Salin Artikel

Kasus Pencemaran Nama Baik Luhut karena Disebut "Bermain Tambang" Masih Belum Berhenti

JAKARTA, KOMPAS.com - Kasus pencemaran nama baik Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan masih bergulir sejak dilaporkan pada Agustus 2021.

Direktur Eksekutif Lokataru Haris Azhar dan Koordinator KontraS Fatia Maulidiyanti selaku terlapor pun ditetapkan sebagai tersangka pada Maret 2022.

Kala itu, keduanya sudah menjalani pemeriksaan sebagai tersangka.

Setelah penetapan tersebut, tak ada kejelasan soal kelanjutan kasus pencemaran nama baik itu.

Sampai akhirnya, Haris dan Fatia kembali mendapatkan surat panggilan pemeriksaan tujuh bulan kemudian, yakni 1 November 2022.

Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Endra Zulpan mengatakan pemeriksaan lanjutan terhadap Haris dan Fatia dilakukan karena perlu keterangan tambahan.

Namun, ia enggan berkomentar soal pemeriksaan lanjutan yang baru dilakukan setelah tujuh bulan sejak pemeriksaan terakhir pada Maret 2022.

Jalani pemeriksaan tambahan

Haris dan Fatia pun memenuhi panggilan penyidikan Ditrektorat Reserse Kriminal Khusus Polda Metro Jaya. Keduanya datang dan menjalani pemeriksaan terpisah mulai pukul 10.00 WIB.

Saat ditemui wartawan, Haris maupun Fatia tidak mengetahui secara pasti alasan kepolisian baru meminta keterangan tambahan kepada mereka sejak pemeriksaan terakhir pada Maret 2022.

"Iya ini laporan Agustus 2021, kemudian pemeriksaan sebagai tersangka Maret 2022, sekarang pemeriksaan tambahan lagi hari ini," ujar Haris kepada wartawan, Selasa.

Atas dasar itu, Haris dan Fatia bakal menegaskan soal kelanjutan proses hukum dari kasus yang menjerat mereka.

Sebab, keduanya tidak ingin kasusnya kembali berlarut-larut tanpa ada kejelasan dan berlanjut ke tahap persidangan.

"Ya banyak kan yang dilaporkan dan sudah tersangka, kemudian enggak dilanjutkan itu juga banyak. Kalau saya sama Fatia sejauh ini kami berdua dan juga dengan banyak teman-teman kami enggak mau digantungkan," ungkap Haris.

Tantang penyidik segera rampungkan berkas

Kedua pegiat hak asasi manusia (HAM) itu pun menantang penyidik Polda Metro Jaya untuk segera merampungkan berkas perkara kasus pencemaran nama baik yang menjerat mereka.

"Kalau emang mau dihentikan, hentikan. Kalau mau penjara, penjarain kami silakan. Tetapi kami akan tetap dengan posisi kami," kata Haris.

Haris menekankan bahwa apa yang disampaikan dan disuarakan dia bersama Fatia merupakan bagian dari kerja advokasi di bidang hak asasi manusia (HAM).

Dengan demikian, ia siap menjalani persidangan agar bisa membuktikan kebenaran berkait segala informasi tentang Luhut, yang justru dianggap sebagai pencemaran nama baik.

"Kami akan menggunakan, kami ingin memastikan bahwa kami sudah siap menggunakan kesempatan itu sebaik-baiknya untuk mendetailkan semua informasi. Baik dari sisi soal isi laporan, maupun dari sisi kebebasan berekspresinya," tutur Haris.

Haris dan Fatia berharap bisa mendapatkan kejelasan soal kelanjutan kasus yang menjerat mereka setelah menjalani pemeriksaan lanjutan.

"Iya, kami berharap supaya selesai segera. Mau dihentikan atau mau disegerakan ke pengadilan? Kami enjoy aja," pungkas dia.

Dugaan pencemaran nama Luhut

Sebagai informasi, Polda Metro Jaya telah menetapkan Haris dan Fatia sebagai tersangka kasus dugaan pencemaran nama baik Luhut pada 19 Maret 2022.

Perkara ini berawal dari percakapan antara Haris dan Fatia dalam video berjudul "Ada Lord Luhut di Balik Relasi Ekonomi-OPS Militer Intan Jaya!! Jenderal BIN Juga Ada!! NgeHAMtam" yang diunggah di kanal YouTube Haris Azhar.

Dalam video tersebut, keduanya menyebut Luhut "bermain" dalam bisnis tambang di Intan Jaya Papua.

Dalam laporan YLBHI dkk, ada empat perusahaan di Intan Jaya yang diduga terlibat dalam bisnis tersebut, yakni PT Freeport Indonesia (IU Pertambangan), PT Madinah Qurrata’Ain (IU Pertambangan), PT Nusapati Satria (IU Penambangan), dan PT Kotabara Miratama (IU Pertambangan).

Dua dari empat perusahaan itu, yakni PT Freeport Indonesia (PTFI) dan PT Madinah Qurrata’Ain (PTMQ), adalah konsesi tambang emas yang teridentifikasi terhubung dengan militer atau polisi, termasuk Luhut.

Setidaknya, ada tiga nama aparat yang terhubung dengan PT MQ. Mereka adalah purnawirawan polisi Rudiard Tampubolon, purnawirawan TNI Paulus Prananto, dan Luhut.

Luhut membantah tudingan itu dan melayangkan somasi kepada Haris dan Fatia agar mereka meminta maaf.

Namun, permintaan itu tidak dipenuhi sehingga Luhut memutuskan melaporkan Haris dan Fatia ke Polda Metro Jaya pada 22 September 2021.

Luhut mengatakan, dirinya memutuskan untuk lapor polisi karena pernyataan Haris dan Fatia sudah menyinggung nama baiknya dan keluarga.

"Ya karena (Haris dan Fatia) sudah dua kali (disomasi) tidak mau minta maaf, saya kan harus mempertahankan nama baik saya, anak, cucu saya," kata Luhut saat itu.

https://megapolitan.kompas.com/read/2022/11/02/08493651/kasus-pencemaran-nama-baik-luhut-karena-disebut-bermain-tambang-masih

Terkini Lainnya

Seorang Pria Tewas Tertabrak Kereta di Matraman

Seorang Pria Tewas Tertabrak Kereta di Matraman

Megapolitan
Disdik DKI Bantah Siswa di Jaksel Lompat dari Lantai 3 Gedung Sekolah karena Dirundung

Disdik DKI Bantah Siswa di Jaksel Lompat dari Lantai 3 Gedung Sekolah karena Dirundung

Megapolitan
BNN Masih Koordinasi dengan Filipina Soal Penjemputan Gembong Narkoba Johan Gregor Hass

BNN Masih Koordinasi dengan Filipina Soal Penjemputan Gembong Narkoba Johan Gregor Hass

Megapolitan
Polisi Minta Keterangan MUI, GBI, dan Kemenag Terkait Kasus Dugaan Penistaan Agama Pendeta Gilbert

Polisi Minta Keterangan MUI, GBI, dan Kemenag Terkait Kasus Dugaan Penistaan Agama Pendeta Gilbert

Megapolitan
Walkot Depok: Bukan Cuma Spanduk Supian Suri yang Kami Copot...

Walkot Depok: Bukan Cuma Spanduk Supian Suri yang Kami Copot...

Megapolitan
Satpol PP Copot Spanduk Supian Suri, Walkot Depok: Demi Allah, Saya Enggak Nyuruh

Satpol PP Copot Spanduk Supian Suri, Walkot Depok: Demi Allah, Saya Enggak Nyuruh

Megapolitan
Polisi Bakal Panggil Indonesia Flying Club untuk Mengetahui Penyebab Jatuhnya Pesawat di BSD

Polisi Bakal Panggil Indonesia Flying Club untuk Mengetahui Penyebab Jatuhnya Pesawat di BSD

Megapolitan
Siswi SLB di Jakbar Dicabuli hingga Hamil, KPAI Siapkan Juru Bahasa Isyarat dan Pendampingan

Siswi SLB di Jakbar Dicabuli hingga Hamil, KPAI Siapkan Juru Bahasa Isyarat dan Pendampingan

Megapolitan
Ada Pembangunan Saluran Penghubung di Jalan Raya Bogor, Rekayasa Lalu Lintas Diterapkan

Ada Pembangunan Saluran Penghubung di Jalan Raya Bogor, Rekayasa Lalu Lintas Diterapkan

Megapolitan
KPAI Minta Polisi Kenakan UU Pornografi ke Ibu yang Rekam Anaknya Bersetubuh dengan Pacar

KPAI Minta Polisi Kenakan UU Pornografi ke Ibu yang Rekam Anaknya Bersetubuh dengan Pacar

Megapolitan
Sudah Lakukan Ganti Untung, Jakpro Minta Warga Kampung Susun Bayam Segera Kosongi Rusun

Sudah Lakukan Ganti Untung, Jakpro Minta Warga Kampung Susun Bayam Segera Kosongi Rusun

Megapolitan
Anak di Jaktim Disetubuhi Ayah Kandung, Terungkap Ketika Korban Tertular Penyakit Kelamin

Anak di Jaktim Disetubuhi Ayah Kandung, Terungkap Ketika Korban Tertular Penyakit Kelamin

Megapolitan
Viral Video Pencopotan Spanduk Sekda Supian Suri oleh Satpol PP Depok

Viral Video Pencopotan Spanduk Sekda Supian Suri oleh Satpol PP Depok

Megapolitan
BNN Tangkap 7 Tersangka Peredaran Narkoba, dari Mahasiswa sampai Pengedar Jaringan Sumatera-Jawa

BNN Tangkap 7 Tersangka Peredaran Narkoba, dari Mahasiswa sampai Pengedar Jaringan Sumatera-Jawa

Megapolitan
Tren Penyelundupan Narkoba Berubah: Bukan Lagi Barang Siap Pakai, tapi Bahan Baku

Tren Penyelundupan Narkoba Berubah: Bukan Lagi Barang Siap Pakai, tapi Bahan Baku

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke