Menurut dia, Jakarta Utara menjadi wilayah paling minim RTH di Ibu Kota. Kondisi ini berbeda dengan Jakarta Selatan yang memiliki banyak taman kota.
"Ketersediaan sebaran RTH di Jakarta tidak merata. Jaksel beruntung memiliki Kebayoran Baru yang dirancang sebagai kota taman. Ada GBK Senayan yang ditetapkan sebagai daerah resapan air sehingga masih banyak lahan hijau," ujar dia kepada Kompas.com, Senin (4/9/2023).
Sementara itu, Jakarta Pusat memiliki Menteng yang juga dirancang sebagai kota taman pertama di Indonesia. Ditambah lagi, terdapat Taman Silang Monas dan Lapangan Banteng di Jakarta Pusat.
"Sementara Jakbar, Jaktim, dan terparah Jakut, tidak beruntung memiliki kawasan seperti Kebayoran Baru dan Menteng, sehingga tidak memiliki RTH yang memadai," kata Nirwono.
Padahal, Nirwono berujar, RTH sebagai paru-paru kota harusnya tersebar merata di seluruh wilayah kota, terutama di sekitar permukiman dan pusat kegiatan.
"Contoh konkretnya ya kawasan Menteng dan Kebayoran Baru, di mana RTH-nya mencapai 30 persen, tersebar merata, alias lima menit jalan kaki dari rumah ke taman dan antar-taman," ujar dia.
Menurut Nirwono, polusi udara Jakarta pun tidak akan separah saat ini jika pembuatan RTH benar-benar dimaksimalkan sebagai paru-paru kota.
Sebab, RTH memiliki sederet fungsi penting, mulai dari penyerap polutan, penghasil oksigen, meredam radiasi matahari, hingga menyejukkan iklim mikro.
"Sebagai penyejuk iklim mikro, tidak akan ada urban heat island (meningkatnya suhu di kawasan perkotaan)," kata dia.
Sementara itu, dari sisi sosial, RTH bisa menjadi lokasi kegiatan warga, mulai dari tempat bersosialisasi, bermain, hingga berolahraga.
Minimnya RTH saat ini "memaksa" anak-anak bermain di tempat yang tak seharusnya, contohnya kuburan atau bantaran sungai.
Pada Minggu (3/9/2023) sore, para bocah mengadu layangannya di Tempat Pemakaman Umum (TPU) Grogol Kemanggisan, Palmerah, Jakarta Barat, lantaran tidak ada lapangan satu pun di daerah tersebut.
https://megapolitan.kompas.com/read/2023/09/05/16025491/pengamat-sebut-sebaran-ruang-terbuka-hijau-di-jakarta-tak-merata-jakut