JAKARTA, KOMPAS.com - Bekas jaksa Pinangki Sirna Malasari memperoleh pembebasan bersyarat dan wajib lapor diri ke Balai Pemasyarakatan (Bapas) Kelas I Jakarta Selatan hingga 18 Desember 2024.
Kepala Bapas Kelas I Jakarta Selatan, Ricky Dwi Biantoro menegaskan, pembebasan bersyarat bakal dicabut jika Pinangki kembali terlibat tindak pidana.
"Pastinya ketika Ibu Pinangki melanggar syarat umum atau melakukan kembali tindak pidana, maka akan pembebasan bersyaratnya dicabut," ujar Ricky, di Bapas Jakarta Selatan, Kamis (8/9/2022).
Ricky menambahkan, Pinangki wajib menjalani lapor diri satu bulan sekali secara tatap muka ke kantor Bapas Jakarta Selatan.
Aturan lapor diri Pinangki selama dua tahun ke depan itu wajib dijalani sesuai ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 82 tahun 2022 tentang Kemasyarakatan.
"Tentunya saya yakin ibu Pinangki menaati kewajiban wajib lapornya. Karena sebagai klien lembaga permasyarakatan yang bersangkutan semenjak beliau di dalam lapas pasti akan mengikuti yang sudah kami tetapkan," kata Ricky.
Pinangki menjalani wajib lapor diri perdana ke kantor Bapas Jakarta Selatan pada Kamis (8/9/2022) pagi.
Pinangki merupakan salah satu dari empat terpidana korupsi yang bebas bersyarat. Tiga terpidana lainnya yakni mantan Gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah, mantan Dirut Jasa Marga Sesi Ariyani, dan Mirawati Basri.
Selama ini, keempat orang itu disebut telah memenuhi standar operasional prosedur dan proses pertimbangan pembebasan bersyarat (PB) yang berlaku.
Pembebasan Bersyarat (PB) adalah proses pembinaan di luar lapas bagi narapidana setelah menjalani sekurang-kurangnya dua pertiga dari masa pidana dengan ketentuan dua pertiga tersebut tidak kurang dari sembilan bulan.
"Itu berproses, sudah memenuhi syarat administratif dari masa terpidana, yang pasti sudah lebih dari setengah, dan dia mencapai dua pertiga, berkelakuan baik dan sebagainya seperti itu," ujar Kepala Divisi Permasyarakatan Kanwil Kemenkumham Tangerang di Lapas Kelas IIA Tangerang, Masjuno.
Kasus korupsi Pinangki
Pinangki merupakan terpidana dalam kasus suap yang melibatkan Djoko Tjandra. Sementara Djoko adalah terpidana kasus pengalihan hak tagih (cessie) Bank Bali. Djoko sempat buron dan ditangkap di Malaysia pada Juli 2020.
Sebelumnya menjadi tersangka, Pinangki menjabat sebagai Kepala Subbagian Pemantauan dan Evaluasi II pada Biro Perencanaan Jaksa Agung Muda Pembinaan Kejaksaan Agung.
Setelah itu, majelis hakim Pengadilan Tipikor memutuskan Pinangki terbukti bersalah terkait suap, pencucian uang, dan pemufakatan jahat. Hakim memberikan vonis 10 tahun penjara dan denda Rp 600 juta.
Vonis tersebut lebih tinggi dari tuntutan jaksa, yakni 4 tahun penjara dan denda Rp 500 juta subsider enam bulan kurungan.
Atas putusan tersebut, Pinangki mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi DKI Jakarta. Majelis hakim mengabulkan permohonan banding dan memangkas hukuman Pinangki, dari 10 tahun menjadi 4 tahun penjara dan denda Rp 600 juta.
Hakim menilai, Pinangki telah mengaku bersalah dan menyesali perbuatannya serta ikhlas dipecat dari profesi sebagai jaksa.
Tak hanya itu, Pinangki juga merupakan seorang ibu dari anak yang masih balita (berusia empat tahun) sehingga dinilai layak diberi kesempatan untuk mengasuh dan memberi kasih sayang kepada anaknya dalam masa pertumbuhan.
Pertimbangan lainnya adalah Pinangki sebagai wanita harus mendapat perhatian, perlindungan, dan diperlakukan secara adil.
Karena putusan itu, banyak pihak mendesak agar jaksa mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung. Namun Jaksa menyatakan putusan tersebut sudah sesuai tuntutan. Setelah dua tahun di penjara, Pinangki bebas bersyarat pada 6 September 2022.
https://megapolitan.kompas.com/read/2022/09/08/12023371/pembebasan-bersyarat-pinangki-dicabut-jika-kembali-terlibat-pidana