JAKARTA, KOMPAS.com - Kabel semrawut menjadi salah satu masalah yang merusak keindahan di kota-kota besar, termasuk Jakarta.
Padatnya penduduk di kota besar, ditambah dengan kebutuhan jaringan listrik dan telekomunikasi yang besar pula, membuat kesemrawutan kabel-kabel yang membentang diantara tiang listrik sulit dihindari.
Namun secara perlahan, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta mulai berupaya memindahkan kabel-kabel semrawut itu ke bawah tanah.
Pada Senin (6/9/2022), Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan menyaksikan langsung proses penurunan kabel-kabel semrawut yang membentang di area parkir Pasar Mampang Prapatan, Jakarta Selatan.
"Penurunan secara mandiri kabel udara sebagai bagian dari usaha kami (untuk) membuat kota kita bersih, lebih efisien, efektif, di dalam mengelola mobilitas penduduknya," paparnya.
Ia mengakui, kabel-kabel itu telah terlalu lama terinstal di Ibu Kota.
Anies menilai, warga telah merasa keberadaan kabel yang tergantung di udara itu merupakan fenomena yang biasa saja.
Namun, warga luar Jakarta justru merasa keberadaan kabel di udara itu mengganggu.
"Kita, yang sudah lama melihat fenomena ini (kabel di udara), ya ini dianggap fakta, bukan masalah. Sekarang, kami lakukan perubahan," sebut Anies.
Pemprov DKI bangun sarana untuk tanam kabel
Guna menanggulangi persoalan kabel semrawut ini, Pemprov DKI Jakarta akan membangun 115 Kilometer Sarana Jaringan Utilitas Terpadu (SJUT).
Sarana itu nantinya bisa dimanfaatkan penyedia jaringan alias operator untuk menanam kabel-kabel mereka di bawah tanah.
SJUT itu dibangun oleh badan usaha milik daerah (BUMD) DKI Jakarta, PT Jakarta Propertindo (Jakpro), melalui anak usahanya, PT Jakarta Infrastruktur Propertindo (JIP).
Direktur Utama PT Jakpro Widi Amanasto berujar, seratusan kilometer SJUT itu akan ditanam di sepanjang 22 ruas jalan dan ditargetkan rampung pada akhir 2023.
Menurut dia, pembangunan SJUT itu untuk menyatukan infrastruktur yang akan atau telah dipakai oleh para penyedia jaringan utilitas atau operator.
"Konvergensi ini adalah sharing infrastruktur detail komunikasi, semuanya (SJUT) dibuat untuk bersama. Jadi bukan satu operator (memakai) satu infrastruktur, tidak," ucap Widi di area Pasar Mampang Prapatan, Senin.
Dia menyatakan, biaya pembangunan seluruh SJUT itu tak menggunakan anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) DKI Jakarta.
Menurut Widi, pembiayaan pembangunan tersebut menggunakan keuangan kreatif atau kolaborasi antara PT Jakpro dengan operator.
Menurut Widi, sejauh ini Jakpro juga telah membangun SJUT sepanjang 20 kilometer di Jalan Mampang Prapatan, Jalan Kapten Tendean, Jalan Senopati.
Lalu pembangunan SUJT akan dilanjutkan di Jalan Suryo, Jalan Cikajang, Jalan Wolter Monginsidi, dan Jalan Gunawarman.
Operator dikenai tarif sewa
Di sisi lain, menurut Pemprov DKI, operator yang menggunakan SJUT harus membayar sewa.
Kepala Dinas Bina Marga DKI Jakarta Hari Nugroho berujar, operator membayar uang sewa itu kepada Jakpro.
"(Operator bayar kepada) Jakpro. Itu urusan business to business (B2B) dia (Jakpro-operator)," ujar Hari.
Hari menyatakan, besaran sewa tergantung kesepakatan antara Jakpro dengan operator. Namun, besarannya sekitar Rp 13.500-Rp 15.000 per meter SJUT yang dipakai operator.
Dalam kesempatan itu, Hari belum mengungkapkan tarif sewa tersebut akan dibayarkan per bulan atau per tahun.
"Dihitung ada yang Rp 13.500 per meter, ada yang Rp 15.000 per meter," sebut dia.
Adapun Dinas Bina Marga DKI bertanggung jawab untuk merevitalisasi trotoar di atas SJUT yang dibangun.
"Nah tentunya, selain menurunkan kabel, kami sekaligus merevitalisasi trotoar. Jadi begitu trotoar dibangun, sekaligus (kabel) kami turunkan seperti di kampung Kebayoran," kata Hari.
Tak hanya untuk keindahan kota
Pengamat Tata Kota Nirwono Joga menilai langkah merapikan kabel yang semrawut ke dalam tanah tak hanya bermanfaat bagi keindahan tata kota, namun juga memiliki sejumlah dampak positif lainnya.
"Dengan pemindahan ke bawah, akan memudahkan pemeliharaan maupun penambahan jaringan ke depan," kata Nirwono kepada Kompas.com, Selasa (6/9/2022).
Selain itu, trotoar akan menjadi tempat yang lebih nyaman bagi pejalan kaki karena dengan ditanamnya kabel di bawah tanah, otomatis tak ada lagi keberadaan tiang listrik yang kerap menghalangi di trotoar.
"Visual lanskap trotoar kota juga lebih indah dan tidak membahayakan pejalan kaki," ujarnya.
Hal yang terpenting, kata dia, pemindahan kabel ke bawah tanah ini bisa mencegah proyek bongkar pasang trotoar yang selama ini sudah menjadi proyek abadi Dinas Bina Marga.
"Kelak tidak akan ada lagi bongkar pasang trotoar dan memutus mata rantai proyek abadi itu," katanya.
Nirwono menyebut, wacana untuk memindahkan kabel ke bawah tanah itu sebenarnya sudah muncul sejak 15 tahun silam.
Saat itu, ia sudah mengusulkan ke Pemprov DKI untuk memindahkan seluruh saluran jaringan utilitas secara terpadu ke bawah trotoar bersama dengan saluran air.
Ia menilai, kota-kota besar memang sudah seharusnya memindahkan jaringan kabel ke bawah tanah.
"Idealnya begitu, dilakukan secara bertahap bersamaan dengan revitalisasi trotoar," kata dia.
Ia menilai pemerintah provinsi DKI Jakarta bisa lebih dulu fokus di jalan-jalan utama, jalan dekat transportasi massal, permukiman, sekolah, pasar, perkantoran, serta tempat wisata.
https://megapolitan.kompas.com/read/2022/09/07/05390061/menanti-langit-jakarta-bersih-dari-kabel-hitam-semrawut