Hal itu sengaja mereka lakukan untuk meyakinkan para korban sampai akhirnya teperdaya.
Pakai platform resmi
Panit Siber Ditreskrimsus Polda Metro Jaya Ipda Satrio mengatakan, penipu modus pekerjaan like dan subscribe biasa menggunakan platform resmi untuk meyakinkan korbannya.
"Platform yang digunakan untuk penipuan itu platform resmi, seperti Shopee dan sebagainya," ujar Satrio usai acara Diskusi Forum Wartawan Polri, Waspada Kejahatan Siber, di Jakarta Selatan, Jumat (7/7/2023).
"Seolah-olah tim itu disediakan oleh Shopee yang resmi, padahal tidak," ujar dia.
Modus operandi
Korban awalnya diberi tugas untuk memberi like dan subscribe ke salah satu akun media sosial yang ditentukan pelaku. Setelah melakukan itu, korban akan mendapatkan komisi langsung.
Lama kelamaan tugas yang diberikan meningkat menjadi membeli barang di marketplace. Pelaku membagikan daftar barang yang harus segera dibayar oleh korban.
Semakin mahal harga barangnya, semakin besar komisi yang akan diterima korban.
Korban yang selalu mendapatkan komisi dari tugas-tugas sebelumnya menjadi percaya dan terus melakukan tugas tersebut sampai akhirnya mereka tertipu.
Satrio mengatakan, pelaku penipuan dengan modus like dan subscribe tak saling terkait satu sama lain.
Ia menjelaskan, walaupun terkesan berkelompok dan menipu korban dari daerah yang sama, ternyata para pelaku penipuan berbeda kelompok.
"Saya enggak bisa bilang komplotan ya, karena pasti pelakunya mungkin di daerah itu anggaplah A dan B, tetapi dia tidak terkait satu sama lain," jelas Satrio.
"Walaupun di dalam satu kampung itu sama bermain itu," tambah dia.
Satrio menjelaskan, keuntungan hasil menipu ini tak cukup apabila dibagikan secara berkelompok.
Pelaku diketahui ingin menipu dengan jumlah korban yang banyak dan mengeruk keuntungan sebanyak-banyaknya.
"Karena keuntungan yang diambil dari korban yang ini tidak membuat keuntungan bagi temannya yang lain yang ada di situ," ucap dia.
Korban rugi sampai ratusan juta rupiah
Satrio mengungkapkan, korban penipuan like dan subscribe mengalami kerugian yang bervariasi, mulai dari jutaan sampai ratusan juta rupiah.
"Kalau kerugian paling rendah itu setahu saya sekitar Rp 3 juta sampai Rp 4 juta. Kalau paling banyak ada yang sampai dengan ratusan juta," ucap Satrio.
Itu merupakan rata-rata kerugian perorangan. Namun, ada juga korban yang melapor secara berkelompok.
"Perorangan (kerugiannya). Ada juga yang kemarin yang saya ini mereka membuat laporan berkelompok, ada yang berkelompok," ujar dia.
Satrio mengatakan, pihaknya sudah mendeteksi pelaku penipuan like dan subscribe.
Bahkan kata Satrio, beberapa Laporan Polisi (LP) yang masuk ke Polda Metro Jaya soal penipuan like subscribe sudah masuk ke tahap penyidikan.
Ia melanjutkan, polisi juga memeriksa rekening penerima dana dari korban penipuan like dan subscribe ini.
"Sudah (deteksi pelaku). Beberapa kasus itu sudah sampai dengan tahap penyidikan. Penyidikan kita sampai dengan memeriksa kepada rekening itu sendiri," kata Satrio.
Selain itu, pihaknya juga bekerja sama dengan pihak bank untuk melakukan pengecekan rekening pelaku.
"Atas nama siapa bank-nya, bank mana, kami panggil untuk dilakukan pemeriksaan mengenai adanya transaksi," tambah dia.
"Kemudian pada saat kami menemui pihak bank atas nama pemilik (penipu), itu kami cek," terang dia.
Saat proses ini, pihaknya menemukan fakta bahwa akun bank yang dijual oleh pemilik asli kepada para penipu.
(Penulis: Rizky Syahrial | Editor: Jessi Carina, Ihsanuddin).
https://megapolitan.kompas.com/read/2023/07/08/16483681/semakin-nekatnya-penipu-modus-like-dan-subscribe-pakai-platform-resmi-dan