Agenda sidang kedua terkait pencemaran nama baik Luhut Binsar Pandjaitan ini adalah pembaca eksepsi.
Ada beragam hal yang terungkap dari eksepsi yang dibacakan tim penasihat hukum Haris dan Fatia. Berikut Kompas.com rangkum, Selasa (15/4/2023):
1. Luhut tidak menghadiri undangan klarifikasi
Dalam sidang itu, kuasa hukum Haris Azhar mengungkapkan bahwa Luhut tidak mau menghadiri undangan klarifikasi dalam podcast kanal Youtube milik Haris.
"Sebelum Luhut melaporkan Haris, Haris telah menyampaikan undangan kepada Luhut," kata tim penasihat hukum Haris dalam sidang eksepsi di PN Jakarta Timur, Senin.
Undangan itu dikatakan sebagai wujud komitmen memberikan ruang dan kesempatan kepada Luhut untuk menyampaikan klarifikasi.
Klarifikasi berkait dengan materi-materi diskusi yang disampaikan Fatia selaku narasumber, dan salah satu penulis laporan riset berjudul “Ekonomi Politik Penempatan Militer di Papua: Kasus Intan Jaya”.
Fatia sebelumnya bicara dalam podcast dalam kanal Youtube Haris Azhar yang berjudul "Ada Lord Luhut di Balik Relasi Ekonomi-OPS Militer Intan Jaya!! Jenderal BIN Juga Ada!! NgeHAMtam".
Tim penasihat hukum Haris melanjutkan, undangan klarifikasi disampaikan melalui surat Nomor: 198/SK-Lokataru/VIII/2021 tertanggal 31 Agustus 2021, dan surat Nomor: 210/SKLokataru/IX/2021 tertanggal 8 September 2021.
Sebelumnya, surat dakwaan yang dibacakan jaksa penuntut umum (JPU) dalam sidang perdana Haris dan Fatia Maulidiyanti, Senin (3/4/2023), menyebutkan, Haris tidak mengundang Luhut dalam perekaman video itu.
Sementara itu, narasumber yang dihadirkan hanya dari satu pihaK.
Dengan demikian, masyarakat pengguna YouTube tidak mendapat informasi berimbang antara tuduhan dari Fatia dan pembelaan dari Luhut.
Walhasil, terjadi penghukuman oleh Haris dan Fatia terhadap Luhut melalui akun YouTube Haris.
2. Luhut tidak menggubris undangan pertemuan
Selain memberi ruang klarifikasi, Haris melalui Kuasa Hukum juga menyampaikan surat undangan pertemuan Nomor: 213/SKLokataru/IX/2021 kepada Kuasa Hukum Luhut.
"Pada pokoknya, (undangan pertemuan) untuk membahas dan mendiskusikan video yang terdapat dalam channel akun YouTube Haris Azhar," ujar tim penasihat hukum.
"Namun, iktikad baik Haris tidak pernah diindahkan oleh Luhut," sambung mereka.
Menurut tim penasihat hukum, ragam upaya yang dilakukan Haris telah sejalan dengan semangat yang tertuang dalam SKB Pedoman Implementasi UU ITE.
Kemudian sesuai dengan surat edaran Kapolri SE No.SE/2/11/2021, dan memiliki semangat penghargaan terhadap hak-hak Luhut.
Selanjutnya, upaya-upaya itu juga dikatakan memiliki semangat kebebasan berpendapat dan berekspresi.
"Karena Luhut tidak pernah mengindahkan itikad baik dari Haris, hal tersebut menunjukkan, tindakan Luhut melaporkan Haris bukanlah didasarkan pada pelapor yang beritikad baik," tutur tim penasihat hukum.
3. Dakwaan disebut mengada-ada
Tim penasihat hukum menyebutkan, dakwaan terhadap Haris dan Fatia mengada-ada.
Dalam pembacaan eksepsi, tim penasihat hukum Haris mengungkapkan, dakwaan itu memuat kata-kata “penjahat” yang dikonstruksikan oleh JPU sebagai kata-kata yang menyerang harkat martabat Luhut.
Namun, setelah mencermati seluruh berkas perkara, ditemukan bahwa kata "penjahat" tidak pernah diadukan oleh Luhut.
Bahkan, kata itu bukan merupakan materi dari perbuatan pidana yang diadukan.
"Secara kronologi penyidikan kasus ini, kata-kata 'penjahat' merupakan materi dari yang disarankan jaksa kepada para penyidik dalam rangka melengkapi berkas perkara," ungkap tim penasihat hukum.
Mereka melanjutkan, kata-kata itu baru muncul hampir setahun sejak dilakukannya proses BAP terhadap Haris dan Fatia yang pada saat itu masih berstatus tersangka.
Dengan demikian, dakwaan JPU terkait kata-kata "penjahat" dianggap sebagai hal yang tidak berdasar.
"Dan merupakan hal yang mengada-ada karena tidak diadukan oleh Luhut," tegas tim penasihat hukum Haris dan Fatia.
"Apa kepentingan dari JPU untuk menambahkan hal tersebut selain niat buruk untuk menjerat Haris dengan melawan hukum, dan karenanya cenderung melecehkan peradilan," sambung mereka.
Menurut mereka, dakwaan yang tidak berdasarkan aduan seharusnya batal demi hukum.
Ini sesuai dengan preseden putusan Pengadilan Negeri Padang Sidempuan No. 23/pid.B/2015/PN.PSP.
"Oleh karena itu, sudah sepantasnya Surat Dakwaan JPU terhadap Haris batal demi hukum, atau setidak-tidaknya tidak dapat diterima," jelas tim penasihat hukum.
4. Untuk mengalihkan isu yang lebih penting
Citra Referendum menilai, kasus yang melibatkan kliennya hanya untuk mengalihkan dugaan gratifikasi yang melibatkan Luhut.
"Menurut kami tim Kuasa Hukum, sebetulnya kasus ini hanya untuk mengalihkan yang seharusnya ditindak oleh negara," tegas anggota tim kuasa hukum Haris dan Fatia di PN Jakarta Timur, Senin.
Tim kuasa hukum Haris dan Fatia menjelaskan, dakwaan terhadap keduanya cukup prematur.
"Seharusnya, yang ditindaklanjuti lebih dahulu adalah adanya dugaan tindak pidana korupsi suap, dan/atau gratifikasi yang melibatkan Luhut Binsar Pandjaitan," ucap Citra.
Oleh karena itu, tim Kuasa Hukum Haris dan Fatia meminta agar kasus tersebut tidak perlu ditindaklanjuti.
"Seharusnya, negara fokus mengungkap kejahatan yang lebih besar, kejahatan luar biasa, maupun kejahatan terorganisir," pungkas Citra.
5. Pembebasan dari seluruh dakwaan
Tim penasihat hukum Haris Azhar meminta kepada Majelis Hakim untuk membebaskan kliennya dari segala dakwaan.
"Kami memohon kepada Majelis Hakim untuk membebaskan Haris dari segala dakwaan," ujar tim oenasihat hukum Haris dan Fatia.
Mereka juga memohon agar majelis hakim memulihkan kemampuan, nama baik, serta harkat dan martabat Haris dan Fatia ke dalam kedudukan semula.
Tim penasihat hukum menuturkan, ada sejumlah poin yang membuat mereka mengajukan permohonan itu.
Pertama adalah surat dakwaan JPU yang cacat formil.
Sebab, surat dakwaan sarat akan pelanggaran prosedur hukum saat pelaksanaan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan.
Kemudian, penuntutan dan dakwaan terhadap keduanya merupakan bagian dari tindakan pelecehan terhadap lembaga yudisial, dan merupakan bagian dari tindakan hukum melawan partisipasi publik atau strategic lawsuit against public participation.
Menurut tim penasihat hukum, hal itu bertentangan dengan UUD 1945 Negara Republik Indonesia Tahun 1945, UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup juncto UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM.
"Surat dakwaan JPU prematur. Penyidikan dugaan tindak pidana korupsi dan pelanggaran HAM yang diduga melibatkan Luhut seharusnya diperiksa terlebih dahulu untuk menguji fakta atau kebenaran yang disampaikan oleh Haris," ucap tim penasihat hukum.
Mereka pun menilai, surat dakwaan dibuat secara licik lantaran tidak berdasar dan mengada-ada. Surat dakwaan juga dibuat dengan tidak beritikad baik.
"Pemisahan surat dakwaan sebagai niat jahat JPU untuk menjebak Haris dan Fatia Maulidiyanty," pungkas tim penasihat hukum.
https://megapolitan.kompas.com/read/2023/04/18/09224861/5-hal-yang-terungkap-dalam-sidang-eksepsi-haris-azhar-dan-fatia-berkait