JAKARTA, KOMPAS.com - Party (45), pengelola warung makan di Kelurahan Bidara Cina mengungkapkan, keuntungannya kian menipis lantaran harga beras per kilogram tidak kunjung turun.
"Keuntungan yang diraup seperempatnya dari biasanya," ujar dia di lokasi, Kamis (16/2/2023).
Saat ini, harga beras medium di pasaran berada telah menyentuh Rp 10.000 per kilogram, melebihi harga eceran tertinggi (HET), yang seharusnya Rp 9.450 per kilogram.
Party mengatakan, harga beras per kilogram sempat berada pada kisaran Rp 8.000-Rp 8.500.
Pada saat itu, keuntungan per harinya berada pada kisaran Rp 300.000.
"Tapi sekarang Rp 100.000-an sejak harga (beras) naik jadi Rp 10.000-an. Biasanya (dapat untung) Rp 300.000-an, sekarang kelebihannya (untung) cuma Rp 100.000-an," Party berujar.
Harga naik bikin warung sepi
Party mengungkapkan bahwa ia pernah menaikkan harga lauk di warung nasinya.
Ini ketika periode lebaran beberapa waktu lalu dan hampir semua bahan pangan melonjak.
"Saya sudah 15 tahun di sini, (harga lauk) bertahan. Apa-apa naik semua, sampai cabai naik Rp 100.000 per kilogram dulu, saya tetap bertahan harga lauk dan porsi nasi," kata dia.
Pada saat itu, Party sempat mencoba menaikkan harga lauk sebesar Rp 2.000.
Namun, ia hanya bisa bertahan selama sepekan karena warungnya langsung sepi.
"Saya enggak kuat karena seminggu harga naik, warung nasi malah sepi," ungkap Party.
Sejak saat itu, ia akhirnya berkomitmen untuk tidak pernah mengurangi porsi nasi atau menaikkan harga lauk.
Meski keuntungannya menipis, Party tetap berjuang agar warung nasinya tidak pernah sepi pelanggan.
"Langganan saya malah hilang seminggu (saat harga lauk dinaikkan), akhirnya balik ke harga semula," tutur Party.
"Walaupun harganya murah, kalau yang beli banyak, kita dapat untung. Kalau naikin harga terus enggak ada yang beli, cuma dapet capek aja," imbuh dia.
Ingin harga beras menurun
Party menuturkan, ia ingin agar harga bahan-bahan pokok termasuk beras menurun.
Sebab, nominal saat ini dirasa memberatkan karena harga beras yang didapatnya hampir mencapai Rp 12.000 per kilogram.
"Kalau sekarung 50 kilogram, harganya kena Rp 570.000. Saya kalau beli beras karungan, beli dua karung. Tinggal dibagi aja Rp 570.000 sama 50, per kilogram bisa Rp 12.000-an," ucap dia.
Walhasil, harga beras yang kian melambung memengaruhi biaya operasional warung nasi miliknya.
Menurut Party, keuntungan harian yang didapat membuatnya merasa seperti tidak mendapat untung sama sekali karena terlalu sedikit.
"Kita kerjanya sih kerja keras, tapi (kayak) enggak dapet untung. Asal warung kita bisa berjalan dan bisa belanja lagi," paparnya.
"Harapannya segera stabil harga bahan pokok supaya masyarakat kecil bisa makmur semua. Berharap banget harga beras turun, itu harus. Semuanya lah harga bahan pokok diturunin," pungkas Party.
Sebagai informasi, berdasarkan data Informasi Pangan Jakarta per Selasa (14/2/2023), harga rata-rata beras medium sudah mencapai Rp 10.735 per kilogram.
Ketua Komunitas Warteg Nusantara (Kowantara) Mukroni mengungkapkan bahwa tingginya harga beras bisa berdampak pada kenaikan biaya operasional.
Untuk menyiasati hal tersebut, pedagang warteg pun mengurangi porsi nasi untuk pembeli ketimbang menaikkan harga karena masyarakat sudah terpuruk akibat kenaikan harga bahan pokok.
Informasi Pangan Jakarta juga mencatat bahwa harga tertinggi beras medium dijual di Pasar Kalibaru, Jakarta Utara, dengan harga sebesar Rp 13.000 per kilogram.
https://megapolitan.kompas.com/read/2023/02/16/23065091/jeritan-pedagang-di-warung-makan-akibat-harga-beras-naik-keuntungan