Padahal, tawuran sudah banyak mendapatkan kajian dan intervensi dalam bentuk program hingga kegiatan dari Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek), Kementerian Sosial (Kemensos), kepolisian, dan lain-lain.
"Namun demikian, kelihatannya tidak ada yang bekerja, tidak ada yang berubah. Tawuran tetap saja ada, tetap saja muncul dari tahun ke tahun, dan membawa korban serta perubahan," ucap Adrianus di Polres Metro Jakarta Utara pada Senin (28/8/2023).
Setidaknya ada tiga hal yang menurut Adrianus menjadi faktor pendorong tawuran pelajar terus berubah dan berkembang.
Pertama, adalah kemunculan media sosial. Sekarang, tidak sedikit dari mereka tergabung dalam sebuah grup WhatsApp lalu merencanakan tawuran dengan kelompok lain.
"Dalam hal ini, pihak kepolisian berada satu atau dua langkah di belakang karena mereka tidak masuk di dalam grup WhatsApp tersebut," ujar Adrianus.
Kedua, yakni adanya tawuran dengan kendaraan bermotor. Adrianus menyadari ini bukan hal baru.
Menurut dia, rendahnya uang muka untuk memiliki kendaraan roda dua patut diduga menjadi salah satu pendorong terjadinya tawuran dengan motor.
"Dengan semakin mudahnya kendaraan bermotor dimiliki oleh keluarga-keluarga, bahkan dengan down payment Rp 500.000 saja sudah bisa bawa motor, maka hampir menjadi suatu kepastian bahwa tawuran tanpa motor itu rasanya tidak cocok," kata Adrianus.
"Bayangkan, dengan situasi satu dekade yang lalu, di mana tawuran biasanya jalan kaki, sekarang banyak sekali yang dilakukan dengan kendaraan bermotor," lanjutnya.
Terakhir adalah masih melekatnya isu-isu yang meliputi perkelahian antar kampung, antar sekolah, sakit hati antar alumni, atau percintaan.
"Dengan kata lain, tawuran bukan lagi suatu khas sekolah, tapi sudah menjadi tawuran yang melibatkan berbagai macam pihak," tegas Adrianus.
https://megapolitan.kompas.com/read/2023/08/28/16371031/dp-motor-rendah-jadi-salah-satu-penyebab-tawuran-pelajar-belum-teratasi