Salin Artikel

7 Tahun Silam, Warga Kampung Pulo Digusur Paksa, Picu Bentrokan Besar

JAKARTA, KOMPAS.com - Tujuh tahun silam, tepatnya 20 Agustus 2015, terjadi bentrokan hebat di Kampung Polo, Jatinegara, Jakarta Timur. 

Warga Kampung Pulo berhadap-hadapan dengan petugas yang hendak menggusur paksa kampung mereka. 

Suasana di Kampung Pulo pagi itu begitu mencekam.

Sejak awal kedatangan aparat Satpol PP dan kepolisian, situasi sudah langsung memanas. 

Camat Jatinegara Sofian Taher dan Asisten Pembangunan Jakarta Timur Teguh Hendrawan berupaya melakukan negosiasi guna menenangkan warga. 

Namun warga langsung berubah menjadi beringas saat melihat backhoe dinyalakan. 

Mereka langsung melemparkan batu-batu ke arah backhoe.

Petugas backhoe yang panik mulai menggerakkan lengan backhoe ke kanan dan ke kiri. Kaca pengemudi backhoe pun pecah terkena batu.

Petugas dan warga pun bentrok. Warga melemparkan batu-batu ke arah petugas. Petugas kepolisian membalas dengan menembakkan gas air mata.

Karena kalah jumlah, aparat kepolisian dan Satpol PP pun sempat berhasil dipukul mundur. 

Warga lalu membakar satu backhoe yang sudah ditinggalkan petugas. 

Mengetahui adanya perlawanan dari warga, Polda Metro Jaya pun mengirimkan personil tambahan ke Kampung Pulo. 

Total ada 100 anggota Brimob yang dikerahkan untuk mengamankan penggusuran. 

Polisi juga mengerahkan tiga kendaraan meriam air atau water cannon untuk mengurai massa. 

Pada akhirnya, ratusan petugas dari Satpol PP dan kepolisian berhasil memukul mundur warga. Warga tetap melawan dengan menimpuki batu ke arah petugas.

Petugas berbekal tameng, gas air mata dan rotan, memaksa warga yang mengamuk masuk ke dalam gang-gang yang berada di Jalan Jatinegara Barat.

Dari dalam permukiman, warga masih berusaha menghujani petugas dengan batu.

Petugas tidak menyerah. Mereka terus memburu warga yang kian beringas.

Petugas juga menangkapi sejumlah warga dan memukuli mereka hingga berdarah-darah. 

Kericuhan itu pun akhirnya berhasil diredam jelang siang hari, setelah 27 orang yang dianggap sebagai provokator ditangkap.

Dari hasil investigasi kepolisian, para provokator yang menolak rumahnya digusur dan dipindah ke rusun itu adalah para warga yang memiliki kontrakan.

Warga-warga ini khawatir penertiban akan berdampak terhadap hilangnya pemasukan bagi mereka.

"Beberapa orang yang di sana punya kontrakan atau kos-kosan, sehingga tak mau dibongkar. Kalau dibongkar nanti pemasukan mereka tak ada," kata Kapolres Metro Jakarta Timur, Komisaris Besar Umar Faroq.

Adapun akibat bentrokan itu, sedikitnya sepuluh warga kampung pulo terluka dan harus menjalani perawatan di Rumah Sakit Hermina Jatinegara.

Bahkan ada dua karyawan RS Hermina yang juga terluka akibat tengah berada di pinggir jalan saat terjadi bentrokan. 

Sementara dari petugas Satpol PP, ada dua orang yang terluka akibat terkena lemparan batu. 

Usai situasi mereda, penggusuran langsung dilanjutkan siang itu. 

Satu unit backhoe baru didatangkan ke lokasi penertiban permukiman warga, untuk menggantikan backhoe yang sebelumnya sudah dibakar warga. 

Ratusan warga sekitar hanya menyaksikan proses penghancuran rumah-rumah tersebut.

Penghancuran permukiman tersebut dimulai dari area jembatan Jalan Jainegara Barat. Tidak jauh dari unit ekskavator yang sebelumnya dibakar warga.

"Akhirnya dihancurkan juga, ngeri saya tadi melihat rusuh-rusuhnya," kata Murni, salah satu warga yang tinggal di sisi lain jalan Jatinegara Barat.

Meski tak ada lagi perlawanan dari warga, regu polisi membuat pagar betis di akses gang permukiman yang sedang dibongkar oleh alat tersebut.

Pemerintah Provinsi DKI Jakarta yang saat itu dipimpin Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama memilih menggusur pemukiman liar di Kampung Pulo untuk normalisasi Kali Ciliwung.

Normalisasi diharapkan bisa menjadi solusi atas banjir yang kerap melanda kawasan tersebut. Namun untuk melakukan normalisasi, maka bangunan yang berdiri di bantaran kali harus digusur. 

Gubernur Basuki alias Ahok pun mengaku tak terkejut saat mengetahui adanya bentrokan antar warga Kampung Pulo dan aparat. 

Ia menegaskan, penertiban pemukiman liar 500 kepala keluarga (KK) Kampung Pulo tetap harus dilaksanakan meski ada perlawanan dari warga.

"Mau tidak mau harus jalan. Pasti ribut. Enggak ada pilihan," kata Ahok.

Ahok pun saat itu tegas tidak akan memenuhi tuntutan warga untuk membayar uang kerahiman atau ganti rugi.

Sebab, Pemprov DKI sudah menyediakan pengganti rumah bagi mereka, yakni unit rumah susun sederhana sewa (rusunawa) di Jatinegara Barat dengan biaya sewa Rp 300.000 per bulan. 

Sosiolog Universitas Indonesia, Tamrin Amal Tomagola, menilai wajar warga Kampung Pulo menolak penggusuran hingga melawan aparat.

Sebab, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menggusur tempat tinggal warga tanpa memenuhi kesepakatan yang sebelumnya disetujui Gubernur Ahok. 

"Warga (Kampung Pulo) sudah punya solusi dan konsep warga soal Kampung Pulo itu sudah dipresentasikan ke Ahok. Waktu itu, Ahok juga sudah setuju, tetapi tiba-tiba keputusannya berubah. Malah kirim petugas buat bongkar paksa," kata Tamrin. 

Tamrin juga menilai, cara penggusuran di Kampung Pulo tidak manusiawi. Idealnya, penggusuran dilakukan ketika warga sudah menempati tempat tinggal yang baru.

Faktanya, banyak warga yang belum menempati Rusun Jatinegara. Penggusuran ini dinilai berbeda dengan apa yang dilakukan oleh mantan Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo.

"Semangat yang sudah ditularkan oleh Pak Jokowi dari Solo sampai Jakarta, mudah-mudahan Pak Ahok juga, semangat membangun tanpa menggusur. Kalau terpaksa harus menggusur, harus dikasih (tempat tinggal) dulu," tutur Tamrin.

https://megapolitan.kompas.com/read/2022/08/18/05150091/7-tahun-silam-warga-kampung-pulo-digusur-paksa-picu-bentrokan-besar

Terkini Lainnya

Keluarga Tolak Otopsi Jenazah Brigadir RAT yang Bunuh Diri di Mampang

Keluarga Tolak Otopsi Jenazah Brigadir RAT yang Bunuh Diri di Mampang

Megapolitan
Pemilik Rumah Tempat Brigadir RAT Bunuh Diri Minta Publik Tak Berasumsi

Pemilik Rumah Tempat Brigadir RAT Bunuh Diri Minta Publik Tak Berasumsi

Megapolitan
Jenazah Brigadir RAT Telah Dibawa Pihak Keluarga dari RS Polri Kramat Jati

Jenazah Brigadir RAT Telah Dibawa Pihak Keluarga dari RS Polri Kramat Jati

Megapolitan
Proyek LRT Jakarta Rute Velodrome-Manggarai Masuk Tahap Pemasangan Girder

Proyek LRT Jakarta Rute Velodrome-Manggarai Masuk Tahap Pemasangan Girder

Megapolitan
Polisi Sebut Brigadir RAT Bunuh Diri di Mampang saat Sedang Cuti

Polisi Sebut Brigadir RAT Bunuh Diri di Mampang saat Sedang Cuti

Megapolitan
Pemprov DKI Siapkan Stok Blanko KTP untuk Pemilih Pemula Pilgub 2024

Pemprov DKI Siapkan Stok Blanko KTP untuk Pemilih Pemula Pilgub 2024

Megapolitan
Sebelum Tewas, Brigadir RAT Sepekan Tinggal di Jakarta

Sebelum Tewas, Brigadir RAT Sepekan Tinggal di Jakarta

Megapolitan
Partisipasi Pemilih di Jakarta pada Pemilu 2024 Turun Dibandingkan 2019

Partisipasi Pemilih di Jakarta pada Pemilu 2024 Turun Dibandingkan 2019

Megapolitan
Pemerintah DKJ Punya Wewenang Batasi Kendaraan Pribadi di Jakarta, DPRD Minta Dilibatkan

Pemerintah DKJ Punya Wewenang Batasi Kendaraan Pribadi di Jakarta, DPRD Minta Dilibatkan

Megapolitan
Dua Begal di Depok Lakukan Aksinya di Tiga Tempat dalam Sehari

Dua Begal di Depok Lakukan Aksinya di Tiga Tempat dalam Sehari

Megapolitan
Unggah Foto Gelas Starbucks Tutupi Kabah Saat Umrah, Zita Anjani: Saya Berniat Mancing Obrolan...

Unggah Foto Gelas Starbucks Tutupi Kabah Saat Umrah, Zita Anjani: Saya Berniat Mancing Obrolan...

Megapolitan
Jenazah Brigadir RAT Belum Diotopsi, Polisi Tunggu Keputusan Keluarga

Jenazah Brigadir RAT Belum Diotopsi, Polisi Tunggu Keputusan Keluarga

Megapolitan
Keluarga Brigadir RAT yang Meninggal Bunuh Diri Tiba di RS Polri Kramat Jati

Keluarga Brigadir RAT yang Meninggal Bunuh Diri Tiba di RS Polri Kramat Jati

Megapolitan
Dua Begal yang Bacok Korban di Depok Incar Anak Sekolah

Dua Begal yang Bacok Korban di Depok Incar Anak Sekolah

Megapolitan
Pemprov DKI Disarankan Ambil Alih Pengelolaan JIS, TIM, dan Velodrome dari Jakpro

Pemprov DKI Disarankan Ambil Alih Pengelolaan JIS, TIM, dan Velodrome dari Jakpro

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke