KUPANG, KOMPAS.com - Seorang warga Desa Fatululi Absalom Leksodat (55) mengeluhkan tentang keadaan ekonomi yang terasa sangat sulit sebagai kepala rumah tangga dengan profesi penjahit.
Seiring berjalannya waktu, Absalom mengatakan, pelanggan kian sepi. Alhasil, pemasukan untuk kehidupan sehari-hari ikut terdampak.
“Ekonomi kami, (supaya) hidupnya lebih bagus. Saya sebagai penjahit, kadang sepi. Artinya, pemasukan kurang,” kata Absalom saat ditemui di sela-sela kampanye PSI di Lapangan Sitarda Lasiana, Jalan Timor Raya, Lasiana, Kelapa Lima, Kota Kupang, Nusa Tenggara Timur, Rabu (31/1/2024).
“Sekarang ini kondisinya sulit, mau dapat uang saja susah. Bagaimana kita bisa membiayai anak-anak untuk sekolah? Sementara, pekerjaan sedang sepi,” ujar Absalom melanjutkan.
Saat ditanya berapa penghasilan menjadi seorang penjahit dalam sehari, Absalom mengaku nol karena saking sepinya pelanggan.
Absalom yang hadir dalam kampanye PSI di Kupang ini mengaku mempunyai tiga orang anak.
“Bungsu SMP, yang kedua SMA, yang sulung tamat SMA. Negeri semua,” ujar Absalom.
Dalam kesempatan ini, Absalom juga mengaku bahwa dia membayar biaya sekolah anaknya yang nomor dua senilai Rp 150.000 untuk satu bulan.
“Iya (anak kedua SMA Negeri). Ada (bayaran) per bulan (untuk) SPP,” imbuh Absalom.
“Kadang, ada tunggakan kakak. Karena belum ada penghasilan yang cukup. Susah kakak. Lagi sepi sekali,” lanjutnya.
https://megapolitan.kompas.com/read/2024/01/31/15192671/mau-dapat-uang-saja-susah-bagaimana-kami-biayai-sekolah-anak