Salin Artikel

Batik Betawi, Langgam yang Kini Mulai Pudar dan Terlupakan

JAKARTA, KOMPAS.com - Tradisi “membatik” di Jakarta memang tidak sepopuler di Pekalongan, Yogyakarta, maupun Surakarta. Meski begitu, sejarah mencatat bahwa Kota Jakarta dan warga Betawi punya cerita sendiri soal langgam Batik Betawi.

Di Jakarta, pabrik batik di masa lampau banyak dimiliki orang Tionghoa. Dalam buku Batik Betawi Koleksi Hartono Sumarsono (2017) disebutkan, Lie Tiang Tjeng pada 1906 tiba di Jakarta dari Ankwe, Tiongkok, untuk bekerja di pembatikan kerabatnya di kawasan Karet, Batavia.

Pembatikan orang Tionghoa diketahui berkembang dari Karet Sawah ke Karet Tengsin, Karet Pedurenan, Karet Kebon Pala, Karet Depan, Karet Kuningan, Palmerah, dan Kebayoran Lama. Daerah Karet berlokasi tak jauh dari Pasar Tanah Abang dan dialiri Kali Krukut. Tempat itu ideal untuk pembatikan.

Dalam wawancara dengan harian Kompas, Ketua Keluarga Batik Betawi Yahya Andi Saputra menuturkan, penggunaan batik di Jakarta sudah terlihat sejak masa Jayakarta. Pada 1900-an, penggunaannya semakin masif karena pengaruh perdagangan dari luar Batavia.

Munculnya The School tot Opleiding van Inlandsche Artsen (STOVIA) ikut berpengaruh pada penggunaan batik di Batavia. Perkumpulan pemuda yang berbasis kedaerahan masing-masing menunjukkan identitas dengan gaya berpakaiannya.

Batik semakin populer di Batavia

Batik pun semakin populer dan permintaannya mulai banyak. Pasar Senen dan Pasar Tanah Abang lantas menjadi sentra penjualan batik.

”Orang-orang pesisiran, seperti Pekalongan dan Cirebon, didatangkan tauke (pedagang keturunan China) untuk membuat batik di sini,” ujar Yahya.

Sentra-sentra pembuatan batik kala itu terkonsentrasi di sekitar Pasar Tanah Abang, seperti Dukuh Atas, Dukuh Bawah, Karet Tengsin, Karet Belakang, Karet Bawah, dan Petunduhan.

Orang-orang Betawi kaya pun melirik batik, terutama motif pesisiran karena warnanya yang mencolok. Motif tumpal atau segitiga sangat disukai karena menjadi simbol keseimbangan alam semesta.

”Beberapa motif khas Betawi hilang, seperti bambu kuning, gerimis kelapa, sirih embun, dan sirih lamaran,” kata Yahya.

Akhir abad ke-20, sentra pembatikan di pusat kota, seperti Bendungan Hilir dan Karet, tergusur proyek pembangunan infrastruktur. Pabrik batik pun bersalin rupa sebagai kawasan bisnis.

Karena limbahnya dianggap mencemari lingkungan, pembatikan di Bendungan Hilir, Sudirman, Karet, Palmerah, dan Kebayoran Lama pada 1990-an dipindah ke Cibitung, Cikarang, Karawang Timur, Balaraja, Parung Panjang, dan Mauk.

Kini, seiring ditetapkannya batik sebagai warisan budaya Indonesia oleh Organisasi Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, dan Kebudayaan PBB (UNESCO), pamor batik kian populer. Batik skala rumahan muncul kembali di Jakarta

Di Terogong, misalnya, keluarga Agustina Dwi Ariani atau Tina memilih jadi perajin batik Betawi. Tujuannya untuk mempertahankan aset tanah mereka dari ekspansi usaha properti ataupun proyek pemerintah.

Tina menuturkan, kampung Terogong terjepit di antara kawasan elite Pondok Indah dan kawasan bisnis Fatmawati. Terogong selalu diincar pengembang properti.

”Batik menjadi alat bagi keluarga kami untuk mendapatkan pengakuan dari pemerintah. Sebab, keluarga kami memegang teguh pesan orangtua bahwa tanah warisan harus terus dipertahankan,” ujarnya.

Selain Jakarta Selatan, setiap wilayah di Jakarta juga memiliki sentra perajin batik. Dari masa ke masa, redup dan bangkitnya batik Betawi jadi saksi bisu perkembangan Jakarta.

Bebas dari pakem

Pemandu Wisata dan Instuktur Batik Museum Tekstil Jakarta, Dimas Ardi Nugroho, mengatakan, keunikan Batik Betawi ialah tidak memiliki pakem layaknya batik lain.

"Batik Betawi itu tidak ada pakem, tidak ada aturannya. Warna hijau harus cowok, warna biru untuk apa, itu enggak (berlaku), semua lapisan masyarakat bisa pakai Batik Betawi," kata Dimas, kepada Kompas.com.

Ketentuan ini tentu berbeda dengan Batik Solo atau Yogyakarta yang setiap coraknya mempunyai fungsi masing-masing. Dalam Batik Solo dan Yogya, batik untuk pernikahan dan kematian pun mempunyai corak berbeda.

Tidak adanya pakem, membuat Batik Betawi dapat digunakan kapan pun, di mana pun, dan oleh siapa pun. "Batik Betawi itu bebas, selagi warnanya cocok, warnanya bagus, pasti bisa dipakai," kata Dimas.

Keunikan lain yang dimiliki Batik Betawi, adalah corak atau gambar yang dimuat di kain batik dapat lebih bebas dan tidak kaku. Walau begitu, Batik Betawi tetap harus memegang prinsip dalam membatik seperti tata letak serta pola yang berulang.

(Harian Kompas: Dian Dewi Purnamasari/ Kompas.com: Ardito Ramadhan)

https://megapolitan.kompas.com/read/2022/10/10/07300031/batik-betawi-langgam-yang-kini-mulai-pudar-dan-terlupakan

Rekomendasi untuk anda

Terkini Lainnya

Minimarket di Bekasi Dirampok, Pelaku Bawa Kabur Uang Rp 60 Juta

Minimarket di Bekasi Dirampok, Pelaku Bawa Kabur Uang Rp 60 Juta

Megapolitan
Anaknya Dibunuh Alung, Ayah Korban Sebut Keluarga Pelaku Tak Tunjukkan Iktikad Baik

Anaknya Dibunuh Alung, Ayah Korban Sebut Keluarga Pelaku Tak Tunjukkan Iktikad Baik

Megapolitan
Buka Pendaftaran Relawan ke Palestina, Masjid di Tanjung Priok Bergerak Mandiri

Buka Pendaftaran Relawan ke Palestina, Masjid di Tanjung Priok Bergerak Mandiri

Megapolitan
Cek Perbaikan Saluran Air di Pondok Pinang, Wali Kota Jaksel: Mudah-mudahan Bisa Atasi Banjir

Cek Perbaikan Saluran Air di Pondok Pinang, Wali Kota Jaksel: Mudah-mudahan Bisa Atasi Banjir

Megapolitan
Dokter Sebut Kasus Pneumonia Anak Melonjak 10 Persen di RSAB Harapan Kita

Dokter Sebut Kasus Pneumonia Anak Melonjak 10 Persen di RSAB Harapan Kita

Megapolitan
Hingga Kini, 500 Orang Daftar Jadi Relawan ke Palestina di Masjid Al-Muqarrabien Tanjung Priok

Hingga Kini, 500 Orang Daftar Jadi Relawan ke Palestina di Masjid Al-Muqarrabien Tanjung Priok

Megapolitan
Buka Pendaftaran Relawan ke Palestina, Masjid di Tanjung Priok Prioritaskan yang Berlatar Belakang Medis

Buka Pendaftaran Relawan ke Palestina, Masjid di Tanjung Priok Prioritaskan yang Berlatar Belakang Medis

Megapolitan
Kritik Aturan Gubernur DKI Ditunjuk Presiden, F-NasDem : Itu Renggut Hak Rakyat

Kritik Aturan Gubernur DKI Ditunjuk Presiden, F-NasDem : Itu Renggut Hak Rakyat

Megapolitan
Lahan Kantor Desa Setiamekar Diduga Bersengketa, Pemilik Sah Masih Menanti Eksekusi

Lahan Kantor Desa Setiamekar Diduga Bersengketa, Pemilik Sah Masih Menanti Eksekusi

Megapolitan
Tak Revisi Naskah Meski Dilarang Bicara Politik di Pentas Teater, Butet: Kalau Dianggap Melanggar, Silakan Tangkap

Tak Revisi Naskah Meski Dilarang Bicara Politik di Pentas Teater, Butet: Kalau Dianggap Melanggar, Silakan Tangkap

Megapolitan
Terkendala Curah Hujan, Proyek Jembatan Mampang Ditargetkan Baru Rampung Akhir Desember 2023

Terkendala Curah Hujan, Proyek Jembatan Mampang Ditargetkan Baru Rampung Akhir Desember 2023

Megapolitan
Tak Ubah Naskah meski Dilarang Bicara Politik di Pentas Teater, Butet: Panggung Kami Isinya Parodi Satire

Tak Ubah Naskah meski Dilarang Bicara Politik di Pentas Teater, Butet: Panggung Kami Isinya Parodi Satire

Megapolitan
Mal Pelayanan Publik Kota Depok Ditargetkan Rampung Bulan Ini, Beroperasi Januari 2024

Mal Pelayanan Publik Kota Depok Ditargetkan Rampung Bulan Ini, Beroperasi Januari 2024

Megapolitan
Saat Aiman Diperiksa 5,5 Jam soal Pernyataan Oknum Polisi Tak Netral pada Pemilu 2024...

Saat Aiman Diperiksa 5,5 Jam soal Pernyataan Oknum Polisi Tak Netral pada Pemilu 2024...

Megapolitan
DPRD Minta Pemprov DKI Tambah Stok Cabai untuk Tekan Kenaikan Harga

DPRD Minta Pemprov DKI Tambah Stok Cabai untuk Tekan Kenaikan Harga

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke