Bahkan, pada Senin (27/2/2023), total 118 RT di sejumlah kelurahan di Jakarta yang terendam banjir dengan ketinggian beragam, ada yang di atas 1 meter.
Kemudian, berdasarkan data terakhir Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) DKI Jakarta per Rabu (1/3/2023) pukul 18.00 WIB, tersisa enam RT dan lima ruas jalan yang terendam banjir.
Hujan dengan intensitas sangat lebat juga menyebabkan kenaikan status siaga Bendung Katulampa, Pintu Air Manggarai, Pos Angke Hulu, Pos Sunter Hulu, dan Pintu Air Karet menjadi siaga 3 (waspada).
Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta sudah menyiapkan berbagai upaya untuk menghadapi potensi bencana hidrometeorologi.
Bencana hidrometeorologi yang kerap terjadi saat musim hujan di antaranya banjir, angin kencang, pohon tumbang, jalanan licin, dan genangan.
Salah satu infrastruktur pengendali banjir yang ada di Jakarta adalah Stasiun Pompa Waduk Pluit, Penjaringan, Jakarta Utara.
Infrastruktur tersebut disebut sebagai benteng terakhir pertahanan Ibu Kota dari banjir.
Waduk Pluit diperkirakan mampu menampung volume air sekitar tiga juta meter kubik. Infrastruktur ini dilengkapi dengan 10 pompa berkapasitas 49 meter kubik per detik.
Tiga pompa rusak
Kendati demikian, tiga dari 10 pompa yang ada di Rumah Pompa Waduk Pluit mengalami kerusakan. Saat ini tiga pompa tersebut tengah dalam masa perbaikan.
"Kalau untuk saat ini memang ada perbaikan di pompa yang tengah. Jadi operasi untuk saat ini hanya tujuh unit. Jadi, yang tiga ini lagi ada perbaikan," kata Muji (42), operator Rumah Waduk Pluit, saat berbincang dengan Kompas.com pada Rabu sore.
"Sebenarnya sudah masuk perbaikan rutin. Cuma pas ada kerusakan saja," timpal petugas Rumah Pompa Waduk Pluit yang lain, Andrian.
Tiga pompa tersebut rusak saat ketinggian air beberapa hari lalu di Waduk Pluit mencapai 50 sentimeter (siaga 3) dengan batas aman, yakni 190 sentimeter.
Penyebab pompa rusak
Muji mengungkapkan, ada beberapa alasan yang menyebabkan tiga pompa tersebut rusak. Salah satunya adalah intensitas penggunaan yang cukup tinggi untuk menyedot banjir.
Alasan lainnya berkaitan dengan perilaku masyarakat dalam membuang sampah.
"Selain pemakaian, ya kondisi air, karena kami berhadapan langsung sama air laut, ada korosi air asin. Yang kedua, ya sampah itu utama. Karena pompa itu kan kerusakan paling banyak dari sampah," ungkap Muji.
Kewalahan
Saat ini, tiga mesin pompa yang rusak tersebut tak memengaruhi kinerja tujuh mesin lainnya untuk mengantisipasi potensi banjir akibat curah hujan tinggi di Ibu Kota.
Namun, Muji tak memungkiri bahwa sesekali Rumah Pompa Waduk Pluit kewalahan saat menghadapi air kiriman dari hulu dan hujan dengan intensitas tinggi secara bersamaan.
"Kadang kan yang tidak terbendung ini (air) kiriman, kiriman belum selesai, Jakarta terkena curah hujan yang tinggi. Yang bikin kewalahan itu," ucap Muji.
Curhatan petugas
Saat berbincang, Muji juga sempat menumpahkan curahan hatinya tentang pekerjaan yang ia tekuni selama 10 tahun terakhir ini.
Dia mengeluhkan perilaku masyarakat yang masih saja membuang sampah ke bantaran kali dan sungai.
"Sebenarnya kalau kami untuk masalah kendala, paling sampah. Karena, bagaimana lagi, masyarakat kesadaran untuk tidak membuang sampah di kali masih susah," kata Muji.
Menurut Muji, semuanya tidak akan membuahkan hasil jika masyarakat masih tidak sadar akan pentingnya membuang sampah pada tempatnya.
"Kembali lagi, ke masyarakat lagi. Sekarang sampah mau diambil tiap hari sama petugas, tapi buang setiap hari, ya sama saja. Tetap, permasalahan di Indonesia itu tetap sampah," ujar Muji.
https://megapolitan.kompas.com/read/2023/03/02/08084291/rusaknya-3-pompa-waduk-pluit-kala-musim-hujan-pengelola-kewalahan-hadapi