JAKARTA, KOMPAS.com - Suasana pagi hari di Balai Kota DKI kini kembali ramai oleh warga.
Banyak warga yang datang ke Balai Kota untuk menyampaikan aduan ke posko aduan yang kini kembali dihidupkan oleh Penjabat (Pj) Gubernur DKI Jakara Heru Budi Hartono.
Pada hari ketiga dibukanya posko ini atau pada Rabu (19/10/2022) kemarin, pengaduan yang disampaikan warga cenderung semakin bervariatif.
Ada warga yang mengadukan permasalahan dengan tetangganya.
Namun ada juga warga yang melaporkan dugaan pungutan liar oleh petugas Pemprov DKI.
Saluran air disumbat tetangga
Eni Susilawati, warga Srengseng, Kembangan, Jakarta Barat, melaporkan saluran air di kediamannya sengaja disumbat oleh tetangganya.
"Itu tanah baru kami beli, jadi kami enggak tahu riwayatnya. Tahu-tahu, (saluran air) kami sudah dimampetin sama mereka (tetangga)," tutur Eni di Pendopo Balai Kota DKI, Rabu.
Eni mengaku tak mengetahui alasan tetangganya menyumbat aliran air di kediamannya.
Dia pun mengaku telah bermusyawarah dengan tetangganya. Namun, musyawarah tersebut tak menemui titik terang.
Ia juga telah melaporkan hal tersebut ke perangkat rukun tetangga (RT) tempatnya tinggal.
Menurut dia, setelah membuat laporan di Balai Kota, Pemprov DKI berjanji segera menindaklanjutinya dan meninjau kediamannya.
Tetangga langgar izin bangunan
Ferry Wirya Teja, Warga Sunter Agung, Jakarta Utara, melaporkan tetangganya ke Pemprov DKI Jakarta melalui posko pengaduan di Balai Kota DKI, Rabu kemarin
Ia membuat laporan karena tetangganya diduga melanggar pembangunan bangunan.
"(Melapor ke Pemprov DKI) masalah pelanggaran bangunan. Dia (tetangganya) izin (membangun) tiga lantai menjadi enam lantai," tutur Ferry di Balai Kota DKI, Rabu.
Sementara itu, kata dia, kediamannya kini memiliki lima lantai. Tiga lantai teratas berbentuk railing.
Ferry merasa privasinya terganggu lantaran kediaman tetangganya yang lebih tinggi.
Selain itu, kata dia, sang tetangga juga kerap membuang sampah ke arah kediamannya.
"Jadi suka buangin botol sampah. Pernah dibuangin batu bata ke saya di lantai lima. Dia tahu saya bekerja dengan batu bata. Kalau kena orang kan bisa mati," urainya.
Ferry menambahkan, sebelum membuat pengaduan di Balai Kota DKI pada Rabu ini, dia pernah melaporkan soal pembangunan kediaman tetangganya ke Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Provinsi DKI Jakarta.
Namun, ia menyebut bahwa laporan itu tak kunjung ditindaklanjuti oleh DPMPTSP DKI.
Dipungut biaya PTSL
Sementara itu, Charles, warga Cempaka Putih, Jakarta Pusat, melapor dipungut biaya mengurus program pendaftaran tanah sistematis lengkap (PTSL) ke posko pengaduan di Balai Kota.
Menurut Charles, penerbitan sertifikat tanah melalui program PTSL seharusnya tak dikenai biaya, kecuali untuk nilai tanah di atas Rp 2 miliar.
"Tapi saya membayar 100 persen saat gubernur sebelumnya ini, dari 2018," kata Charles di Balai Kota DKI, Rabu.
Charles mengaku telah mengadu ke Pemprov DKI Jakarta pada 2019. Namun, aduan itu tak kunjung membuahkan hasil.
"Saya sudah mengadu dari tahun 2019, sampai sekarang dari gubernur sebelumnya enggak ada jawaban apa-apa," tutur Charles.
Ia menambahkan, untuk pengaduan yang dilakukan pada Rabu ini, dia dijanjikan akan direspons dalam waktu 2-3 hari melalui sambungan telepon.
"Jadi kan saya tahu ada progres, gitu, daripada diceuekin saja," imbuh dia.
https://megapolitan.kompas.com/read/2022/10/20/09004401/ragam-aduan-warga-di-posko-balai-kota-dari-konflik-dengan-tetangga-hingga
Periksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & Ketentuan