JAKARTA, KOMPAS.com - Kendati namanya tidak setenar Masjid Istiqlal, Masjid Agung Sunda Kelapa yang sama-sama berada di Jakarta Pusat, juga kerap menjadi tujuan wisata religi bagi umat Islam dari seantero daerah di Indonesia.
Pohon-pohon tusam atau pinus yang rindang membuat semilir angin terasa sepoi-sepoi di pelataran Masjid Agung Sunda Kelapa.
Kesejukan lingkungan masjid ini membuat siapapun akan betah. Maka, tak heran apabila kaum Muslim menjadikan masjid ini sebagai salah satu destinasi wisata religi di Jakarta.
Bahkan, kala bulan Ramadhan, pelataran masjid yang berlokasi di Jalan Taman Sunda Kelapa Nomor 16, Menteng, ini dipenuhi orang-orang yang akan berbuka puasa.
Pasalnya, tepat di samping gerbang utama banyak pedagang yang menjual berbagai menu kuliner khas Nusantara yang dijual hampir setiap hari, tidak hanya saat bulan puasa.
Ada gudeg jogja, sate padang, serabi bandung, dan bakso malang. Juga berbagai aneka minuman pelepas dahaga, seperti es kelapa, es buah, es teler, es krim, dan es dawet.
Selain ingin shalat berjamaah di masjid ini, wisata kuliner juga menjadi tujuan mereka. Pengunjung bisa meneruskan perjalanan ke Taman Surapati yang cukup dekat dari Masjid Agung sunda Kelapa.
Dukungan masyarakat secara swadaya
Cerita pembangunan Masjid Agung Sunda Kelapa sarat akan dukungan tokoh nasional, pemerintah DKI Jakarta, serta masyarakat setempat secara swadaya.
Berdasarkan arsip harian Kompas, anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara (MPRS) 1968-1972, Basjaruddin Rahman Motik, dan tetangganya, Subhan ZE, menginisiasi pendirian masjid di wilayah itu.
Upaya mendirikan masjid dilanjutkan pada 1966. Ketika itu, Motik dan masyarakat sekitar merapatkan barisan dengan membentuk panitia pembangunan masjid.
Usaha mendirikan masjid pun mendapat persetujuan dari pejabat tinggi DKI, yakni dari Gubernur DKI Jakarta saat itu, Ali Sadikin, dan Pangdam V/Jaya Amir Machmud.
Atas dorongan dan persetujuan kedua petinggi DKI Jakarta serta tokoh nasional lainnya, seperti Jenderal Abdul Haris Nasution, panitia pembangunan masjid semakin bulat dalam memperjuangkan dibangunnya sebuah masjid.
Karena itu, dibentuklah Yayasan Islam Sunda Kelapa (YISK) pada 7 Oktober 1966
dengan akta notaris Affandi, SH.
Proses pembangunan masjid dimulai dengan menentukan lokasi. Gubernur pun memberikan tempat alternatif kepada yayasan, yaitu di Lapangan Persija (Taman Menteng) atau di Taman Sunda Kelapa.
Pada akhirnya, yayasan memilih Taman Sunda Kelapa sebagai lokasi masjid. Nama taman ini pula yang diabadikan menjadi nama Masjid Agung Sunda Kelapa.
Selanjutnya, masjid ini diresmikan pada 31 Maret 1971 oleh Gubernur Ali Sadikin.
Jangkauan luas
Perkembangan kegiatan dan jangkauan jemaah masjid ini terlihat dari banyaknya orang yang datang saat Kuliah Dhuha dan Kajian Malam rutin dari Senin hingga Kamis setiap pekan.
Jangkauan jemaah Masjid ini telah merambah ke wilayah Asia Tenggara. Banyak juga tamu dari sejumlah negara yang sudah berkunjung ke masjid ini untuk studi banding manajemen keuangan dan teknis.
”Mantan Perdana Menteri Inggris David Cameron pernah berkunjung. Dia sempat membahas pentingnya toleransi memerangi ancaman global,” ujar Sekretaris Eksekutif Masjid Agung Sunda Kelapa Izzudin Syamma kepada harian Kompas 2018 lalu.
Di masjid ini pula Abdurrahman Wahid, presiden keempat RI, kerap datang. Sepertinya itu menjadi bukti bahwa masjid ini juga kerap dijadikan tempat pertemuan tokoh bangsa untuk membahas masalah negara.
Arsitektur unik
Tidak seperti masjid-masjid pada umumnya, Masjid Agung Sunda Kelapa tidak memiliki kubah. Atapnya terbuat dari beton datar dan di kedua sisi ujung terdapat lengkungan yang menyerupai kapal.
Filosofi pembangunan masjid ini memang bertumpu pada Pelabuhan sunda Kelapa yang terkenal sebagai perlintasan perahu para pelancong.
”Ini yang membuat Masjid Agung Sunda Kelapa berbeda, karena filosofinya memang bertumpu pada Pelabuhan Sunda Kelapa yang sudah terkenal menjadi perlintasan perahu para pelancong atau nelayan,” ujar Izzudin.
Arsitektur masjid ini memang dibuat terbuka, dan elegan. Ini bisa dilihat dari bentuk bangunan, baik itu di pintu, gerbang, maupun jendela.
Di gerbang utama, pengunjung langsung disuguhi gapura indah berukir kaligrafi Arab berwarna emas kombinasi putih bertuliskan ”Masjid Agung Sunda Kelapa”.
Kisah yang melekat pada Masjid Agung Sunda Kelapa membuat masjid ini bisa disebut merepresentasikan Islam yang demokratis, progresif, moderat, toleran, dan inklusif.
(Kompas.com: Ihsanuddin/Kompas: Neli Triana)
https://megapolitan.kompas.com/read/2022/10/24/15354081/riwayat-masjid-agung-sunda-kelapa-destinasi-wisata-religi-di-ibu-kota