Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tragedi Pak Sjaf dan Etika Pejabat

Kompas.com - 10/11/2011, 02:09 WIB

Saat Agresi II bermuara pada penangkapan dan pengasingan Bung Karno, Bung Hatta, Bung Sjahrir, serta banyak pemimpin republik ke Bangka, rapat kabinet dadakan yang sempat dipimpin Bung Karno menghasilkan dua radiogram. Pertama, penyerahan mandat untuk menjalankan Republik Darurat di Sumatera kepada Mr Sjafruddin Prawiranegara. Kedua, penyerahan mandat kepada Dr Sudarsono (Duta Besar Indonesia di India) dan Mr AA Maramis (Menteri Keuangan yang sedang di New Delhi) untuk membentuk Exile Government sekiranya upaya Pak Sjaf membentuk pemerintah darurat tidak berhasil. Namun, kedua radiogram itu tak sempat dikirimkan kepada penerima mandat karena Kantor Pos, Telegraf dan Telepon (PTT) telanjur diduduki Belanda. Kisah selanjutnya tentang PDRI sudah ditulis banyak sejarawan.

Namun, yang tak banyak diketahui publik adalah pengakuan Aisyah Prawiranegara, putri sulung Pak Sjaf. Untuk mengatasi saat-saat sulit tanpa kepala keluarga pemberi nafkah selama itu, Lily sebagai istri menteri memilih berjualan sukun goreng untuk menghidupi keluarganya ketimbang terima bantuan, misalnya ”titipan keju” dari Merle Cochran (diplomat AS, Ketua Komisi Tiga Negara) yang disampaikan para ibu menteri non-PDRI.

Peristiwa ketiga terjadi setelah Perjanjian Roem-Roijen (Mei 1949) yang membuat kubu republik terpecah dua kelompok: kubu Tracee Bangka, sebutan bagi tahanan politik di Bangka yang bersedia berunding dengan Belanda melalui Mohammad Roem, dan kubu PDRI dengan dukungan Panglima Besar APRI Letnan Jenderal Sudirman yang menolak Perjanjian Roem-Roijen.

Sudirman bahkan mengirimkan surat sangat keras: ”...Minta keterangan apakah orang-orang yang masih ditahan atau dalam pengawasan Belanda berhak berunding? Lebih-lebih menentukan sesuatu yang berhubungan dengan politik untuk menentukan status negara, sedangkan telah ada Pemerintah Pusat Darurat yang diresmikan sendiri oleh Paduka Yang Mulia Presiden Soekarno ke seluruh dunia pada tanggal 19/12/1948.”

Awal Juli 1949, M Natsir yang dikirim Bung Hatta untuk melunakkan hati kubu PDRI mengatakan ia sependapat dengan PDRI. Namun, ia berharap Pak Sjaf bersedia mengembalikan mandat PDRI kepada Soekarno-Hatta. Tawaran Natsir ditolak semua anggota PDRI.

Akhirnya Pak Sjaf sendiri yang melunakkan hati kawan-kawannya dengan menyatakan, jika PDRI dan APRI tetap mempertahankan pendirian secara kaku berdasarkan mandat belaka, maka terjadi dualisme kepemimpinan nasional yang membingungkan rakyat dan mengancam persatuan. Oleh karena itu, meski PDRI tetap menolak Perjanjian Roem-Roijen, ia bersedia mengembalikan mandat kepada Soekarno-Hatta ”untuk menegakkan kemerdekaan dan kedaulatan Indonesia serta demi persatuan nasional atas dasar rida Allah”. Argumentasi itu membuat Natsir menangis dan anggota kubu PDRI cair hatinya.

Moralitas bernegara

Dengan moralitas bernegara setinggi itu, gelar pahlawan nasional bukan hanya layak diberikan kepada Pak Sjaf, melainkan baru langkah awal untuk pengakuan lebih resmi sebagai salah seorang presiden negeri ini. Sebab, Bung Hatta sendiri dalam otobiografinya, Memoir (1971, cetak ulang 2011 dengan judul Untuk Negeriku: Sebuah Otobiografi), memberikan judul pada salah satu anak bab dengan ”Sudirman Terus Bergerilya, Sjafruddin Presiden Darurat” (hal 197). Akankah para penentu kebijakan belum juga tersentuh nuraninya dengan kesaksian Bung Hatta yang tak diragukan lagi sebagai salah seorang pelaku sejarah paling absah di negeri ini?

Dalam konteks ini, sepanjang wacana tentang peran Pak Sjaf hanya berputar-putar pada dimensi hukum formal apakah sebutan Ketua PDRI itu sebuah jabatan politik pada tingkat perdana menteri atau presiden seperti berlangsung selama ini, pada hakikatnya belenggu tragedi masih terus dipasangkan pada leher Pak Sjaf, seperti sinyalemen penulis besar F Scott Fitzgeral pada awal tulisan.

Akmal Nasery Basral Sosiolog; Penulis Novel Presiden Prawiranegara

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com