JAKARTA, KOMPAS.com - Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) menilai, Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI tak perlu menggelar musyawarah dalam menetapkan Upah Minimum Provinsi (UMP) Jakarta tahun 2022.
Menurut Presiden KSPI Said Iqbal, pemprov harus mengajukan banding atas putusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta terkait UMP. Dalam putusannya, PTUN mewajibkan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan untuk menerbitkan keputusan mengenai UMP 2022 sebesar Rp 4.573.845.
Selain itu, Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI juga diminta mencabut Keputusan Gubernur (Kepgub) DKI Jakarta Nomor 1517 Tahun 2021 yang mengatur kenaikan UMP pada 2022 sebesar 5,1 persen atau menjadi Rp 4.641.854.
"Harus dipahami, UMP DKI itu sudah diputuskan Gubernur (Anies). Jadi enggak ada musyawarah lagi," ujar Said Iqbal, saat dihubungi, Selasa (19/8/2022).
Said mengatakan, musyawarah soal UMP DKI 2022 telah dilakukan dengan Dewan Pengupahan DKI Jakarta pada Oktober hingga Desember 2021.
Dengan demikian, Said menilai, polemik soal UMP DKI Jakarta dapat selesai jika Anies mengajukan banding terhadap putusan PTUN.
"Kalau tentang negosiasi atau musyawarah, sudah enggak ada. Musyawarah sudah di bulan Oktober-Desember 2021 di Dewan Pengupahan," tegasnya.
"Sekali lagi, harus banding oleh Gubernur (Anies). Kalau Gubernur enggak mau banding, aneh. Kok dia enggak percaya dengan keputusan dia sendiri?" ujar Said.
Adapun Dewan Pengupahan DKI Jakarta merekomendasikan dua besaran UMP kepada Gubernur DKI Jakarta berdasarkan hasil sidang pada Senin (15/11/2021). Rekomendasi diberikan sebelum pemprov merevisi UMP DKI 2022 menjadi Rp 4.641.854 pada 16 Desember 2021.
Dikutip dari Kompas.id, unsur pekerja mengusulkan kenaikan 3,57 persen dari UMP 2021 menjadi Rp 4,57 juta. Sedangkan, unsur pengusaha dan pemerintah mengusulkan kenaikan 0,85 persen dari UMP 2021 menjadi Rp 4,45 juta.
Anggota Dewan Pengupahan DKI Jakarta dari unsur pengusaha, Heber Lolo Simbolon menjelaskan perhitungan yang digunakan menghitung UMP adalah sesuai aturan PP Nomor 36 Tahun 2021.
Faktor penghitung yang dimasukkan adalah pertumbuhan ekonomi DKI Jakarta, inflasi DKI Jakarta, rata-rata banyaknya ART bekerja atau rumah tangga seprovinsi, rata-rata banyaknya anggota atau rumah tangga seprovinsi, serta rata-rata konsumsi rumah tangga provinsi.
Angka inflasi DKI dihitung 1,14 persen, sedangkan pertumbuhan ekonominya 2,07 persen. Adapun rata-rata konsumsi rumah tangga provinsi Rp 2.336.429.
Dari perhitungan dengan formula yang termuat dalam PP 36/2021, ada kenaikan UMP 2022 sebesar Rp 37.748,988 atau 0,85 persen dari UMP 2021.
Atas perhitungan itu, besaran UMP DKI Jakarta 2022 sebesar Rp 4.453.936. Angka hasil perhitungan tersebut berbeda dengan usulan para pekerja.
Apabila dalam unjuk rasa serikat pekerja meminta kenaikan UMP 10 persen, maka dalam sidang dewan pengupahan, mereka mengusulkan kenaikan 3,57 persen.
Dengan persentase itu, Serikat Pekerja meminta besaran UMP 2022 sebesar Rp 4.573.845, dengan pijakan PP Nomor 78 Tahun 2015.
”Tetapi, kami juga menyampaikan penjelasan bahwa kita juga harus menjaga kepastian hukum. Nah, kita harus gunakan PP terbaru agar iklim usaha juga lebih kondusif dan kita juga tidak berikan masukan yang salah kepada gubernur,” kata Simbolon, Selasa (16/11/2021).
Karena tidak ada kesepakatan antara serikat pekerja, unsur pengusaha dan pemerintah, maka dewan pengupahan mengajukan dua angka kepada gubernur.
”Dewan Pengupahan Jakarta mengusulkan ada dua angka. Dari Serikat Pekerja tetap di Rp 4.573.845 dengan acuan PP No 78 Tahun 2015 yang mereka gunakan. Kami dari pengusaha dan pemerintah menggunakan PP No 36 /2021 yang angkanya Rp 4.453.935,536,” kata Simbolon.
https://megapolitan.kompas.com/read/2022/07/19/20485061/kspi-ump-dki-sudah-diputuskan-gubernur-tak-perlu-musyawarah