"Bisa bertahan aja sudah bagus. Kadang bisa tekor dagangan karena pengeluaran dan pemasukan udah enggak seimbang, lebih banyak pengeluaran," ungkap Yudi di Pasar Rawamangun, Rabu (5/4/2023).
Yudi menuturkan, masa sulit itu terjadi sejak pandemi Covid-19 melanda Indonesia pada Maret 2020.
Sejak saat itu, pendapatan Yudi menurun drastis, yakni sekitar 50 persen dan belum pulih hingga kini.
Yudi menyebut pandemi juga membuat daya beli pelanggannya lesu. Jumlah telur yang dibeli menurun, terutama sejak terjadinya lonjakan harga.
Saat ini, harga telur di kios Yudi adalah Rp 28.000-Rp 29.000 per kilogram.
Sebelum puasa, harganya adalah Rp 26.000 per kilogram. Namun, harga menjadi fluktuatif.
"Awal puasa naik jadi Rp 28.000, terus ke Rp 30.000, terus sekarang turun lagi jadi Rp 28.000," ujar Yudi.
Terkait omzet yang mengalami penurunan, Yudi mengungkapkan bahwa ia tidak menghitung secara nominal.
Namun, Yudi menghitung pendapatannya per peti pengangkut telur.
"Sejak pandemi hanya sekitar 30 peti telur yang terjual seminggu. Per peti sekitar 15 kilogram telur. Sehari bisa terjual lima peti," ungkap Yudi.
"Sebelum pandemi lebih banyak. Dua kali lipatnya, sekitar 60 peti atau lebih lah terjual seminggu," sambung dia.
https://megapolitan.kompas.com/read/2023/04/05/15214801/keluh-kesah-pedagang-telur-di-pasar-rawamangun-ini-masa-dagang-paling