Penjelasan itu ia sampaikan usai sidang perkara pencemaran nama baik Luhut dengan terdakwa Haris Azhar dan dirinya di Pengadilan Negeri Jakarta Timur, Kamis (8/6/2023).
Dalam kesempatan itu, Fatia menyampaikan sejumlah pembelaan dan kekecewaannya.
Penjahat yang ia sebut bukan Luhut
Saat bersaksi di persidangan kemarin, Luhut mengaku sakit hati karena disebut sebagai lord dan penjahat oleh Haris maupun Fatia dalam podcast di kanal YouTube Haris Azhar.
"Saya disebut lord dan penjahat, itu menurut saya merupakan kata-kata yang sangat menyakitkan," kata Luhut, dikutip dari Breaking News Kompas TV, Kamis.
Namun, Fatia mengklarifikasi bahwa kata "penjahat" yang dia lontarkan dalam podcast bukan ditujukan kepada Luhut.
"Terkait kata penjahat, tidak ada sama sekali merujuk kata penjahat yang dimaksud terhadap saudara Luhut," ucap Fatia.
"Setelah kalimat 'bermain tambang' itu tak ada kaitannya dengan pembahasan soal Luhut," jelas dia.
Menurut Fatia, kata penjahat yang ia lontarkan itu ditujukan ke perusahaan-perusahaan yang terlibat pelanggaran hak asasi manusia (HAM) di Papua.
"Tidak ada sama sekali kaitan kata penjahat kepada Luhut, tetapi ke perusahaan-perusahaan yang terlibat dalam pelanggaran HAM di Papua," kata Fatia.
Sebut kontennya untuk kepentingan publik
Terkait konten podcast yang membahas soal Luhut dan tambang emas di Papua, Fatia menyebut itu berkaitan dengan kepentingan publik dan bisa diakses oleh siapa pun.
"Apa yang saya bicarakan di dalam YouTube tersebut atau konten tersebut, itu tidak bisa berpisah dari kepentingan publik, di mana pada akhirnya riset tersebut juga menjadi badan publik yang bisa diakses oleh siapa pun," jelas Fatia.
"Dan juga ini merupakan salah satu tujuan dari ormas sipil yang tergabung dalam riset dan dalam kajian," sambungnya.
Fatia menilai, konten dalam podcast di kanal YouTube Haris Azhar adalah bentuk nonblok dan memperlihatkan situasi pelanggaran hak asasi manusia (HAM) di Papua.
"Untuk menjalankan fungsi sebagai nonblok dan untuk memperlihatkan bagaimana situasi pelanggaran HAM di Papua. Kita tahu hari ini, Papua sedang terjadi konflik dan juga pelanggaran HAM yang masif," ucap dia.
Selain itu, kata Fatia, belum ada keadilan untuk warga Papua dalam banyaknya kasus pelanggaran HAM di sana.
"Belum ada keadilan bagi warga Papua dan banyaknya kematian-kematian yang diderita oleh masyarakat," terang Fatia.
Kecewa dengan persidangan yang digelar tertutup
Pada persidangan kemarin, Fatia mengaku kecewa lantaran sidang digelar tertutup.
"Saya mengucapkan kekecewaan besar terhadap tertutupnya sidang ini," ungkap Fatia.
Akibat tertutupnya sidang tersebut, tim kuasa hukum terdakwa Haris dan Fatia sempat terhambat masuk ke dalam ruang sidang.
Fatia menjelaskan, protokol-protokol khusus yang diterapkan pada sidang kemarin menyebabkan keluarga, kuasa hukum, dan teman-temannya tidak bisa melihat sidang secara langsung di ruang sidang.
"Bahkan ada ciri-ciri khusus yang diberikan atau protokol-protokol akhirnya mengakibatkan keluarga saya, kuasa hukum saya, dan bahkan teman-teman kantor saya tidak bisa melihat sidang ini berlangsung," ujar dia.
Ia berharap hal ini tidak terjadi lagi dalam sidang berikutnya. Selain itu, Fatia menginginkan sikap tegas hakim agar sidang bisa berjalan terbuka.
Untuk diketahui, sidang kasus dugaan pencemaran nama baik dengan terdakwa Haris Azhar dan Fatia Maulidiyanti biasanya digelar terbuka. Namun, sidang pada Kamis kemarin tidak terbuka untuk umum.
Gerbang PN Jakarta Timur ditutup. Aparat kepolisian berjaga di sisi luar dan sisi dalam gerbang PN Jakarta Timur.
Dalam sidang kemarin Luhut memberikan keterangan sebagai saksi.
Adapun Haris Azhar didakwa Pasal 27 ayat (3) jo Pasal 45 ayat (3) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik sebagaimana diubah dalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Kemudian, Pasal 14 ayat (2) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Lalu, Pasal 15 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 terang Peraturan Hukum Pidana jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Terakhir, Pasal 310 ayat (1) KUHP jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Sementara itu, untuk Fatia didakwa semua pasal yang menjerat Haris Azhar, kecuali Pasal 14 ayat (2) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
(Penulis: Muhammad Naufal, Rizky Syahrial | Editor: Nursita Sari).
https://megapolitan.kompas.com/read/2023/06/09/14334801/pembelaan-dan-kekecewaan-fatia-soal-sidang-kasus-pencemaran-nama-baik