JAKARTA, KOMPAS.com - Sejumlah orang lintas generasi duduk bersila di depan ruko-ruko yang telah tutup di Jalan Kemenangan Raya, Glodok, Tamansari, Jakarta Barat, Sabtu (10/2/2024).
Para pengais rezeki ini mengharapkan angpau dari sejumlah warga yang baru saja selesai bersembahyang di Wihara Dharma Bhakti dalam perayaan Imlek 2024.
Kebanyakan dari mereka bertelanjang kaki dengan pakaian yang tampak lusuh. Sandal jepit sengaja mereka simpan agar lebih leluasa saat berpindah-pindah lokasi.
Dalam beberapa momen, mereka berlarian dari Jalan Kemenangan Raya ke Jalan Kemenangan III saat ada orang yang tengah memberikan angpau atau makanan.
Terkadang, mereka langsung berkerumun ke satu titik ketika ada seseorang yang memberikan angpau. Mereka berdesak-desakan dan berebut.
Namun, seorang pengais angpau bernama Yusuf (52) tidak selalu memanfaatkan momen-momen tersebut.
Ia hanya jongkok di depan ruko dengan kemeja hitamnya yang telah lusuh. Yusuf tampak sedang menghisap sebatang rokok sambil memandangi teman-temannya yang tengah berlarian.
Senyum semringah masih terlihat meski rambut dan jenggot yang sudah memutih sedikit menutupi wajahnya.
“Semua (pengais angpau) yang ada di sini itu biasanya dari semalam, setelah maghrib (sudah datang). Ya pada mengharap dari perayaan Imlek ini, bagi-bagi angpau,” kata Yusuf saat ditemui Kompas.com di Jalan Kemenangan Raya, Glodok, Tamansari, Jakarta Barat, Sabtu.
“Yang ada di sini itu dari segala penjuru, ada yang dari Tangerang, Gajah Mada, Harmoni. Nah, kalau saya dari Pasar Pagi dekat Stasiun Kota Tua,” ujar Yusuf melanjutkan.
Dari Pasar Pagi, ayah empat orang anak itu mengaku berjalan kaki untuk sampai sampai ke Wihara Dharma Bhakti. Jaraknya sekitar satu kilometer dengan waktu tempuh 10 menit.
Ia mengaku hampir setiap tahun sengaja datang ke Wihara Dharma Bhakti. Yusuf juga tidak menampik bahwa dirinya juga mengharapkan angpau dari mereka yang merayakan Imlek.
Namun, ia tidak ngoyo. Sebab, hal tersebut bukan tujuan utama Yusuf datang ke Wihara Dharma Bhakti.
Pria asal Cirebon, Jawa Barat, hanya mencari keramaian dari lingkungannya yang terasa sepi.
“Saya senang, ramai-ramai kayak gini, kumpul, pokoknya meriah. Ya ibaratnya kan, orang tinggal di tempat kesunyian lalu pindah keramaian, kan berbeda,” ujar Yusuf.
“Maksudnya, lingkungannya sepi. Kalau di sini kan penuh orang, sampai kayak semut. Jadi, gembira saja gitu. Walau pun dapat duit Rp 10.000 atau Rp 15.000, ya senang saja. Jadi, ikut merayakan hari Imlek ini. Enggak mengharapkan uang besar juga,” lanjutnya.
Sudah empat jam berada di depan Wihara Dharma Bhakti, Yusuf mengaku baru mendapatkan uang Rp 5.000. Katanya, itu pun harus berebut dengan teman-temannya.
Dalam kesehariannya, Yusuf berprofesi sebagai pemulung dengan mengumpulkan botol plastik dan kardus.
Pasar Pagi merupakan tempat bermalamnya. Ia tidur dengan beralaskan kardus di depan ruko-ruko yang telah tutup.
Dengan adanya perayaan Imlek ini, Yusuf selalu ingat dengan masa-masa Idul Fitri.
“Senang ramai, meriah. Ibaratnya kayak Idul Fitri, kayak takbiran, kayak tahun baru dan hari kemenangan-kemenangan umat-umat beragama lagi. Jadi, meriah. Tapi, di Imlek ini, kita ikut merayakan kemenangan juga, ramai,” pungkasnya.
https://megapolitan.kompas.com/read/2024/02/10/12084581/cerita-pemulung-di-depan-wihara-dharma-bhakti-senang-rayakan-imlek-demi