Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Benahi RDTR hingga Trotoar

Kompas.com - 05/11/2012, 05:32 WIB

Rencana tata ruang yang baik dan ditaati secara konsisten merupakan salah satu langkah untuk mengatasi kemacetan yang selama ini membelenggu Jakarta. Masih ada sedikit waktu untuk mendesain wajah Jakarta menjadi lebih humanis.

Dalam perbaikan draf rencana detail tata ruang (RDTR), seluruh pemangku kebijakan selayaknya duduk bersama dan merancang betul Jakarta untuk 18 tahun mendatang. Rancangan ini yang akan menentukan apakah kesemrawutan akan berlanjut atau berubah lebih baik.

Penataan kota teramat penting karena aktivitas penduduk di Jakarta akan meningkat di tahun mendatang. Jakarta adalah ibu kota negara serta pusat berbagai aktivitas di Indonesia.

Daya tarik Jakarta terlihat dari pertambahan jumlah penduduk. Di draf RDTR, penduduk Jakarta ditaksir mencapai 12,5 juta jiwa di tahun 2030. Padahal, tahun 2010, berdasarkan sensus penduduk Badan Pusat Statistik, jumlah penduduk Jakarta berjumlah 9,5 juta jiwa. Konsekuensi logisnya, antara lain, terjadi peningkatan kebutuhan perumahan, perjalanan, hingga kebutuhan keseharian.

Pemprov DKI Jakarta masa sebelumnya ingin mengantisipasinya dengan mempersiapkan sejumlah pembangunan infrastruktur besar untuk mengatasi kemacetan. Salah satu yang paling menonjol tecermin dalam draf RDTR adalah penambahan jalan, mulai dari jalan tol, jalan layang, hingga jalan reguler.

Hal ini memicu pro-kontra karena di satu sisi, penambahan panjang jalan justru akan memicu terjadinya penambahan jumlah kendaraan. Apalagi ketika penambahan jalan ini mendahului perbaikan kendaraan umum secara signifikan.

Proyek besar transportasi

Dalam draf RDTR juga tertera tiga proyek besar transportasi umum, yaitu pembangunan kereta berdaya angkut tinggi (mass rapid transit/MRT) di koridor selatan-utara dan timur-barat; pembangunan monorel, serta penambahan empat jalur transjakarta menjadi 15 koridor di tahun 2030. Ada juga wacana di luar draf, yakni untuk membangun trem di Jakarta.

”Studi transportasi untuk Jakarta ini sudah banyak dilakukan, baik oleh pemerintah pusat maupun daerah. Namun studi itu tidak pernah diterapkan. Sebenarnya, studi ini bisa digunakan sebagai dasar untuk mengembangkan transportasi massal di Jakarta,” kata pengamat perkeretaapian Taufik Hidayat.

Yang tidak bisa menunggu lama adalah ketersediaan angkutan umum dengan daya angkut besar, terjadwal, aman, nyaman, serta terjangkau penumpang. Inilah yang harus segera diwujudkan pemerintah bila serius ingin mengurangi kemacetan.

Di sisi lain, dana yang dimiliki pemerintah terbatas sehingga transportasi massal yang diwujudkan harus dirancang berdasarkan skala prioritas dan keuangan yang tersedia.

Kepala Laboratorium Transportasi Universitas Indonesia Ellen Tangkudung mengatakan, selain pembangunan fisik, dibutuhkan juga manajemen pengelolaan transportasi publik agar satu moda dan lainnya terintegrasi.

”Kalau tidak ada manajemen pengelolaan, transportasi publik masih akan seperti sekarang ini. Stasiun kereta dan halte transjakarta, banyak yang belum terkoneksi,” katanya.

Padahal, koneksitas angkutan umum ikut menentukan penggunaan transportasi massal ketimbang kendaraan pribadi.

Kelompokan lokasi

Salah satu langkah yang harus direncanakan baik, lanjut Ellen, memetakan lokasi permukiman, kantor, sekolah, pusat perbelanjaan, dan tempat keramaian.

Keterbatasan lahan yang ada sekarang membuat hunian vertikal menjadi pilihan. Penyediaan hunian vertikal ini menjadi salah satu penarik warga untuk tinggal di tengah kota.

Sayangnya, lokasi hunian vertikal ini banyak yang tidak didukung dengan transportasi umum massal sehingga penghuni harus membawa kendaraan pribadi. Hal ini berimbas pada kemacetan di sekitar lokasi serta tingginya kebutuhan lahan parkir.

”Salah satu contoh ada di Kalibata. Berdirinya apartemen di situ tidak diimbangi dengan angkutan umum,” ujar Ellen.

Perencanaan transportasi lainnya yang tidak memperhitungkan kepadatan kegiatan warga, ada di seputar Jalan TB Simatupang. Lokasi yang sarat dengan perkantoran, tidak didukung ketersediaan angkutan umum sehingga menyebabkan kemacetan yang kian parah.

Pejalan kaki

Satu hal yang juga kerap luput dari kejelian pemerintah adalah pembangunan infrastruktur yang nyaman bagi pejalan kaki, baik berupa trotoar maupun jalur penyeberangan. Langkah ini, meskipun membutuhkan dana yang tidak seberapa dibandingkan proyek infrastruktur lain, namun memberikan hasil yang besar.

”Kalau fasilitas pejalan kaki tidak nyaman, orang akan enggan berjalan kaki. Begitu pula pengguna angkutan umum yang harus berjalan kaki menuju ke halte bus atau stasiun kereta,” kata Anthony Ladjar, pendiri Komunitas Pejalan Kaki.

Fasilitas pejalan kaki sangat dibutuhkan karena setiap orang mengawali dan mengakhiri perjalanan dengan berjalan kaki.

Sayangnya, meskipun mudah dan murah dibuat, namun jalur pedestrian di Jakarta, tidak kunjung membaik.

(Agnes Rita Sulistyawaty)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com