Tujuannya tak lain agar permukiman dan pusat ekonomi yang dikembangkan menjadi destinasi bagi penghuni permukiman dan warga di sekitarnya. ”Karenanya, kami tetap membutuhkan dukungan pemerintah untuk penyediaan infrastruktur,” kata Johanes.
Salah satu infrastruktur yang mendesak saat ini dan juga dibutuhkan untuk mengatasi kemacetan, menurut Johanes, adalah ketersediaan transportasi publik yang memadai, nyaman, dan aman. Dengan demikian, warga yang telah bermukim di luar Kota Jakarta seperti di Summarecon Serpong, Tangerang, tak perlu lagi menggunakan kendaraan pribadi untuk berangkat kerja ke Jakarta.
Akses kereta dari Bekasi ke Jakarta, lanjutnya, merupakan salah satu moda yang cukup mumpuni. Namun, sayangnya, itu belum didukung oleh stasiun kereta api di Bekasi yang nyaman bagi para penumpangnya.
”Hal ini pun harus dipikirkan bersama, termasuk ketersediaan jalan tol seperti JORR (jalan lingkar luar Jakarta) agar cepat diselesaikan,” katanya.
Johanes mengatakan, di Kelapa Gading, Jakarta Utara, pihaknya menguasai sekitar 550 hektar lahan. Sementara di Bekasi ada 240 hektar, tetapi yang dibebaskan baru seluas 200 hektar. Khusus di Serpong, sejak berpisah dengan PT Paramount, PT Summarecon hanya memiliki lahan 550 hektar.
Menurut Johanes, sejauh ini pengembangan real estate di dalam dan luar Kota Jakarta masih sangat menjanjikan. Setiap kali dibuka penawaran untuk penjualan rumah dan apartemen, dalam waktu singkat dapat habis terjual kendati harga per unitnya rata-rata di atas Rp 300 juta.