Berlokasi di tanah rendah dan cukup dekat dengan Kali Ciliwung, wilayah ini sering kebanjiran karena air kiriman dari Bogor dan Depok.
Salah satu yang sudah merasakan banjir selama puluhan tahun adalah Sanusi selaku Ketua RT 013.
"Saya tinggal di sini dari lahir, dari tahun 1967. Banjir sama saja (tingginya), tapi paling parah tahun 2007, kisaran empat sampai lima meteran," ungkap dia di lokasi, Senin (6/11/2023).
Sepanjang yang ia ketahui, banjir di Kampung Melayu itu selalu pada kisaran 100-175 sentimeter, kecuali pada 2007.
Dengan ketinggian debit air tersebut, saat ini sebagian besar warga di daerah itu lebih memilih mengungsi ke lantai 2 rumah masing-masing.
Namun, kondisi ini jauh berbeda dengan belasan sampai puluhan tahun lalu. Saat itu, mayoritas hunian penduduk hanya memiliki satu tingkat.
Sanusi mengungkapkan, sejak dahulu Kampung Pulo selalu mengalami banjir akibat air kiriman, meski lebih sering sejak 2020.
"Bulan Juni 2023 ke belakang, kena kiriman banjir setiap bulan, ini sejak 2020. Kalau kemarin-kemarin (Juli-Oktober 2023), libur dulu banjirnya karena musim kemarau. Sekalinya hujan (di Bogor dan Depok), langsung (kena banjir) 175 sentimeter," ujar dia.
Walaupun sudah familiar dengan banjir, bukan berarti Sanusi dan warga lainnya telah menerimanya dengan lapang dada.
Ada kalanya mereka lelah dengan kondisi itu. Bahkan, Sanusi pernah meninggalkan rumahnya selama tiga bulan karena banjir.
"Saya pernah ninggalin rumah sampai tiga bulan karena banjir. Ngapain saya bersihin rumah kalau besoknya kebanjiran lagi, kotor lagi. Eh benar, besok-besoknya kebanjiran lagi. Ya saya biarin saja (tinggalin) rumah tiga bulan," terang dia.
Dilema banjir di Kampung Melayu
Sanusi tidak menampik penduduk yang sudah berusia dewasa lelah menghadapi banjir di Kampung Melayu.
Sebab, air sering masuk ke rumah. Bahkan, banjir yang cukup tinggi dapat merendam lantai satu rumah warga.
Inilah mengapa sebagian besar warga RT 013, Kampung Melayu, memiliki rumah bertingkat. Ada yang memiliki dua tingkat, ada pula yang memiliki tiga tingkat.
Dengan demikian, mereka bisa mengungsi ke lantai 2 atau lantai 3 rumah masing-masing saat ketinggian banjir cukup parah.
Akan tetapi, Sanusi menegaskan, warganya sudah lelah harus sering membersihkan lumpur dari dalam rumah mereka akibat banjir di Kampung Melayu.
"Capek setiap banjir harus bersihkan rumah, tapi sisi lainnya untuk anak-anak jadi ajang (wahana) bermain," ungkap dia.
Bahkan, anak-anak setempat mahir berenang karena sudah sering kebanjiran sejak kecil. Setiap kali banjir melanda, mereka justru senang karena memiliki kolam renang yang luas.
"Anak-anak yang tinggal di bantaran kali malah bikin perahu-perahuan, main di sini. Jadi dilema juga, ngerugiin orang dewasa tapi bagi anak kecil yang belum ngerti jadi ajang bermain dia," pungkas Sanusi.
Sebelumnya, RT 013 RW 04 Kampung Melayu kebanjiran karena mendapat kiriman air dari Bogor dan Depok.
Pada Sabtu (4/11/2023) sekitar pukul 23.00 WIB, warga kebanjiran setinggi 50 sentimeter sebelum air meningkat menjadi satu meter pada Minggu (5/11/2023) pukul 03.00 WIB.
Ketinggian air semakin meningkat menjadi 175 sentimeter pada Minggu pukul 07.00 WIB.
Banjir mulai surut menjadi 30 sentimeter pada Minggu sore menjelang maghrib. Namun, warga kembali mendapat kiriman air pada pukul 18.30 WIB, sehingga banjir kembali meningkat menjadi 50 sentimeter.
Akhirnya, sekitar pukul 20.00 WIB, banjir surut meski menyisakan lumpur.
https://megapolitan.kompas.com/read/2023/11/07/05364091/banjir-di-kampung-melayu-rugikan-orang-dewasa-tapi-jadi-wahana-bermain