W mengaku, ia merupakan orang yang paling telat mengetahui anaknya menjadi korban oleh para siswa di sekolah tersebut yang tergabung dalam sebuah kelompok bernama “Geng Tai”.
Setelah mengetahui peristiwa itu, W mencecar sejumlah pertanyaan kepada A, seperti ‘apakah kamu pernah menyakiti orang?’, ‘Apakah kamu pertama kali memukul? ‘, dan sebagainya.
Kendati demikian, A dengan tegas menjawabnya tidak sama sekali. Oleh karena itu, W membuat laporan polisi di Polres Tangerang Selatan pada Rabu (14/2/2024).
“(Saya bilang) 'Oke, kalau begitu, mama lanjut untuk proses hukum. Kamu enggak perlu cerita apa-apa sama mama, nanti kamu ceritakan di depan pak polisi saja. Mama juga enggak akan marah kalau mama mendengar’,” kata W di Rawa Buntu, Serpong, Tangerang Selatan, Jumat (1/3/2024).
“‘Kamu buka semuanya, sejujur-jujurnya, apa yang kamu ingat, apa yang kamu tahu. Nanti, urusannya bukan urusan kamu lagi. Mama pokoknya maju, bakalan dampingi kamu, belain kamu semuanya',” ungkap dia melanjutkan.
W berpesan hal tersebut kepada A karena anaknya enggan membuka diri usai beberapa hari menjadi korban perundungan.
“Saya kesulitan untuk membuka dia untuk berbicara kejadian itu, dia tuh enggak mau, masih ketakutan, dia enggak mau buka itu semua. 'Oke, kita lanjut ya', aku bilang,” imbuh W.
W mengungkapkan, kondisi anaknya kini berangsur membaik usai hampir satu bulan menjadi korban perundungan SMA swasta di Serpong.
Kendati demikian, kondisi mental A belum sepenuhnya membaik. Korban terkadang menangis apabila teringat kejadian-kejadian kelam tersebut.
“Kadang-kadang dia akan merasa… Pada saat sendiri, ada saatnya dia pingin menangis, ada saatnya dia ingin kunci pintu ke kamar,” ungkap W.
Oleh karena itu, W hanya bisa meminta tolong kepada teman terdekat A untuk datang ke rumah agar anaknya itu tidak merasa sendiri.
Di sisi lain, W menceritakan bagaimana ia berkomunikasi dengan A saat buah hatinya itu tengah berada dalam kondisi rentan.
“Seperti, ‘kamu kenapa, nak?, gitu, ‘apa yang kamu takuti?' gitu. 'Mama, takut', kata dia, 'aku masih takut, mama enggak tahu sih'. Katanya, 'kalau mama speak up semua. Itu nanti efeknya buat aku bagaimana?'. Seperti itu, masih banyak tekanan,” ujar W.
“(A juga bilang) 'Mama tahu, aku sudah digebukin, terus, sekarang aku di media sosial dikata-katain. Mami dikatain, papi dikatain, semua dikata-katain’,” tambahnya.
Oleh karena itu, W menyampaikan bahwa anaknya itu mengalami kondisi drop akibat hujatan-hujatan dari media sosial. Alhasil, A kerap bertanya-tanya kepada ibundanya.
“(Anak saya bilang) ‘kok enggak ada yang percaya sama aku?', gitu. Lebih, ‘kenapa aku di kata-katain sama teman-temannya mereka? Sama mereka’. Itu sih yang ada di pikiran anak saya sekarang,” pungkas W.
https://megapolitan.kompas.com/read/2024/03/01/19334181/curhat-ibu-korban-perundungan-sma-di-serpong-anak-tutup-diri-dan-sering