Melalui sebuah utas di Twitter, Senin (26/12/2022), Silvia mengungkapkan, pilihan kendaraan yang tersedia hanyalah dari Pusat Koperasi Angkatan Udara (Puskopau), yakni taksi Puskopau, Grab Puskopau, dan Gojek Puskopau.
Sementara pilihan transportasi lainnya yang harganya lebih murah, seperti Bluebird, tidak tersedia.
Dia pun menduga tarif transportasi di bandara tersebut sudah di-mark-up.
"Semua yg ada puskopau ini harganya mark-up. HLP - rumah gw itu kisaran 60an - 80an. Grab gw 118. Udah gitu penumpang disuruh bayar lagi surcharge 15K," tulisnya dalam utas tersebut.
Untuk diketahui, Kompas.com sudah meminta izin kepada Silvia untuk mengutip utasnya dalam berita, Selasa (27/12/2022).
Menurut Silvia, hal ini terasa seperti pemaksaan terhadap masyarakat lantaran harus membayar dari segala sisi, termasuk biaya transportasi yang telah di-mark-up dan surcharge atau biaya tambahan.
Padahal, sambungnya dalam utas, masyarakat sudah membayar maskapai yang sudah termasuk pelayanan bandara.
"Klo emang tujuannya untuk maintenance bandara, kenapa ga dibebankan ke harga total service ke maskapai, dan maskapai ke penumpang. Praktek kaya gini legal ya?" Silvia berujar.
Perihal surcharge, ia mengatakan bahwa Bandara Internasional Soekarno-Hatta pun memilikinya.
Namun, bedanya adalah bandara lain kelolaan PT Angkasa Pura (AP) II itu menyediakan pilihan transportasi lain, yakni Bluebird, dengan harga normal.
Silvia pun sempat menyenggol monopoli usaha dan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) yang mengatur tentang hal tersebut.
" I paid the driver sesuai kok, gw masih mampu. Tapi keluhan gw ini cuma keluhan warga yg mau pelayanan publik itu lbh baik, bukan berarti gw harus jalan keluar dulu Sil, no. Kita punya KPPU yang mengatur tentang monopoli usaha, katanya negara hukum. So lets use that as the basis," tulisnya.
Silvia menanyakan alasan di balik absennya Bluebird di Bandara Halim Perdanakusuma, serta adanya surcharge.
Menurut Silvia, pihak bandara sudah menerima pendapatan dari maskapai penerbangan, sehingga pembayaran tambahan dipertanyakan.
"Kalo make sense alasannya gw terima kok, tapi kalo ngga make sense, I will ask. Kita warga punya hak bertanya. Jangan lupa kita hidup di negara demokrasi. Kalo ada yg ga sesuai ya challenge dengan pertanyaan," tutupnya.
Kompas.com sudah berusaha menghubungi Direktur Utama PT AP II, Muhammad Awaluddin, Senin. Namun, belum ada jawaban hingga berita ini tayang.
https://megapolitan.kompas.com/read/2022/12/27/16473491/warganet-pertanyakan-tarif-taksi-bandara-halim-yang-lebih-mahal-dan-kena
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.