Salin Artikel

Tragedi dan Ironi dari Kasus Mario Dandy Satrio

TRAGEDI. Nama Mario Dandy Satrio (20 tahun) mendadak tenar. Bukan karena keberhasilan, sayangnya. Serentet tragedi menjadi catatan merah tebal dari kasus yang bikin Mario tenar ini. Ada juga ironi di sini.

Mario menjadi tenar karena menganiaya D (17), Senin (20/2/2022). Hingga tulisan ini tayang, D masih belum bangun dari kondisi koma.

Tragedi pertama dari kasus ini adalah sebab penganiayaan. Urusan perempuan dan soal permantanan yang belum usai.

Pacar Mario, A, mengadu soal D kepada Mario. A adalah mantan pacar D. Polisi masih mendalami aduan macam apa yang sebenarnya disampaikan A, untuk memastikan motif dari tragedi ini. 

Tragedi kedua, A masihlah bocah SMA. 15 tahun. Di bawah umur, secara hukum. Namun, pengguna media sosial menyoroti tingkahnya seusai Mario menganiaya D yang sempat dia unggah ke fitur story Instagram.

Tragedi ketiga, David yang masih koma hingga tulisan ini diketik, juga masih di bawah umur. Adapun Mario berstatus mahasiswa saat melakukan penganiayaan, secara hukum sudah berusia dewasa pula.

Ironi

Ironi pertama dari tragedi ini, para pelaku adalah anak-anak mapan dengan pendidikan di tempat-tempat ternama. Tak hanya kasusnya yang bikin prihatin, di kepala kita harus muncul pula pertanyaan tentang korelasi pendidikan berkelas dan kelakuan.

Jadi ironi karena, sungguh, sekolah—apalagi di tempat berkelas—adalah kemewahan di negeri +62. Sensus sosial dan ekonomi yang secara berkala dilansir Badan Pusat Statistik (BPS) berkali-kali menegaskan itu.

Pendidikan berkelas ini lalu memutar balik ke latar belakang Mario. Dia anak pejabat Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan. Ayahnya masih aktif jadi pejabat saat penganiayaan itu terjadi. 

Dua hal ini kemudian menyertai kotak pandora yang terbuka. Mobil yang dikendarai Mario, Jeep Rubicon, ternyata memakai pelat palsu. Dalihnya, menghindari tilang elektronik. Pajak kendaraan bermotor mobil itu belum dibayar.

Meski pajak kendaraan bermotor masuk kategori pajak daerah yang bukan ranah kerja bapaknya di DJP Kementerian Keuangan, sontak ironi tetap menguar dari sini.

Mau kantong kanan atau kantong kiri, untuk menggambarkan pajak daerah dan pajak nasional yang jadi ranah tugas si bapak, dua-duanya terkait dengan upaya negara yang terus menggaungkan dorongan dan penindakan terkait kepatuhan pajak.

Wajar, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati pun angkat suara soal kasus ini. Gaya hidup mewah dan kelakuan jajaran DJP beserta keluarga mereka langsung kena semprot.

Tidak tanggung-tanggung, Sri Mulyani tancap gas mengulik sosok bapak Mario, Rafael Alun Trisambodo. Sesegera itu terungkap kekayaan Rafael yang setara menteri, yang itu juga tak semuanya terlaporkan dalam berkas Laporan Harta Kekayaan Pejabat Negara (LHKPN).

Dalam hitungan hari, Sri Mulyani mencopot Rafael dari jabatannya. Puncaknya, Rafael mengundurkan diri dari status sebagai aparatur sipil negara (ASN). 

Ujaran filosofi Jawa memberi gambaran telak atas kejadian ini, "Anak polah, bapa kepradah". Artinya kurang lebih, anak bertingkah maka bapaknya yang kena getah, anak berkelakuan buruk maka ayahnya yang dapat hukuman.

Meskipun, Mario juga kena tulah atas perbuatannya sendiri. Jerat hukum pidana mulai bekerja padanya. Lalu, kampus tempatnya kuliah pun mengeluarkannya.

Adapun A, karena statusnya di bawah umur dalam kaca mata hukum, masih terlindungi oleh UU Perlindungan Anak. Tetap saja, tragedi dan ironi di seputar dirinya harus jadi pelajaran bersama untuk kita semua.

Naskah: KOMPAS.com/PALUPI ANNISA AULIANI

https://megapolitan.kompas.com/read/2023/02/25/07374541/tragedi-dan-ironi-dari-kasus-mario-dandy-satrio

Terkini Lainnya

Kecelakaan di UI, Saksi Sebut Mobil HRV Berkecepatan Tinggi Tabrak Bus Kuning

Kecelakaan di UI, Saksi Sebut Mobil HRV Berkecepatan Tinggi Tabrak Bus Kuning

Megapolitan
Polisi Periksa 10 Saksi Kasus Tewasnya Siswa STIP yang Diduga Dianiaya Senior

Polisi Periksa 10 Saksi Kasus Tewasnya Siswa STIP yang Diduga Dianiaya Senior

Megapolitan
Diduga Ngebut, Mobil Tabrak Bikun UI di Hutan Kota

Diduga Ngebut, Mobil Tabrak Bikun UI di Hutan Kota

Megapolitan
Pembunuh Wanita Dalam Koper Sempat Tinggalkan Mayat Korban di Kamar Hotel

Pembunuh Wanita Dalam Koper Sempat Tinggalkan Mayat Korban di Kamar Hotel

Megapolitan
Siswa STIP Dianiaya Senior di Sekolah, Diduga Sudah Tewas Saat Dibawa ke Klinik

Siswa STIP Dianiaya Senior di Sekolah, Diduga Sudah Tewas Saat Dibawa ke Klinik

Megapolitan
Terdapat Luka Lebam di Sekitar Ulu Hati Mahasiswa STIP yang Tewas Diduga Dianiaya Senior

Terdapat Luka Lebam di Sekitar Ulu Hati Mahasiswa STIP yang Tewas Diduga Dianiaya Senior

Megapolitan
Dokter Belum Visum Jenazah Mahasiswa STIP yang Tewas akibat Diduga Dianiaya Senior

Dokter Belum Visum Jenazah Mahasiswa STIP yang Tewas akibat Diduga Dianiaya Senior

Megapolitan
Polisi Pastikan RTH Tubagus Angke Sudah Bersih dari Prostitusi

Polisi Pastikan RTH Tubagus Angke Sudah Bersih dari Prostitusi

Megapolitan
Mahasiswa STIP Tewas Diduga akibat Dianiaya Senior

Mahasiswa STIP Tewas Diduga akibat Dianiaya Senior

Megapolitan
Berbeda Nasib dengan Chandrika Chika, Rio Reifan Tak Akan Dapat Rehabilitasi Narkoba

Berbeda Nasib dengan Chandrika Chika, Rio Reifan Tak Akan Dapat Rehabilitasi Narkoba

Megapolitan
Lansia Korban Hipnotis di Bogor, Emas 1,5 Gram dan Uang Tunai Jutaan Rupiah Raib

Lansia Korban Hipnotis di Bogor, Emas 1,5 Gram dan Uang Tunai Jutaan Rupiah Raib

Megapolitan
Polisi Sebut Keributan Suporter di Stasiun Manggarai Libatkan Jakmania dan Viking

Polisi Sebut Keributan Suporter di Stasiun Manggarai Libatkan Jakmania dan Viking

Megapolitan
Aditya Tak Tahu Koper yang Dibawa Kakaknya Berisi Mayat RM

Aditya Tak Tahu Koper yang Dibawa Kakaknya Berisi Mayat RM

Megapolitan
Kadishub DKI Jakarta Tegaskan Parkir di Minimarket Gratis

Kadishub DKI Jakarta Tegaskan Parkir di Minimarket Gratis

Megapolitan
Koper Pertama Kekecilan, Ahmad Beli Lagi yang Besar untuk Masukkan Jenazah RM

Koper Pertama Kekecilan, Ahmad Beli Lagi yang Besar untuk Masukkan Jenazah RM

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke