Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Cukup..., Sampai Alawy Saja

Kompas.com - 26/09/2012, 04:26 WIB

Jenazah Alawy dibaringkan di ruang tamu, di atas dipan besi merah. Di sekelilingnya, ibunda Alawy, Endang Puji Astuti, beserta beberapa ibu mendaraskan doa. Sesekali isak tangis terdengar di antara lantunan doa.

Kemarin, keluarga, teman, dan kerabat mengantar Alawy ke peristirahatan terakhir di pemakaman umum Kampung Poncol, Pedurenan, Kecamatan Karang Tengah, Kota Tangerang. Tauri pun kembali tak bisa menahan kepedihannya.

Ia terduduk lemas dan menciumi foto putranya. Tak kuasa menanggung beban berat atas kepergian anaknya, Tauri akhirnya jatuh pingsan. Belum habis tanah menutup liang kubur, Tauri harus pulang ke rumahnya.

Turut mengantarkan kepergian Alawy, Inspektur Jenderal Pendidikan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Haryono Umar. Dia mengatakan, kasus kekerasan yang memakan korban seharusnya tidak terjadi lagi. Setiap sekolah, terutama sekolah yang rawan tawuran, harus mengampanyekan antikekerasan di sekolah masing-masing.

Tak takut polisi

Dari pantauan di SMA Negeri 6 dan SMA Negeri 70, kemarin, kedua sekolah tampak sepi karena muridnya diliburkan pascatawuran. Di SMA Negeri 70, sejumlah pegawai tampak tetap bertugas. Tak terlihat penjagaan berlebihan. Gerbang depan terlihat dijaga dua anggota satpam.

Sejumlah orang dengan kaus bertuliskan reuni alumni terlihat di luar sekolah. Warung-warung di sekitar kedua sekolah terlihat tetap buka. Sebagian pedagang menuturkan, mereka tetap berdagang karena tidak tahu bahwa sekolah diliburkan.

Di SMA Negeri 6 terlihat lebih ramai karena ada jumpa pers terkait dengan tawuran yang dihadiri Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Mohammad Nuh, Gubernur DKI Jakarta Fauzi Bowo, Komite Sekolah, dan kedua kepala sekolah bertetangga itu. Sejumlah alumnus terlihat hadir.

Kepala SMA Negeri 70 Saksono Liliek Susanto mengakui, siswa-siswa yang suka tawuran itu sudah tidak takut lagi kepada polisi. Menurut dia, antisipasi dari kepolisian sudah dilakukan, tetapi terkadang jumlah polisi tidak sebanding dengan siswa yang tawuran. ”Polisi tidak lagi ditakuti. Murid-murid itu tahu polisi tidak akan menembak, paling juga gas air mata,” katanya.

Ia mengatakan, saat tawuran yang menewaskan Alawy, polisi di sekitar kedua sekolah cukup karena ada demonstrasi di sekitar kompleks sekolah.

Sementara sejumlah pedagang warung kaki lima di sekitar kedua sekolah mengatakan, tawuran antarsiswa itu memang kerap terjadi. Warsi, yang ikut suaminya, Ngatiman, jualan di depan SMA Negeri 6 sejak 1977 mengatakan, tawuran dulu juga kerap terjadi, tetapi tidak memakai senjata seperti sekarang. ”Saya tidak tahu senjata mereka disimpan di mana.”

(FRO/PIN/RAY)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com