubuh Handi dibuang ke Sungai Serayu, Jawa Tengah.
"Itu perkiraan saya, enam jam itu rentangnya bisa lima sampai tujuh jamlah," kata Zaenuri.
Dakwaan
Priyanto dan dua anak buahnya membuang tubuh Handi dan kekasihnya, Salsabila (14), ke Sungai Serayu usai menabrak sejoli tersebut pada 8 Desember 2021.
Priyanto bersama dua anak buahnya, Kopda Andreas Dwi Atmoko dan Koptu Ahmad Soleh, kemudian menjalani persidangan sebagai terdakwa.
Priyanto didakwa dengan dakwaan primer Pasal 340 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tentang Pembunuhan Berencana jo Pasal 55 Ayat (1) KUHP tentang Penyertaan Pidana, subsider Pasal 338 KUHP tentang Pembunuhan jo Pasal 55 Ayat (1) KUHP.
Ia juga didakwa subsider pertama Pasal 328 KUHP tentang Penculikan jo Pasal 55 Ayat (1) KUHP.
Priyanto juga dikenai dakwaan subsider kedua Pasal 333 KUHP tentang Kejahatan terhadap Kemerdekaan Orang Jo Pasal 55 Ayat (1) KUHP.
Terakhir, Priyanto dikenai dakwaan subsider ketiga yaitu Pasal 181 KUHP tentang Mengubur, Menyembunyikan, Membawa Lari, atau Menghilangkan Mayat dengan Maksud Menyembunyikan Kematian.
Jika berpatokan dengan dakwaan primer, yaitu Pasal 340 KUHP, maka Priyanto terancam hukuman mati, seumur hidup, atau penjara selama 20 tahun.
https://megapolitan.kompas.com/read/2022/04/01/08111641/saat-kolonel-priyanto-mengaku-orang-awam-buang-handi-ke-sungai-dalam