Namun, bagi kelompok masyarakat lainnya, sampah-sampah itu justru menjadi "pundi-pundi" rupiah.
Pada Minggu (8/1/2023), saat malam semakin larut dan orang-orang sudah terlelap dalam tidurnya, Titi (52) dan Sutikno (60) masih mencari nafkah di jalanan.
Mereka adalah pasangan suami istri yang sehari-hari mengumpulkan barang-barang bekas.
“Iya, saya dari rumah jam 21.00 WIB malam,” ujar Titi yang tengah beristirahat di depan emperan sebuah toko di seberang SPBU Pertamina Jalan HOS Cokroaminoto, Kota Tangerang, Senin (9/1/2023) pukul 01.23 WIB.
Beralaskan sebuah kardus yang dilipat, Titi bersandar di rolling door (pintu dorong) toko tersebut, sembari sesekali mengunyah makanan.
Di depannya, ada sebuah gerobak pengangkut barang-barang bekas berwarna merah gelap milik Titi dan suaminya.
Titi bercerita, ia beristirahat sembari menunggu suaminya yang sedang berkeliling mencari barang-barang bekas.
Di depan tempatnya beristirahat, terlihat tumpukan sampah-sampah di tengah jalan raya.
Jalan tersebut merupakan salah satu lokasi yang kerap jadi tempat pembuangan sampah pada malam hingga pagi hari.
Menurut Titi, biasanya ia dan suaminya hanya mencari sampah di sekitar depan SPBU Pertamina Jalan HOS Cokroaminoto.
Sebab, di tengah jalan tersebut selalu banyak sampah menumpuk.
"Iya, dulu pas di sini (menunjuk ke tengah jalan) banyak sampahnya, saya dan suami enggak ke mana-mana, cuma di sini aja dari keluar rumah sampai pagi," ujar Titi.
"Sekarang udah sepi, jadi harus keliling-keliling nyari di tempat lain," tambah dia.
Meskipun tumpukan sampah di tengah jalan raya dianggap mengganggu pemandangan oleh masyarakat umum, bagi Titi dan suaminya, itu adalah lahan mencari uang untuk melanjutkan hidup.
"Dulu waktu ramai enak di sini, ngumpulin sampahnya enggak sampai jalan jauh ke CBD Ciledug Mall, jadi sampai pagi sekitar jam 06.00-07.00 pagi bisa di sini aja," ucap dia.
Adapun Titi dan suaminya tinggal tidak jauh di daerah belakang SPBU Pertamina HOS Cokroaminoto.
Mereka tinggal di mes pemilik gerobak sekaligus pengepul barang-barang bekas itu.
Sampah-sampah yang mereka kumpulkan itu akan ditimbang setiap dua minggu dan dibayar dengan uang oleh pengepul.
"Alhamdulillah kadang dua minggu dapat Rp 500.000-Rp 700.000 dari bos," ujar ibu dua anak itu.
Anak pertamanya adalah seorang perempuan berusia 26 tahun yang sudah menikah.
Sementara itu, anak keduanya masih duduk di bangku SMP di Indramayu, Jawa Barat. Karena itu, uang tersebut digunakan untuk membiayai hidup anak laki-lakinya tersebut serta mencukupi kebutuhan sehari-hari Titi dan suaminya di Tangerang.
Titi menyebutkan, selain sampah-sampah bekas yang masih bernilai rupiah, dia juga sering menerima pakaian dan perabotan bekas dari orang-orang yang akan membuang sampah di lokasi itu.
Semua perabotan dan pakaian bekas yang didapatkan itu biasa dia gunakan sendiri, tetapi banyak juga yang diberikan kepada tetangga yang membutuhkan.
Selain Titi dan suaminya, ada pula Yahya (43) yang sering mengumpulkan sampah bekas di Jalan HOS Cokroaminoto.
Yahya mengatakan, ia sehari-hari memang sering datang ke sana untuk mengumpulkan botol bekas, kardus, botol plastik, dan berbagai barang bekas berharga lainnya.
"Memang yang buang sampah di sini cukup banyak, tapi kebanyakan sih sampah para pedagang. Saya cuma ambil botol bekas," ujar Yahya.
Tidak hanya mengambil barang bekas yang bisa dijual, Yahya juga merapikan sampah-sampah yang bercecer di jalan tersebut.
“Saya ngerapiin juga (sampah berjejer itu), karena kan emang dari petugas kebersihan biasanya mengangkut sampah di sini setiap pagi, kalau sampahnya berceceran, nanti saya yang dimarahi karena disangkanya saya yang berantakin,” ujar Yahya.
https://megapolitan.kompas.com/read/2023/01/12/05300081/kala-deretan-sampah-di-tengah-jalan-ciledug-ganggu-lingkungan-tapi-jadi