Kapolres Metro Jakarta Timur Kombes Pol Nicolas Ary Lilipaly mengungkapkan, rata-rata pelaku yang terlibat masih di bawah 18 tahun.
Sebanyak tiga dari 20 orang ini merupakan admin akun Instagram dari kelompok yang berbeda-beda, yakni Amsterdam, Naga Bonar, dan Bisma.
Sementara, dua dari 20 pelaku ini adalah pembuat bom molotov yang hendak mereka gunakan untuk tawuran antar kelompok.
Dalam penangkapan ini, polisi menyita barang bukti berupa beberapa celurit dengan berbagai macam, parang atau golok, stik golf, bom molotov, air keras, dan sejumlah minuman keras oplosan.
Intai polisi lalu sebar kode “angin lagi kencang”
Kegiatan penangkapan bermula saat sejumlah anggota Polres Metro Jakarta Timur hendak melaksanakan apel malam sebelum akhirnya berpatroli pada Sabtu (3/2/2024).
Saat apel tengah berlangsung, salah satu pelaku mengendap-endap untuk merekam aktivitas polisi dengan menggunakan ponselnya.
Petugas yang menyadari dan curiga langsung menghampiri setelah apel malam selesai. Polisi bertanya apa maksud dan tujuannya.
Ponsel pelaku terpaksa diperiksa. Ternyata, dia mengirim pesan kepada kelompoknya tentang keberadaan polisi.
“Pada handphone itu, dia (pelaku) tulis, ‘kita jangan bergerak dulu, angin lagi kencang’. Setelah kami tanyakan, ternyata, kode angin itu adalah polisi,” ungkap Lilipaly dalam jumpa pers di Jakarta Timur, Senin (5/2/2024).
Bukan hanya itu, pelaku juga menginformasikan kepada kelompoknya agar tidak bergerak dari posisi karena banyak anggota Forum Betawi Rempug (FBR) yang masih berkeliaran.
Menurut hasil interogasi, para pelaku sudah membuat janji hendak tawuran antar kelompok yang melibatkan Amsterdam, Naga Bonar, dan Bisma.
“Nah, dari admin ini kami lakukan penangkapan terhadap teman-temannya yang terlibat untuk tawuran,” ujar Lilipaly.
“Akun Amsterdam itu, hasil penyelidikan kami, berada di daerah Bintara, Bekasi. Sedangkan Bisma dan Naga Bonar itu berada di wilayah hukum Polres Metro Jakarta Timur, dalam hal ini, Duren Sawit dan Cakung,” tambahnya.
Bikin bom molotov dan beli senjata
Dua dari 20 pelaku adalah pembuat bom molotov. Keduanya berusia 14 tahun dan 15 tahun yang masih duduk di bangku Sekolah Menengah Pertama (SMP).
Mereka tidak diajari oleh orang lain untuk membuat bom molotov. Keduanya hanya bermodalkan tayangan YouTube dan bertanya kepada teman.
“Mereka belajar otodidak, mereka hanya melihat dan mengetahui informasi-informasi yang diperoleh dari media sosial. Jadi, mereka buat lalu kasih orang lain untuk digunakan pada saat tawuran,” ungkap Lilipaly.
Para pelaku mendapatkan celurit dan barang-barang lain untuk digunakan pada saat tawuran dengan membeli kepada orang lain.
Harga celurit yang ditawarkan bervariasi, tergantung besarnya ukuran senjata tajam.
“Ada yang Rp 500.000, ada yang Rp 700.000, ada yang Rp 300.000. Jadi, tergantung panjangnya,” ujar Lilipaly.
“Mereka membeli celurit ini. Jadi, urunan mereka, iuran dari uang-uang yang diberikan oleh orangtuanya, mereka simpan untuk membeli celurit atau alat untuk melakukan tawuran,” kata dia melanjutkan.
Tawuran ajang validasi
Terdapat pengakuan berbeda-beda dari masing-masing pelaku setelah polisi melakukan pemeriksaan terhadap mereka.
Ada yang hanya ikut-ikutan, terpaksa karena diajak teman, dan ada juga yang ingin menunjukkan eksistensinya sebagai anak menjelang usia dewasa serta ingin diakui oleh lingkungannya.
“Tapi, pada intinya, anak-anak remaja ini akan minum minuman keras campuran untuk (agar) berani melakukan tawuran,” ujar Lilipaly.
Barang bukti berbahaya
Saat berbincang dengan awak media setelah jumpa pers, Lilipaly mengaku terkejut ketika melihat sejumlah senjata tajam berukuran besar yang dibawa puluhan remaja ini.
Lilipaly melihat berbagai senjata tajam itu dalam sebuah foto di salah satu grup kepolisian Polres Metro Jakarta Timur.
“Jam 03.00 pagi (saya) lihat ini (barang bukti), kaget saya. Saya lihat ini sampai syok,” kata Lilipaly sambil menggelengkan kepala.
Ia hanya bisa menghela napas jika pihak kepolisian tidak mengamankan puluhan pelajar ini.
“Apa jadinya ini Jakarta Timur kalau malam Minggu (kemarin) enggak kami sita?” ujar Lilipaly.
"Ini tajam semua rekan-rekan. Ini, kalau kena leher, 'selesai' kita, putus," pungkas Lilipaly.
https://megapolitan.kompas.com/read/2024/02/06/05460251/terungkapnya-kode-angin-lagi-kencang-berujung-penangkapan-puluhan-remaja