Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Akar Sosiologis Mudik Lebaran

Kompas.com - 02/09/2011, 02:53 WIB

Itulah sebabnya, kehadiran mereka di kampung dibayangkan akan dapat memenuhi harapan itu. Lebaran adalah momentum untuk pamer. Dalam hal ini, problem psikologis diselimuti dimensi keagamaan yang lalu memperoleh legitimasi sosiologis. Maka, Lebaran pun dianggap sebagai waktu yang tepat untuk pamer sekalian berziarah dan berkumpul dengan keluarga.

Pulang kampung sebenarnya kamuflase dari semangat memperoleh legitimasi sosial dan menunjukkan eksistensinya. Itulah awal mula mudik menjadi tradisi yang seolah-olah mempunyai akar budaya. Jadi, sesungguhnya tradisi mudik (dari Jakarta ke udik) lebih disebabkan oleh problem sosial akibat perbedaan mencolok kemajuan Jakarta dan kota-kota lain. Tengok saja, sebagian besar pemudik adalah kelompok masyarakat menengah ke bawah yang ingin pamer kepada masyarakat udiknya, seolah-olah mereka telah mencapai sukses.

Begitulah, mudik Lebaran sesungguhnya tidak punya akar budaya, tetapi lebih disebabkan oleh problem sosial akibat sistem pemerintahan yang sentralistik dengan Jakarta sebagai pusat segalanya.

Terlepas dari latar belakang munculnya fenomena mudik itu, masalah yang ditimbulkannya dari tahun ke tahun selalu sama: antrean panjang karcis kereta api, lonjakan ongkos transportasi, kemacetan lalu lintas, dan korban kecelakaan. Lalu, selepas libur panjang Lebaran, orang dari daerah membawa kerabatnya ke Jakarta. Jadi, Jakarta melalui para pemudik, tetap dipelihara citranya sebagai kota impian. Mudik Lebaran pada akhirnya lebih banyak mudaratnya daripada manfaatnya.

Mengingat mudik Lebaran lebih banyak mendatangkan berbagai masalah, perlu kiranya perubahan orientasi tentang konsep mudik dan Lebaran. Mudik untuk bersilaturahim, bisa dilakukan kapan saja.

Sejalan dengan kemajuan kota-kota lain sebagai dampak otonomi daerah, penyediaan lapangan kerja di daerah akan mengurangi para pekerja migran datang ke Jakarta.

Selain itu, untuk mengurai arus mudik menjelang Lebaran, saat berkumpul dengan keluarga dan handai tolan, dapat dilakukan pada hari libur lain, termasuk libur sekolah.

Jika langkah itu coba dijalankan, sangat mungkin mudik dapat dilakukan dengan lebih nyaman dan bahagia.

MAMAN S MAHAYANA Pengajar Fakultas Ilmu Budaya (FIB) Universitas Indonesia Depok; Kini Dosen Tamu di Hankuk University of Foreign Studies, Seoul, Korea

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com