Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Merana di Rusun Marunda

Kompas.com - 21/11/2012, 02:56 WIB

Makelar alih sewa

Kusnindar menyangkal tuduhan itu. Dia justru menuding ada makelar yang berusaha mengeruk untung melalui praktik alih penghuni ilegal. Mereka berusaha mendapatkan unit rusun kemudian menyewakan atau mengalihkannya kepada orang lain.

Alih sewa dan alih penghuni dilakukan secara sembunyi. Namun, kata Kusnindar, praktik itu berkurang melalui seleksi calon penghuni, antara lain mensyaratkan belum punya rumah, berpenghasilan kurang dari Rp 2,5 juta, dan punya kartu tanda penduduk DKI Jakarta.

Penyerahan aset

Kusnindar menyebutkan, Rusun Marunda terbagi dalam tiga kluster, yakni A, B, dan C, berdiri di atas lahan seluas 26 hektar dengan total 26 tower dan 2.600 unit. Tiap unit berukuran 30 meter persegi dengan dua kamar tidur, satu dapur, kamar mandi, ruang jemur, dan ruang tamu.

Tak semuanya dibangun Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Kluster C yang memiliki 5 tower, misalnya, dibangun Kementerian Perumahan Rakyat. Sementara itu, sebagian tower di Kluster A dibangun Kementerian Pekerjaan Umum. ”Mayoritas unit yang belum dihuni asetnya belum diserahkan ke Pemerintah DKI Jakarta sehingga kami belum berhak mengelolanya,” kata Kusnindar.

Pemerintah daerah, lanjut Kusnindar, menganggarkan Rp 2,5 miliar per semester untuk perawatan rusun. Namun, angka itu dinilai tak cukup untuk 5.000 unit rusun di seluruh Jakarta Utara. Akibatnya, perawatan tak optimal.

Selain masalah penyerahan aset dan pengelolaan dari pemerintah pusat ke provinsi, keterbatasan sarana umum dinilai turut memicu masih banyaknya unit rumah kosong. Fasilitas pasar, puskesmas, serta sekolah mulai tingkat SD, SMP, hingga SMA sebenarnya telah direncanakan dibangun, tetapi belum terbangun hingga kini.

Akibatnya, sebagian penghuni yang ”tercerabut” dari sumber penghidupannya harus membayar lebih mahal untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Dampaknya, uang sewa tak terbayar, bahkan menumpuk hingga berbulan-bulan.

Ijah (33), yang sebelumnya memulung sampah di dekat huniannya di Warakas, Tanjung Priok, misalnya, pontang-panting membayar sewa rumah Rp 141.000 per bulan serta listrik dan air yang lebih dari Rp 100.000 per bulan. Pendapatan sering habis untuk memenuhi pangan dan transportasi sehingga kerap menunggak bayar sewa rumah.

Hidayah, Susana, Ijah, dan penghuni lainnya harus bersusah payah mengatasi beragam keterbatasan. Merana di Rusun Marunda.(Mukhamad Kurniawan)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com