JAKARTA, KOMPAS.com - Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta tidak lagi menerima uang pajak sebesar Rp 2,7 triliun dari pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan Pedesaan dan Perkotaan (PBB-P2).
Hal itu dikarenakan adanya Peraturan Gubernur Nomor 23 Tahun 2022 tentang kebijakan Penetapan dan Pembayaran Pajak Bumi Dan Bangunan Pedesaan Dan Perkotaan sebagai Upaya Pemulihan Ekonomi Tahun 2022.
Dalam Pergub tersebut dijelaksan bahwa Pemprov menggratiskan penerbitan Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT) untuk Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) di bawah Rp 2 miliar.
Sementara untuk NJOP lebih dari Rp 2 miliar diberikan faktor pengurang berdasarkan kebutuhan luas minimum lahan dan bangunan untuk Rumah Sederhana Sehat, yaitu seluas 60 meter persegi untuk bumi dan 36 meter persegi untuk bangunan dan pembebasan 10 persen.
Sedangkan objek pajak selain rumah tinggal, dibebaskan pembayarannya sebesar 15 persen.
Menurut Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan, nilai dari pembebasan pajak ini sebesar Rp 2,7 triliun.
"Dari sisi pemerintah nilai dari pembebasan pajak ini Rp 2,7 triliun. Rp 2,7 triliun nilai yang biasanya diterima oleh pemerintah tapi dengan kebijakan ini dana itu bertahan di masyarakat," kata Anies di kawasan Mangga Besar, Jakarta Pusat, Rabu (17/8/2022).
Anies berharap angka sebesar Rp 2,7 triliun yang tak lagi ditarik oleh Pemprov bisa dipakai untuk menggerakkan perekonomian rumah warga.
Dengan begitu, diharapkan semakin banyak warga yang bisa bekerja serta mendapatkan kesejahteraan di Ibu Kota.
Kendati demikian, Anies telah memikirkan sumber pengganti pendapatan Rp 2,7 triliun yang tidak lagi diterima Pemprov dari penarikan PBB.
Salah satu caranya, yaitu dengan melakukan fiskal kadaster atau pencatatan ulang dari objek pajak yang ada di Jakarta.
Contonya, rumah yang awalnya tercatat satu lantai kemudian kini menjadi dua tingkat, maka harua dicatat ulang agar bisa ditarik pajak yang sesuai.
"Tanah kosong, sekarang sudah dibangun, tapi belum tercatat sebagai bangunan," ujarnya.
"Jangan kita meningkatkan pendapatan pemerintah dari kebutuhan hak hidup dasar manusia yaitu rumah tinggal jadi penggantinya seperti itu," ucap dia.
85 persen warga dan bangunan bebas pajak
Selain itu, Anies juga mengungkapkan, sebanyak 85 persen warga dan bangunan di DKI Jakarta tidak diwajibkan membayar Pajak Bumi dan Bangunan (PBB).
Hal itu, kata dia, karena Pemprov DKI Jakarta memberlakukan Peraturan Gubernur Nomor 23 Tahun 2022.
"Jadi, dengan kebijakan ini, maka 85 persen warga dan bangunan di Jakarta tidak terkena PBB," kata Anies.
"Yang nilainya di atas Rp 2 miliar mereka masih terkena PBB. Tapi itu pun ada pengecualiannya," ujar dia.
Anies mengatakan, tidak ada kota di Indonesia yang memiliki nilai jual objek pajak khusus untuk tanah setinggi Jakarta.
Namun, Pemprov tidak ingin memberlakukan kebijakan PBB yang dampaknya dapat membuat masyarakat kehilangan rumahnya karena tidak bisa membayar pajak.
Oleh karena itu, Pemprov DKI Jakarta memberlakukan Pergub Nomor 23 Tahun 2022 ini.
"Dan kita harus ingat bahwa rumah tempat kita tinggal itu kebutuhan dasar setiap manusia, kebutuhan dasar setiap keluarga. Karena itu, bagi pemerintah kami melihat pajak sebagai pendapatan untuk membiayai pembangunan," ungkapnya.
"Manusia hidup itu perlu sandang, pangan, dan papan itu kebutuhan dasar. Kalau kami terus-menerus meningkatkan pajak papannya, pajak rumah, bangunan pajak bumi, itu sama seperti pemerintah secara sopan mengusir warganya dari tempat mereka tinggal," ucap dia.
Ringankan beban warga
Sementara itu, Wakil Gubernur DKI Jakarta Ahmad Riza Patria mengatakan, kebijakan tersebut bertujuan untuk memberikan keringanan kepada masyarakat kecil di ibu kota.
"PBB ini kan besar biayanya, dan kami memberikan keringanan bagi warga yang (NJOP) di bawah Rp 2 miliar digratiskan," kata Riza, di Balai Kota DKI Jakarta, Senin (13/6/2022).
"Itu kebijakan untuk kepentingan masyarakat kecil," ujar dia.
https://megapolitan.kompas.com/read/2022/08/19/08244491/ketika-pemprov-korbankan-rp-27-triliun-untuk-bebaskan-pbb-warga-jakarta