CUACA cerah nan panas pada akhir pekan. Hari masih pagi, baru jam setengah sebelas. Salah satu pintu gerbang Jakarta Fair telah ramai oleh pengunjung.
Memang belum terjadi antrean panjang. Namun tempat parkir kendaraan mulai berangsur penuh.
Satu per satu pengunjung memasuki area pameran. Petugas menyambut dengan memindai tiket masuk dan memberikan selembar kupon penawaran khusus, ditukar produk gratis atau paket khusus produk berharga spesial.
Berjalan menelusuri area Jakarta Fair di bawah terik sinar matahari memang butuh fisik yang segar. Jika badan sedang tidak fit sebaiknya menepi dulu ke area indoor yang berpendingin udara.
Tampak ambulans terparkir di tengah ramainya pengunjung berlalu lalang. Tak terbayang kehebohan yang bakal terjadi jika ambulans itu bergerak membelah keramaian.
Di antara deretan stand makanan dan minuman, ada satu brand yang konon hanya buka di event ini, yaitu American Donuts.
Brand yang mengklaim sebagai pelopor kue donat pertama di Indonesia ini tampak mulai ramai oleh pengunjung. Ada yang bilang, pulang dari Jakarta Fair jika belum membeli kue ini rasanya belum tuntas. Ya, produk ini telah menjadi ikon legendaris.
Deretan pedagang kerak telor khas Jakarta pun berjejer rapi menanti pengunjung datang. Karena belum jam dua belas siang, tidak banyak pengunjung yang duduk makan di bawah payung yang disediakan untuk menolak panas. Pengalaman makan kerak telor di Jakarta Fair mungkin terasa berbeda.
Ajang Jakarta Fair ke-54 yang berlangsung tiap tahun (kecuali pada saat pandemi) sejak tahun 1968, dari tanggal 14 Juni hingga 16 Juli 2023 menjadi “bazar” terbesar, terlama dan paling komplet di Asia Tenggara.
Tahun lalu saja perputaran uang mencapai Rp 7,3 triliun. Tahun ini mestinya bisa jauh lebih besar.
Acara ini adalah kesempatan bagus bagi pemilik brand untuk membangun awareness, memperkenalkan produk baru, dan menjaga eksistensi brand produk.
Walau “hanya” berlangsung satu bulan bersamaan dengan liburan sekolah, ajang ini dapat menyisakan kenangan membekas di dalam benak konsumen.
UMKM dapat unjuk gigi untuk tampil di event sebesar ini. Walau tidak berdampingan dengan brand-brand nasional, setidaknya menampilkan produk yang secara diferensiasi menjanjikan potensi daya saing jika digarap dengan serius.
Para pekerja part timer sebagai tenaga penjual memberikan peran yang tidak kecil. Jika tidak ada mereka, bagaimana mungkin produk dapat terjual.
Para tenaga muda yang bisa jadi adalah pelajar dan mahasiswa begitu bersemangat, walau peluh dan panas menyengat sekujur badan mereka. Tidak ada yang lesu dan diam terpaku. Semua bergerak, antusias.
Peluang perbaikan
Namun rasanya ada yang mesti menjadi perhatian bersama jika event ini mau lebih dapat dinikmati khalayak luas dan memberikan manfaat ekonomi yang jauh lebih hebat.
Ajang yang disebut-sebut terbesar di Asia Tenggara ini sepertinya belum menjadi destinasi utama wisata belanja bagi wisatawan mancanegara (wisman). Pengunjung lokal masih menjadi pasar utama.
Perbaikan sarana seperti akses transportasi publik harus menjadi perhatian utama agar seandainya wisman datang tidak kesulitan untuk menjangkau tempat acara.
Kemacetan yang terjadi karena terbatasnya lahan parkir yang tersedia. Transportasi publik tidak menjadi pilihan utama pengunjung.
Transaksi secara cashless pun semestinya menjadi keniscayaan karena masih banyak ditemukan tenant yang hanya menerima transaksi secara fisik.
Belum lagi masih terbatasnya area bagi pengunjung untuk duduk beristirahat. Akhirnya mereka duduk di lantai sembari menikmati makan di dalam area yang sejuk.
Menikmati keramaian di Jakarta Fair dengan segala pernak-pernik yang menyertai adalah atraksi yang kudu “dinikmati” setiap pengunjung. Bukankah kemacetan dan kepadatan adalah sebuah kenormalan bagi Jakarta?
Jadi mari nikmati apa yang tersaji di depan mata: suara klakson mobil dari sopir yang mulai tidak sabar, raungan knalpot motor yang memekakkan telinga, dentuman bas dari sound system yang gegap gempita, suara para sales promotion girl dan boy dengan loud speaker yang saling bersahutan mempromosikan produk jagoannya, dan segala hiruk pikuk yang menghebohkan.
Hmmm, perhelatan Jakarta Fair memang masih menggoda pengunjung untuk datang dan datang lagi.
*Dosen Tetap Program Studi Sarjana Manajemen, Fakultas Ekonomi & Bisnis Universitas Tarumanagara
https://megapolitan.kompas.com/read/2023/06/28/08142911/menikmati-keramaian-di-jakarta-fair