JAKARTA, KOMPAS.com - Koordinator Kelompok Ahli Badan Narkotika Nasional (BNN) Komjen Pol (Purn) Ahwil Loetan mengatakan bahwa barang bukti narkoba tak selalu ada di setiap penangkapan para tersangka.
Hal itu disampaikannya saat menjadi saksi persidangan Irjen Teddy Minahasa di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Barat, Senin (6/3/2023).
Saat jalannya persidangan, jaksa penuntut umum (JPU) menanyakan apakah dalam pengungkapan kasus narkoba perlu ditemukan barang bukti.
"Apakah pada saat dilakukan penangkapan terhadap diri tersangka yang merupakan satu jaringan, atau satu sindikat harus ditemukan barang bukti pada dirinya?" tanya Jaksa dalam persidangan.
Ahwil kemudian menjelaskan bahwa dalam penangkapan narkoba pasti ada barang bukti. Kendati begitu, dia tak menampik bahwa ada kasus di mana penyidik tak menemukan barang bukti narkoba.
Ahwil yang pernah bertugas sebagai Duta Besar Republik Indonesia untuk Meksiko, mencontohkan kisah jenderal dan diktator asal Panama, Manuel Antonio Noriega Moreno.
"Untuk bandar-bandar besar, kebetulan saya dinas di Meksiko, di sana kartel-kartelnya besar. Jadi yang namanya bandar itu tidak pernah barang bukti ada padanya," kata Ahwil.
Selain itu, lanjutnya, bandar besar di Meksiko tak pernah positif narkoba. Sebab, mereka hanya bergerak di belakang layar peredaran narkoba.
"Jadi itu jangan menjadi patokan orang kalau ditangkap, barang bukti harus ada padanya. Enggak perlu," ujar Ahwil.
Ahwil memaparkan, Manuel merupakan jenderal bintang 4 yang ditangkap tanpa barang bukti oleh Drug Enforcement Administration (DEA) Amerika Serikat.
"Jadi belum tentu orang yang berkait narkotika harus ada barang bukti padanya, harus dites darah postif. Itu enggak perlu. Jadi bandar besar clear pasti tidak akan ada narkotika padanya," urai Ahwil.
Ahwil menyampaikan, DEA Amerika Serikat mengantongi bukti-bukti berupa data elektronik untuk menangkap diktator tersebut. Menurut Ahwil, yang terpenting ditemukannya bukti pendukung elektronik berupa e-mail, riwayat telepon, maupun jaringan.
Untuk diketahui, Teddy Minahasa kerap menyebut bahwa dia menjadi terdakwa tanpa barang bukti sabu.
Melalui kuasa hukumnya, Hotman Paris Hutapea, Teddy mengeklaim telah memerintahkan eks Kapolres Bukittinggi AKBP Dody Prawiranegara untuk memusnahkan barang bukti hasil sabu yang ditilap.
Hotman menyebut, pihaknya bakal memakai alat bukti percakapan WhatsApp antara Teddy dengan anak buahnya yakni Dody, Syamsul Ma'arif dan Linda Pujiastuti.
"Mereka ada komunikasi itu di mana tgl 28 September ada WA (WhatsApp) dari jenderal mengatakan tarik barang, musnahkan. Itu kan alat bukti elektronik juga dan itu yang tidak dilaksanakan si Kapolres," ucap Hotman.
Hotman bersikukuh, kliennya tak memegang sabu hasil penilapan tersebut. Pasalnya, menurut Hotman, Dody tetap menjual sabu meski Teddy memerintahkan agar barang itu dimusnahkan.
Menurut jaksa dalam dakwaannya, Teddy terbukti bekerja sama dengan AKBP Dody Prawiranegara, Syamsul Maarif, dan Linda Pujiastuti (Anita) untuk menawarkan, membeli, menjual, dan menjadi perantara penyebaran narkotika.
Narkotika yang dijual itu merupakan hasil penyelundupan barang sitaan seberat lebih dari 5 kilogram.
Dalam persidangan terungkap bahwa Teddy meminta AKBP Dody mengambil sabu itu lalu menggantinya dengan tawas.
Awalnya, Dody sempat menolak. Namun, pada akhirnya Dody menyanggupi permintaan Teddy.
Dody kemudian memberikan sabu tersebut kepada Linda. Setelah itu, Linda menyerahkan sabu tersebut kepada Kasranto untuk kemudian dijual kepada bandar narkoba.
Total, ada 11 orang yang diduga terlibat dalam peredaran narkoba ini, termasuk Teddy Minahasa.
Sementara itu, 10 orang lainnya adalah Hendra, Aril Firmansyah, Aipda Achmad Darmawan, Mai Siska, Kompol Kasranto, Aiptu Janto Situmorang, Linda Pujiastuti, Syamsul Ma'arif, Muhamad Nasir, dan AKBP Dody Prawiranegara.
Teddy dan para terdakwa lainnya didakwa melanggar Pasal 114 Ayat 2 subsider Pasal 112 Ayat 2, juncto Pasal 132 Ayat 1, juncto Pasal 55 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.
https://megapolitan.kompas.com/read/2023/03/06/22502221/update-sidang-teddy-minahasa-ahli-sebut-tak-selalu-ada-barang-bukti